Rabu, 17 Desember 2014

TUGAS SEJARAH INTELEKTUAL "FEODALISME"






 


 

FEODALISME


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampu Dr. Suranto, M.Pd


Oleh
Nuzulul Khoirunnisa’ (120210302103)
Kelas B



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014


BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang Masalah
Pada abad petengahan di Eropa yakni yang dimulai dengan runtuhnya Romawi dan berakhir pada masa reinassanse abad ke-14, sekitar abad ke-3 Romawi pecah menjadi dua wilayah yakni Romawi barat dan Romawi Timur, waktu-waktu tersebut merupakan permulaan munculnya perekonomian yang biasanya kita sebut sistem feodalisme.  Sistem feodalisme yang terjadi mengakibatkan munculnya kelas penguasa, ningrat, borjuis, aristokrat dan kelas bawah yang terdiri dari buruh, petani dan hamba.  Sistem yang demikian menjadikan kelas bangsawan dan lain sebagainya untuk mengambil alih dan memonopoli sistem perekonomian.  Dalam feodalisme, tanah ibarat sumber kehidupan bagi para raja dan bangsawan.  Seluruh tanah dianggap milik raja dan keluarganya.  Rakyat hanya meminjam sehingga harus membayar pajak atau upeti dan sewaktu-waktu raja boleh mengambil kembali tanahnya jika ia menginginkan.  Akibatnya, patronase menjadi kelaziman yang tak bisa dihindari.  Jika masyarakat ingin hidup maka ia harus mengabdi pada penguasa tanah: raja, bangsawan dan tuan tanah.  Petani dan masyarakat mesti tunduk dan hormat kepada mereka.
Pada hakekatnya, sistem pemerintahan Negara Indonesia adalah demokrasi.  Namun nilai-nilai feodalisme itu kian bertahan dan berkembang dalam wujud neo feodalisme yang sebenarnya bertolak belakang dengan paham dan prinsip demokrasi yang tumbuh pada persamaan.  Sebuah fenomena dari tradisi masa lalu yang membuat demokrasi di Indonesia seakan-akan kehilangan makna aslinya.  Melihat perkembangan feodalisme di Indonesia dan telah merusak nilai-nilai demokrasi, maka hal ini mendorong penulis untuk mendalaminya karena sampai saat ini sistem feodalisme terus menjadikan masyarakat hidup dalam ketakutan dan penderitaan yang berkepanjangan.
Akhirnya, alasan dalam penulisan makalah ini adalah bahwa penulis ingin memahami dan mengetahui secara lebih mendalam tentang sistem feodalisme yang terjadi di Negara-negara Eropa dan secara khusus sistem feodalisme yang terjadi di Negara Indonesia.  Selain itu, tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah mengetahui apa itu sistem feodalisme yang terjadi di sebuah Negara secara khusus Negara Indonesia, mengetahui perkembangan sistem feodalisme.

1.2.Rumusan Masalah
1.2.1.   Bagaimanakah konsep dasar feodalisme itu?
1.2.2.   Bagaimanakah perkembangan feodalisme di Negara-negara Eropa?
1.2.3.   Bagaimanakah perkembangan feodalisme di Negara Indonesia?
1.2.4.   Bagaimana pendapat Penulis mengenai feodalisme? Setuju atau tidak?

1.3.Tujuan
1.3.1.   Untuk mengetahui konsep dasar tentang feodalisme
1.3.2.   Untuk mengetahui bagaimanakah perkembangan feodalisme di Negara-negara Eropa
1.3.3.   Untuk mengetahui bagaimanakah perkembangan feodalisme di Negara Indonesia
1.3.4.   Untuk mengetahui pendapat Penulis mengenai feodalisme
 

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar Feodalisme
Feodalisme adalah struktur pendelegasian kekuasaan sosiopolitik yang dijalankan kalangan bangsawan / monarki untuk mengendalikan berbagai wilayah yang diklaimnya melalui kerja sama dengan pemimpin-pemimpin lokal sebagai mitra.  Dalam pengertian yang asli, struktur ini disematkan oleh sejarawan pada sistem politik di Eropa pada Abad Pertengahan yang menempatkan kalangan kesatria dan kelas bangsawan lainnya (vassal) sebagai penguasa kawasan atau hak tertentu (disebut fief atau dalam bahasa Latin feodum) yang ditunjuk oleh monarki (biasanya raja atau lord).
Istilah “feodal” (dalam konteks Eropa) berasal dari kata Latin “feudum” yang sama artinya dengan fief, ialah sebidang tanah yang diberikan untuk sementara kepada seorang vassal (penguasa bawahan atau pemimpin militer) sebagai imbalan atas pelayanan yang diberikan kepada penguasa (lord) sebagai pemilik tanah tersebut.  Dalam hal ini feodalisme berarti penguasaan hal–hal yang berkaitan dengan masalah kepemilikan tanah, khususnya yang terjadi di Eropa Abad Pertengahan.
Feodalisme merupakan system social ciri khas dari abad pertengahan, dari system itu melahirkan masyarakat yang penuh dengan kekerasan, kebrutalan dan kesewenang-wenangan oleh sang penguasa.  Istilah feodalisme pertama kali dimunculkan di Perancis pada abad ke-16. Periode tersebut sebagai pembeda periode tersebut dari modernitas.
Feodalisme adalah sebuah system pemerintahan yang dipegang oleh tuan feodal untuk menaungi  para vassal yang telah menyerahkan fief.  Pemerintahan semacam itu disebut feodal system.
Istilah feodalisme sendiri dipakai sejak abad ke-17 dan oleh pelakunya sendiri tidak pernah dipakai.  Semenjak tahun 1960-an, para sejarawan memperluas penggunaan istilah ini dengan memasukkan pula aspek kehidupan sosial para pekerja lahan di lahan yang dikuasai oleh tuan tanah, sehingga muncul istilah "masyarakat feodal".  Karena penggunaan istilah feodalisme semakin lama semakin berkonotasi negatif, oleh para pengkritiknya istilah ini sekarang dianggap tidak membantu memperjelas keadaan dan dianjurkan untuk tidak dipakai tanpa kualifikasi yang jelas.
Foedalisme sebagai suatu sistem yang ada di Eropa dan terjadi pada sekitar abad IX-XII merupakan system yang jauh dari demokrasi.  Dari system tersebut dapat terbentuk dasar pemerintahan lokal, pembuatan undang-undang, menyusun dan mengatur angkatan perang dan berbagai permasalahan yang berhubungan dengan kekuasaan eksekutif.  Pemerintahan ini otoriter dan itu dibuktikan dengan doktrin feodal yang dikatakan bahwa seluruh tanah kerajaan beserta isinya itu berasal dari raja.  Raja sebagai pemilik tanah-tanah luas terbentang di wilayah kerajaannya.
Feodalisme juga dapat diartikan sebagai sistem pemerintahan yang dipegang oleh seorang pemimpin dan mayoritas bangsawan, kekuasaan mutlak berada dibawah kuasa mereka dan  memiliki bawahan yang juga masih dari kalangan bangsawan juga tetapi lebih rendah dan biasa disebut vasal dan jumlah bawahan tersebut banyak.  Para vasal ini wajib membayar upeti kepada tuan mereka.  Sedangkan para vasal pada gilirannya ini juga mempunyai anak buah dan abdi-abdi mereka sendiri yang memberi mereka upeti.
Masyarakat feodal menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian, dari hal tersebut membuat para pemilik tanah sebagai pihak yang berkuasa dan menempati lapisan atas struktur masyarakat atas dukungan petani lapisan terbawah.  Di lapisan tengah terdapat pegawai kaum feodal dan pedagang.  Karena itulah tanah menjadi faktor produksi utama dan dapat disimpulkan bahwa yang menjadi inti pembahasan dari feodalisme adalah Tanah menjadi sumber kekuasaan bagi para tuan feodal yang memegang peranan penting pada zamannya.  Seseorang dikatakan memiliki kekuasaan bila orang tersebut memiliki modal utama berupa tanah yang kemudian berkembang menjadi wilayah.  Sejarah feodalisme adalah sejarah peradaban manusia itu sendiri, dimana manusia dari awalnya sudah haus akan kekuasaan dan kedudukan.
Dalam penggunaan bahasa sehari-hari di Indonesia, seringkali kata ini digunakan untuk merujuk pada perilaku-perilaku negatif yang mirip dengan perilaku para penguasa yang lalim, seperti 'kolot', 'selalu ingin dihormati' atau 'bertahan pada nilai-nilai lama yang sudah banyak ditinggalkan'.  Arti ini sudah banyak melenceng dari pengertian politiknya.
Dari berbagai sudut pengertian tentang feodalisme, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi inti pembahasan dari feodalisme adalah tanah, dimana manusia itu hidup.  Tanah memegang peranan penting pada zaman feodal, karena seseorang dikatakan memiliki kekuasaan bila orang tersebut memiliki modal utama berupa tanah yang kemudian berkembang menjadi wilayah.
Feodalisme mulai tumbuh pada percampuran kebudayaan Roma dan Jerman.  Tentu saja percampuran kedua kebudayaan ini kemudian menimbulkan sebuah sistem baru yang disebut feodalisme.
Unsur kebudayaan yang membentuk feodalisme adalah :
1.   Budaya militer suku-suku bangsa Jerman, berupa kebiasaan para pemimpin pasukan untuk membagikan rampasan perang kepada para prajurit sebagai imbalan atas pelayanan mereka.  Pola ini merupakan dasar hubungan feodal (lord-vassal)
2.   Sistem kepemilikan tanah Romawi yang menjadi semakin penting ketika perdagangan mundur akibat perang.  Para petani miskin yang tidak mampu membayar pajak sering mengalihkan tanahnya kepada bangsawan atau tuan tanah, yang kemudian meminjamkan tanah itu kepada para petani miskin untuk dikelola.  Pada praktiknya para petani yang terikat pada tanah yang bukan miliknya ini berkedudukan setengah budak.  Orang-orang Jerman lambat laun mengadopsi kebiasaan ini
Ada setidaknya empat komponen utama yang membentuk sistem feodal yaitu :
1.   Lord adalah pemilik tanah, biasanya seorang bangsawan dari keluarga raja atau kalangan agamawan (uskup, biarawan)
2.   Vassal atau Knights adalah kaum bangsawan yang memberikan jasa (umumnya dalam bentuk dukungan militer) kepada Lord dengan imbalan berupa tanah yang disewakan
3.   Fief adalah tanah yang disewakan berupa lahan-lahan pertanian
4.   Serf atau penggarap tanah ialah petani yang mengerjakan lahan pertanian dengan status setengah budak

2.2. Perkembangan Feodalisme di Eropa
Abad pertengahan di Eropa Barat dicirikan oleh struktur total yang feodal (hubungan antara Vassal dan Lord).  Kehidupan sosial dan spiritual dikuasai Paus dan pejabat agama lawuja.  Kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antar bangsawan.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, feodalisme adalah system sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan, system social yang mengagung-agungkan jabatan atau pangkat dan bukan mengagung-agungkan prestasi kerja, system sosial di Eropa pada abad Pertengahan yang ditandai oleh kekuasaan yang besar ditangan tuan tanah.
Dalam id.wikipedia.org, feodalisme adalah sebuah system pemerintahan dimana seorang pemimpin, yang biasanya seorang bangsawan memiliki anak buah banyak yang juga masih dari kalangan bangsawan juga tetapi lebih rendah dan biasa disebut vasal.  Para vassal ini wajib membayar upeti kepada tuan mereka.  Sedangkan para vassal pada giliran ini juga mempunyai anak buah dan abdi-abdi mereka sendiri yang member mereka upeti.
Pertama kali Feodalisme muncul di Perancis dan Jerman pada abad ke-9 dan 10.  Ini bertepatan dengan gaya militer besar diselenggarakan oleh Normandia.  Unsur-unsur rezim Romawi dipindahkan ke feodalisme Eropa.  Villa Roma dan tanah mereka diberikan kepada para pemimpin militer secara sementara sebagai imbalan bagi loyalitas mereka ke Roma dan kaisar.  Para militer memberikan mereka pelayanan, terutama dalam hal militer, memberikan perlindungan.  Ide-ide ini diadopsi di Eropa.  Bangsawan Eropa meningkatkan daya kerja dari hibah tanah dari raja dengan imbalan jasa militer, maka lahirlah feodalisme Eropa.
Feodalisme adalah system pemerintahan pada tanah pinjaman dari seorang raja melalui sumpah setia.
Vassal adalah penguasa local yang keberadaannya disahkan oleh raja, diangkat sebagai vassal militer, bangsawan, gerejawan, pegawai pemerintahan.  Veodum adalah tanah pinjaman.  Homage adalah upacara pengambilan sumpah seorang vassal oleh raja.
Latar belakang feodalisme antara lain :
1.   Peristiwa 331 April
Peristiwa pemindahan Ibukota Romawi dari Rhoma ke Byzantium yang telah menyebabkan seluruh fasilitas dari barat ke timur secara besar-besaran.  Hal tersebut menyebabkan kekosongan pada wilayah barat.  Selain itu, ada etnis Bar-bar yang suka menjarah Negara-negara makmur.  Missal: Pits, Scot, Anglo, Frank, Slav berkeliling di seluruh wilayah Eropa.  Mereka hanya mengganggu perbatasan.
2.   Peristiwa 395
Pembagian Romawi menjadi dua wilayah, yakni barat dan timur.  Dengan pembagian itu, seluruh kepulauan dikuasai masing-masing, padahal Barat lebih luas sedangkan fasilitasnya minim.
3.   Peristiwa 476
Diawali dengan runtuhnya Romawi Barat yang memberikan dampak yang luar biasa.  Hal tersebut dikarenakan tidak adanya perlindungan terhadap wilayah barat, maka bermunculan embrio vassal (penguasa local yang mandiri).  Vassal-vassal itu yang mendukung feodalisme.
4.   Peristiwa 700
Sejak Romawi barat runtuh, keamanan di laut tengah tidak dapat dikuasai.  Oleh karena itu, diambil oleh pasukan muslim yang memasuki Eropa.  Ekspansi itu mengakibatkan nelayan-nelayan pindah ke pedalaman, hidup sebagai petani.  Hal inilah yang mengakibatkan adanya dorongan feodalisme.
Perkembangan feodalisme di Eropa dapat dilihat dari segi struktur dan gereja antara lain :
1.   Struktur
Pada awal feodalisme, struktur masyarakat dibedakan dalam :
Ø  Bangsawan, biarawan
Ø  Satria (kegiatan hanya latihan perang)
Ø  Petani (mayoritas kehidupan masyarakat baik sebagai petani milik ataupun penggarap)
Ø  Budak (tidak memiliki hak kemerdekaan, kehidupannya menggantikan posisi hewan)
2.   Gereja
Mendominasi kehidupan masyarakat dalam semua aspek kehidupan tidak dapat dilepaskan dari dogma gereja.  Banyak konsep-konsep yang dilontarkan pakar gereja untuk masyarakat, missal :
Ø  Jean Seitig
Ø  Dies Seitig
Ø  Momen to Mori
Ø  City of God (yang mendasari kehidupan Eropa Abad tengah)
Ø  Adanya pembelokkan gereja, yakni penjualan surat pengampunan dosa yang akhirnya ada pembaharuan
Pada tahun 1000, Feodalisme mencapai puncaknya yang ditandai dengan :
1.   Perubahan status tanah dari kontrak menjadi milik pribadi vassal
2.   Perang feodal, yakni peperangan antar kaum feodal baik di dalam suatu kerajaan maupun di luar kerajaan, bahkan antar Negara vassal dengan pemerintah pusat
3.   Perubahan struktur masyarakat (puncak feodalisme) yakni vassal, militer, pedagang, petani, buruh dan budak
4.   Muncul portus (embrio kota) dan gilda (organisasi seprofesi) yang dihimpun dibina sehingga seluruh anggotanya professional di bidangnya.  Gilda cakupannya sangat luas.  Di kelompok pedagang sendiri, kemudian muncul generasi baru yakni generasi intelektual.
Gereja juga memiliki pengaruh besar dalam membentuk feodalisme, meskipun pada dasarnya organisasi gereja tidak berkarakter Feodal, hierarki yang agak sejajar dengan hierarki feodal.  Sejak itu muncul orang-orang kuat sebagai tuan tanah yang mengatur pemakaian tanah diwilayah kekuasaannya.  Kekuasaan mereka ditopang oleh bawahannya.  System ini kemudian berkembang luas.  Bangsawan menjadi kelompok yang sangat istimewa dan melakukan regenerasi berdasarkan keturunan.  Sesuai dengan penelusuran ensiklopedia, feodal atau feudal merupakan satu istilah yang digunakan pada awal era modern yakni abad ke-17 merujuk pada pengalaman.
System politik yang terbangun pada masa itu ditentukan oleh perpaduan antar para militer legal maupun tidak atau warlord, tuan tanah, bangsawan raja yang lantas tersusun hierarki dalam masyarakat yang khas : ada raja, ada bangsawan, tetapi juga ada pelayan dan budak (vassal).  Kata kuncinya tetap hierarki.  Menurut fokusnya, kekuasaan politik bersifat local dan personal yang menghasilkan sesuatu “dunia social dari klaim-klaim dan kekuasaan-kekuasaan tumpang tindih”.  Beberapa diantara klaim-klaim dan kekuasaan ini mengalami konflik dan tidak ada pemerintah atau Negara yang berdaulat dalam arti yang paling tinggi di atas wilayah dan penduduk yang ada (Bull,1977, hlm.254).  Dalam system kekuasaan ini banyak dipenuhi ketegangan dan sering terjadi perang.  Hierarki dari Eropa, Feodalisme terjadi dengan mudah.  Sebuah berbentuk hierarki piramida alam sudah dikembangkan dipimpin oleh raja yang dikelilingi oleh bangsawan.  Dorongan bagi negara-negara besar di Eropa untuk melawan dan mendapatkan tanah baru dan wilayah menyebabkan hierarki feodalisme Eropa dan keunggulan utamanya yaitu bahwa orang yang tidak berbangsa bisa menaiki piramida kekuasaan Feodalisme.  Jika seorang pria membuktikan dirinya dalam pertempuran dan sebagai pendukung setia, dia diberi hadiah tanah (disebut perdikana) sebagai imbalan atas tanah pendukung setia atau bawahan akan supaya sumpah setia dan memberi penghormatan kepada tuannya atau Raja.
Didunia abad pertengahan, ekonomi didominasi oleh pertanian dan kelebihan apa pun yang dihasilkan menjadi sasaran klaim-klaim yang bersaing.  Klaim yang berhasil menjadi dasar untuk menciptakan dan mempertahankan kekuasaan politik.  Tetapi jaringan kerajaan-kerajaan, para pangeran, istri-istri para bangsawan dan pusat-pusat kekuasaan lainnya yang bergantung pada susunan ini diperumit oleh munculnya kekuasaan-kekuasaan alternative di kota-kota kecil dan kota-kota besar.  Kota-kota dan federasi kota bergantung pada perdagangan dan manufaktur serta akumulasi modal yang relative tinggi.  Mereka mengembangkan struktur-struktur social dan politik yang berbeda dan sering menikmati system-sistem pemerintahan independent yang ditentukan oleh para warganegara.
Dari sudut perkembangan demokrasi AP menghasilkan dokumen penting yaitu Magna Charta 1215.   Ia semacam contoh antara bangsawan Inggris dengan Rajanya yatu John .  Untuk pertama kali seorang raja berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak bawahannya.
Sistem sosial yang berkembang pada masyarakat feodal Eropa umumnya terbentuk dengan sistem manor.  Manor meliputi sebidang tanah yang luas milik seorang bangsawan atau gereja.  Manor merupakan suatu kesatuan sosial dan politik, dimana pemilik manor bukan hanya menjadi tuan tanah, tapi juga sebagai penguasa, pelindung, hakim dan kepala kepolisian.  Walaupun bangsawan ini termasuk dalam suatu hierarki yang besar, dimana dia menjadi hamba dari bangsawan yang lebih tinggi, tapi dalam batas-batas manornya dia merupakan tuan tanah.   Dia adalah pemilik dan penguasa yang tak diragukan lagi oleh orang-orang dan budak-budak yang hidup di manornya.  Orang yang hidup diatas tanahnya dianggap oleh tuan tanah sebagai miliknya sebagaimana halnya rumah, tanah dan tanaman.  Di sekeliling rumah bangsawan terdapat ladang rakyat yang telah dibagi-bagikan luasnya (satu) 1 atau 1 ½  hektar. ½ atau lebih dari hasil ladang ini menjadi milik tuan tanah, sedangkan sisanya untuk orang yang menggarapnya yang terdiri dari orang merdeka dan budak belian.  Disini terjadi ketimpangan antara budak belian dan tuan tanah.
Orang merdeka atau dalam kalangan apapun seseorang dilahirkan, orang yang merdeka yang memiliki sendiri tanahnya tak dapat menjualnya pada tuan tanah yang lain.  Pemilikannya sebenarnya berarti bahwa dia tidak dapat diusir dari tanahnya, kecuali dalam keadaan darurat.  Orang yang lebih rendah dari budak tidak mempunyai hak ini.  Seorang budak belian terikat pada tanah yang dikerjakannya, tanpa ijin dan keterangan yang kuat, dia tidak akan diijinkan untuk meninggalkan baik masih dalam batas-batas manor tuannya maupun pada manor bangsawan lainnya.  Berdasarkan statusnya, timbul serentetan kewajiban-kewajiban yang menjadi dasar dari organisasi ekonomi manor.  Kewajiban-kewajiban ini dapat berupa keharusan bekerja untuk tuan tanah dan lain sebagainya.  Kewajiban ini berbeda-beda antara manor yang satu dengan manor lainnya, pada tempat-tempat tertentu mereka harus bekerja lima hari dalam seminggu untuk tuan tanahnya, sehingga tanahnya sendiri dikerjakan oleh keluarganya (anak dan istrinya) dan akhirnya budak belian juga harus membayar beberapa macam pajak seperti pajak kepala, pungutan kematian, pajak kawin atau iuran untuk pemakaian pabrik atau tungku.  Jika budak belian memberikan tenaganya untuk tuan tanah, maka sebagai imbalannya si tuan tanah memberikan sesuatu yang tidak dapat diusahakan sendiri oleh sang budak, yang utama yaitu menjamin keamanan fisik.

2.3. Perkembangan Feodalisme di Indonesia
Di Indonesia, praktek feodalisme ini dapat ditemukan dalam kehidupan kerajaan-kerajaan.  Para raja, permaisuri, putri dan pangeran bersikap jumawa, kalangan priyayi bersikap anggun dan congkak terutama pada kalangan rakyat jelata yang dianggap kastanya berada satu level di bawahnya, baik dari segi warna darah (darah mereka biru berkilau, sedang darah rakyat berwarna merah kecoklatan), maupun dari segi status sosial (harta dan lingkungan pergaulan).  Sistem sosial saat itu membagi umat manusia dalam dua kelas yaitu kelas raja atau para priyayi (government) dan kelas rakyat jelata (the governed).  Pengkotakan ini berlaku selamanya.  Jabatan dalam struktur pemerintahan kerajaan hanya dipegang oleh para priyayi.  Dalam strata sosial interen kerajaan, priyayi ada yang termasuk pada golongan tinggi dan golongan rendah.  Priyayi tinggi terutama mereka yang menjabat pemerintahan pada struktur jabatan tinggi misalnya Bupati, sedangkan priyayi rendah adalah mereka yang menduduki jabatan pemerintahan pada strata yang rendah misalnya wedana.
Kalangan priyayi akan seterusnya secara turun temurun menjadi pemerintah; sementara kalangan rakyat akan selamanya menjadi abdi, punakawan yang diharuskan untuk selalu tunduk dan sembah sungkem pada kalangan pamong praja.  Negara, dalam sistem ini, adalah milik kalangan ningrat yang berdarah biru; dan adalah kewajiban rakyat berdarah merah coklat tua itu untuk tunduk dan selalu bertekuk lutut di depan kaki para ningrat.
Hubungan seperti ini dalam pandangan masyarakat Jawa di masa lalu adalah hubungan gusti-kawula.  Raja adalah gusti dan rakyat adalah kawula.  Hubungan patrimonial ini membuat rakyat harus selalu tunduk dan patuh terhadap apa yang diperintahkan oleh penguasa.  Sebaliknya penguasa memiliki kewajiban untuk melindungi rakyat.  Walaupun dalam prakteknya, rakyat lebih banyak harus melakukan kewajibannya kepada penguasa.  Feodalisme di masa kerajaan-kerajaan tradisional Indonesia ini mirip yang terjadi dengan feodalisme yang terjadi di Barat abad pertengahan.
Dalam melaksanakan pemerintahan dan melanggengkan kekuasaannya di Indonesia, Pemerintah Kolonial menerapkan system pemerintahan tidak langsung yang memanfaatkan system feodalisme yang sudah berkembang di Indonesia.  Ciri khas feodalisme adalah ketaatan mutlak dari lapisan paling bawah terhadap atasannya.  Hubungan antara para kolonialis dengan para feodal adalah hubungan yang saling memanfaatkan dan saling menguntungkan, sedangkan rakyatlah yang menjadi objek penindasan dan penghisapan dari kedua belah pihak.
Dikarenakan penggunaan istilah feodalisme semakin lama semakin berkonotasi negatif, oleh para pengkritiknya istilah ini sekarang dianggap tidak membantu memperjelas keadaan dan dianjurkan untuk tidak dipakai tanpa kualifikasi yang jelas.  Sistem sosial seperti ini juga dapat kita temukan di Indonesia . Dalam penggunaan bahasa sehari-hari di Indonesia, seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada perilaku-perilaku negatif yang mirip dengan perilaku para penguasa yang lalim, seperti 'kolot', 'selalu ingin dihormati', atau 'bertahan pada nilai-nilai lama yang sudah banyak ditinggalkan'.  Arti ini sudah banyak melenceng dari pengertian politiknya.  Seorang antropolog Amerika, Clifford Geertz, menggolongkan masyarakat Jawa kepada tiga golongan, yaitu priyayi, santri dan abangan.  Golongan priyayi inilah yang menduduki posisi bangsawan.
Seperti yang kita ketahui feodalisme adalah sebuah faham dimana adanya pengakuan sistem kasta, dalam feodalisme sistem kasta masih dipertahankan namun berubah  bentuk menjadi penguasa dan kaum elite.  Neo feodalisme adalah feodalisme modern.  Di Indonesia neo-feodalisme masih ada dan berkembang dalam sistem pemerintahan dan telah menjadi budaya yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan Negara kita.  Feodalisme terlahir dari adanya kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia.  Sejarah membuktikan bahwa Hinduisme telah dominan di Nusantara ini sebelum datangnya Islam dan kolonialisme, karena memang Kerajaan Hindulah yang tertua berkuasa di Nusantara ini.  Sistem yang melekat dalam Kerajaan Hindu adalah sistem feodalisme.  Pengelompokan manusia sesuai dengan derajatnya tersebut.
Feodalisme yang terjadi pada zaman Kerajaan Hindu adalah pembagian kasta dan menguasai Nusantara sekitar 10 abad lamanya.  Feodalisme pun membekas keras dalam benak manusia Indonesia, pengaruhnya pun tidak mudah dihapus begitu saja, sehingga feodalisme masih ada dan berubah menjadi neo-feodalisme menjelang abad ke 21 ini.  Contoh dari unsur feodalisme yang menonjolkan tentang jenjang atau tingkat masyarakat seperti apabila ada seorang menteri atau pejabat mengadakan pesta pora pernikahan anaknya, seluruh karyawan atau “balakeningratannya” akan ikut serta dalam kegiatan tersebut, mereka diberi seragam sesuai dengan fungsi dan derajatnya, ada yang menjadi ketua panitia, penerima tamu tertentu, penerima tamu biasa dan seterusnya (contoh konkritnya seperti pernikahan Ibas dan Aliya).  Dengan kata lain manusia Indonesia itu terbiasa dengan pengkotak-kotakkan dalam fungsi dan derajatnya sebagai karyawan dan juga sebagai pelayan “Bapak” seperti lazimnya dalam sistem feodalisme.
Selama 32 tahun manusia Indonesia pun seperti di “brain-washed” (Cuci otak keadaannya) oleh yang berkuasa melalui berbagai tradisi patuh pada pemimpin.  Seperti telah dikemukakan terdahulu dalam sistem feodalisme kuno rakyat berorientasi ke atas ialah sang raja yang dianggap keturunan dewa yang bersifat keramat dan yang merupakan puncak dari segala hal dalam Negara dan merupakan pusat dari alam semesta.

2.4.   Pendapat Penulis Mengenai Feodalisme (Setuju atau Tidak)
Saya setuju mengenai feodalisme ini, karena saya menganggap jika tidak ada kaum penguasa tanah, kaum petani / buruh pasti tidak dapat bertahan hidup.  Pada masa system feudal ini, kaum buruh harus sangat berterimakasih kepada kaum bangsawan karena atas jasanya, ia dapat bertahan hidup memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama anggota keluarganya.  Jika tidak ada kaum penguasa tanah, dipastikan kaum buruh tidak dapat bertahan hidup tanpa bantuan tuan tanah.
Mengenai pemilik tanah, sebenarnya pemilikan tanah / penguasaan tanah tersebut hanya bersifat pinjaman dan diperoleh pada saat upacara pemberiaan kekuasaan atas tanah.  Dalam perkembangan selanjutnya, tidak hanya tanah yang dipinjamkan melainkan juga pangkat dan kedudukan yang lama-kelamaan bersifat turun-temurun.  Jelas dalam hal ini sangat bermanfaat sekali bagi kaum bangsawan tersebut, karena selain tanah yang dapat dipinjamkan, pangkat dan kedudukan juga dapat di pinjamkan, apalagi bersifat turun-temurun dan hal itu juga sangat bermanfaat bagi keturunan kaum bangsawan kelak.  Jadi sudah pasti keturunan kaum bangsawan sudah dijamin hidupnya dikemudian hari.  Selain itu kaum bangsawan juga dapat diuntungkan karena system feudal ini mengangung-agugkan jabatan, sehingga meskipun dalam bekerja tidak terdapat prestasinya, yang terpenting adalah pangkat dan jabatan.
Jadi dapat dijelaskan secara sederhana bahwa feodalisme adalah 1) system social atau politik yang memberikan kekuasaan besar kepada golongan bangsawan; 2) system social yang mengagung-agungkan pangkat.  Sehingga dalam system feodal ini termasuk system simbiosis mutualisme karena antara kedua belah pihak (kaum bangsawan dan buruh) saling diuntungkan.  Tanpa tuan tanah, kaum buruh tidak dapat bertahan hidup, karena hidup kaum buruh sangat bergantung pada tuan tanah, sehingga dapat dikatakan bahwa tuan tanah dapat mensejahterakan nasib buruh.  Untuk tuan tanah sendiri, mereka dapat keuntungan dengan mendapatkan pinjaman berupa tanah yang kemudian mendapatkan pangkat dan kedudukan secara turun temurun, sehingga jelas keturunan tuan tanah kelak akan mendapatkan nasib yang baik dan jelas seperti para tetuanya.

  
BAB 3 PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Secara umum sistem feodal yang terjadi pada abad pertengahan, yang mana suatu sistem dalam masyarakat saat itu terdapat dua kelas sosial yaitu kelas penguasa tuan tanah dan kelas pekerja yakni para budak belian.  Hubungan diantara tuan tanah dengan hambanya sering bersifat eksploitasi yang ekstrim.  Tapi pada dasarnya masih terlihat suatu hubungan yang saling menguntungkan, masing-masing pihak memberikan imbalan-imbalan yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan dalam keadaan dimana organisasi dan stabilitas politik sudah tidak terorganisir lagi.
Feodalisme memang berlangsung di abad pertengahan dari peradaban bangsa Barat dengan ciri khasnya yaitu hierarki militer berbentuk piramida dengan raja sebagai puncak piramida, disusul kaum bangsawan, rakyat jelata dan budak belian.  Sementara sekarang, feodalisme mengambil bentuk yang baru yang sering disebut neo feodalisme di mana kekuasaan berada di tangan sekelompok orang yang diwadahi suatu faksi atau partai politik.
Sebagai sebuah ideology, feodalisme telah hidup dalam waktu yang cukup lama walau dalam perkembangannya di beberapa kurun waktu, tempat dan kebudayaan yang berbeda, ia mendapatkan nuansa-nuansa yang juga berbeda.  Di Indonesia, feodalisme menjadi sebuah bentuk “pemberangusan”.  Setidaknya ada tiga hal yang diberangus oleh feodalisme ini,yaitu 1) daya kritis; 2) daya kreatif; 3) sikap fundamentalisme.  Feodalisme tidak hanya berkembang di Eropa, bahkan praktek feodalisme di Cina berkembang pada jauh abad sebelum masehi.  Selain itu, di Indonesia sendiri feodalisme pertama kali berkembang pada masa kerajaan Hindu dengan pembagian kasta-kasta.

  
DAFTAR PUSTAKA

1.         Henry S. Lucas, Sejarah Peradaban Barat Abad Pertengahan (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogyakarta, 1993), hlm. 141.
6.         http://www.pergerakankebangsaan.org/?p=679
7.         http://www.hendria.com/2010/06/feodalisme.html
8.         http://sejarah.kompasiana.com/2011/01/24/feodalisme-di-asia
9.         http://media .isnet.org/iptek/100/Shih.html
10.     http://www.pergerakankebangsaan.org/?p=679
11.     http://www.hendria.com/2010/06/feodalisme.html
12.     http://www.pergerakankebangsaan.org/?p=679
13.     http://media .isnet.org/iptek/100/Shih.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar