PENGEMBANGAN BERPIKIR SEJARAH
DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Stategi Belajar Mengajar
Bidang Studi
Dosen Pengampu Dr. Suranto, M.Pd
Oleh
Nuzulul Khoirunnisa’ (120210302103)
Kelas B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pembelajaran sejarah di
tingkat pendidikan dasar dan menengah yang telah berlangsung hingga kurikulum 1994
mengindikasikan suatu bentuk penyampaian informasi seputar fakta-fakta seperti
siapa, kapan dan di mana. Hal tersebut
menyebabkan pembelajaran dalam mata pelajaran sejarah kurang diminati para
peserta didik pada level yang dimaksud.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004) dan Kurikulum Standar Isi (2006)
merupakan suatu perubahan paradigma yang mendasar dalam pola pembelajaran,
khususnya pembelajaran sejarah.
Kurikulum yang sebelumnya berbasis materi (content-base) berubah menjadi
kurikulum yang berbasis kompetensi. Hal
ini menyebabkan proses pembelajaran yang teacher-center berubah menjadi
student-center yang merupakan active learning process.
Pengembangan kurikulum merupakan proses pengembangan
yang memperlihatkan bahwa pendidikan bersifat dinamis. Antisipasi terhadap perubahan di masyarakat
adalah merupakan tugas dari pengembang kurikulum. Kurikulum yang dikembangkan biasanya mengacu
kepada model yang sudah ada sebelumnya.
Rancangan baku kurikulum sejarah ini mencakup pandangan yang jelas
mengenai tempat dan hal-hal penting tentang sejarah pada pendidikan umum bagi
semua siswa di sekolah. Tumbuh
kembangnya dukungan bagi mata pelajaran sejarah yang lebih baik dimulai pada
tingkatan-tingkatan atau pada kelas-kelas awal dari pendidikan dasar adalah salah
satu pertanda yang membanggakan pada dekade ini. Permasalahannya tidak sedikit, tetapi yang
penting bagi masyarakat demokratis ini adalah “Pengetahuan Sejarah adalah
prakondisi bagi kecerdasan berpolitik”.
Tanpa sejarah, seseorang ataupun suatu bangsa tidak dapat
mengidentifikasi dan memecahkan segala permasalahan-permasalahan sosial,
politik atau isu-isu moral di masyarakat, sehingga akan sulit berperan aktif
dalam kehidupan bernegara yang demokratis seperti yang dicita-citakan. Hal yang menarik dari standar nasional
sejarah ini adalah diperkenalkannya dua konsep yang dikenal sebagai Historical
Thinking dan Historical Understanding.
Kedua konsep tersebut dijabarkan ke dalam serangkaian kemampuan standar
minimal yang bersifat umum di dalam lingkup kesejarahan yang harus dikuasai
oleh siswa sekolah pada setiap tingkatan.
Sedangkan untuk implementasinya diserahkan kepada kebebasan dan otoritas
guru selaku pengelola kelasnya masing-masing.
1.2.Rumusan
Masalah
1.2.1. Bagaimanakah
konsep dasar standar?
1.2.2. Bagaimanakah
standar nasional bagi pelajaran sejarah?
1.2.3. Bagaimanakah
konsep dasar hystorical thinking?
1.2.4. Apa
saja struktur kurikulum yang mengacu pada pemikiran standar based education?
1.3.Tujuan
1.3.1. Untuk
mengetahui konsep dasar standar
1.3.2. Untuk
mengetahui bagaimanakah standar nasional bagi pelajaran sejarah
1.3.3. Untuk
mengetahui bagaimanakah konsep dasar hystorical thinking
1.3.4. Untuk
mengetahui apa saja struktur kurikulum yang mengacu pada pemikiran standar
based learning
BAB
2 PEMBAHASAN
2.1.
Konsep Dasar Standar
Standar-standar dalam pembelajaran sejarah secara
eksplisit mempunyai tujuan umum yang memberikan kesempatan bagi semua siswa
untuk mencapainya.
Dalam sejarah, kemampuan standar yang harus dikuasai
tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Historical Thinking Skills,
kemampuan berpikir kesejarahan yang memungkinkan anak / siswa untuk membedakan
masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang; membangun pertanyaan;
mencari dan mengevaluasi bukti-bukti; membandingkan dan menganalisis
kisah-kisah sejarah, ilustrasi-ilustrasi dan catatan-catatan dari masa lalu;
menginterpretasikan catatan-catatan sejarah dan mengkonstruksinarsi sejarah
menurut versi masing-masing siswa.atau anak.
2.
Historical Understanding yang
menetapkan bahwa siswa sebaiknya mengetahui sejarah keluarganya, komunitasnya,
negara bagiannya, bangsa dan dunia.
Pengertian-pengertian ini dilukiskan berdasarkan
catatan-catatan mengenai aspirasi-aspirasi kemanusiaan, perjuangannya,
prestasi-prestasinya dan kegagalan-kegagalannya dalam sedikitnya lima ranah
kegiatan manusia, seperti sosial, poliltik ilmu dan teknologi, ekonomi dan
budaya (filosofi, religi dan estetika) yang dinilai tepat bagi anak / siswa.
2.2.
Standar Nasional Pelajaran Sejarah
Siswa-siswa sekarang dari berbagai jenjang, lebih dari
sebelumnya membutuhkan juga pengertian komprehensif mengenai Sejarah Dunia dan
Masyarakat dari berbagai budaya dan peradaban yang telah mengembangkan
ide-idenya, institusi-institusinya, serta pandangan hidup yang berbeda dengan
yang dimiliki oleh para siswa. Sehingga
para siswa dapat mengapresiasi perbedaan budaya-budaya di dunia, rasa
kemanusiaan dan permasalahan-permasalahan yang umum dialami manusia. Dengan demikian, para siswa dapat melihat
suatu permasalahan dari sudut pandang dan cara yang berbeda-beda dan menyadari
bahwa dengan mempelajari sejarah bangsa lain, maka pengertian mengenai segala
hal yang menyangkut sejarah bangsa para siswa dapat diperkuat lagi.
Historical Understanding mendasarkan pada suatu studi komparatif dalam sejarah
dunia yang tidak mengharuskan adanya pembuktian atau pun pemberian maaf atas
segala tragedi yang terjadi masyarakatnya sendiri ataupun masyarakat lainnya,
ataupun juga untuk mengingkari pentingnya pengujian kritis atas alternatif
sistem-sistem nilai dan dampaknya dalam mendukung atau menolak dasar-dasar
Hak-Hak Asasi Manusia serta keragaman aspirasi semua orang. Rangkaian pembelajaran ini secara langsung
dan bersamaan memberikan kontribusinya baik bagi pendidikan masyarakat sebagai
warga maupun pendidikan individual sebagai pribadi. Memori kesejarahan merupakan kunci menuju
identitas diri, untuk melihat posisi seseorang dalam suatu alur waktu dan
keterhubungan seseorang dengan seluruh umat manusia.
2.3.
Konsep
Dasar Hystorical Thinking
Sejarah,
jika dikembangkan dengan secara lengkap pada anak usia awal sekolah dapat
membuka kesempatan yang sangat luas baginya untuk menganalisis dan membangun
apresiasi terhadap seluruh bidang kehidupan manusia secara seutuhnya dan
terutama dalam hal interaksi di antara sesama manusia. Untuk itu siswa dituntut untuk aktif bertanya
dan belajar, serta bukan sekedar mendengarkan dan menyerap secara pasif segala
pengetahuan seperti fakta-fakta, nama-nama dan tanggal-tanggal. Secara nyata, historical understanding
menuntut siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah sejarah, mendengar dan
membaca cerita-cerita sejarah, bernarasi dan berliteratur secara bermakna,
berfikir dalam hubungan kausal, mewawancarai para pelaku sejarah dalam
komunitasnya, menganalisis dokumen, foto, surat kabar yang bersejarah,
catatan-catatan sejarah di museum dan situs kesejarahan dan membangun garis
waktu serta narasi masing-masing sejarahnya.
Secara esensial, aktifitas-aktifitas tersebut di atas dikenal sebagai active learning.
2.4.
Struktur
Kurikulum yang Mengacu Pada Pemikiran Standar Based Education
Menurut kebijakan yang dikemukakan oleh Departemen
Pendidikan Colorado (Colorado Dept. of Education, 1995), struktur kurikulum
yang mengacu pada pemikiran standard-based
education adalah sebagai berikut :
1.
Tujuan
Menentukan sistem pendidikan umum yang mempromosikan
pencapaian akademik tingkat tinggi melalui content kurikulum yang berkualitas
standar.
2.
Premis
Setiap siswa dapat mendemonstrasikan pencapaian
tingkat tinggi dalam sistem pendidikan umum yang memperkenalkan ekspektasi dan
keselarasan pengajaran, alternatif, ketepatan waktu dan penggunaan
sumber-sumber yang relevan.
3.
Yang termasuk
dalam pengertian standard based
Ø Kesepakatan di antara anggota masyarakat tentang
kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang harus dicapai oleh siswa
Ø Setiap siswa harus mencapai standar performansi yang
tinggi dalam matematika, sain, membaca, menulis, geografi, sejarah dan mata
pelajaran lainnya
Ø Mempertahankan bentuk latihan (practice) yang terbaik
Ø Ekspektasi yang realistis dan kesempatan belajar yang
selaras untuk setiap siswa
Atas dasar uraian di atas dapat dijelaskan bahwa standar-based education mengacu pada
aspek mutu dan relevansi. Menurut
Hansiswany (1998), Konsep Mutu berbicara tentang manusia (Ekspektasi yang realistik
dan kesempatan belajar yang selaras untuk setiap siswa) dan berbicara tentang
berapa banyak daya serap seseorang terhadap disiplin ilmu yang dipelajarinya
(setiap siswa harus mencapai standar performan yang tinggi dalam matematika,
sain, membaca, menulis, geografi, sejarah dan mata pelajaran lainnya). Sedangkan konsep relevansi, berbicara seberapa
besar muatan pendidikan berisikan apa yang diinginkan oleh masyarakat dan apa
yang berkembang dalam masyarakat. Dengan
demikian melalui standar-based
education tercermin apa yang ada dalam ilmu dan apa yang diinginkan oleh
masyarakat dijadikan standar sebagai apa yang ingin dicapai melalui pendidikan.
Dengan melihat aspek kesepakatan di antara masyarakat
(apa yang berkembang dan diinginkan oleh masyarakat) maka dasar filosofi yang
digunakan oleh standard-based
education adalah filosofis pragmatis yang melihat bahwa manusia berada dalam
lingkup keterhubungan dengan orang lain / alam / lingkungan, yang menimbulkan
kebutuhan sehingga manusia bekerjasama untuk memperbaiki kehidupan dan
lingkungan. Oleh karena itu pendidikan
dipandang tidak hanya berfungsi untuk pencapaian akademik tetapi juga
kemanfaatannya dalam bermasyarakat.
Menurut Bettelheim (Nash, 1996 : 2) mempelajari sejarah adalah “rich food for
their imagination, a sense of history, how the present situation come about”. Sejarah akan memperluas pengalaman siswa,
seperti dikatakan oleh Phenix (Nash, 1996:2) “a sense of personal involvement in exemplary
lives and significant events, an appreciation of values and vision of
greatness”. Sejarah menghubungkan
siswa dengan “akarnya” dan mengembangkan rasa memiliki (a sense of personal belonging).
Agar dapat mencapai apa yang dikemukakan oleh
Bettelheim maupun Phenix maka materi sejarah yang akan diberikan kepada siswa dikembangkan
berdasarkan 2 (dua) landasan utama, yaitu :
1.
Pemahaman sejarah
Pemahaman kesejarahan
didefinisikan sebagai apa yang harus diketahui oleh siswa tentang sejarah
(keluarga, masyarakat, negara dan dunia).
Pemahaman ini digambarkan dari catatan (aspirasi, usaha, perlakuan,
kegagalan) aktivitas manusia dalam aspek sosial, politik, sain dan teknologi,
ekonomi dan budaya yang diselaraskan dengan tingkat pemahaman siswa. Memperkenalkan sejarah, seperti sejarah keluarga,
sejarah masyarakat, sejarah nasional dan berbagai sejarah budaya bangsa-bangsa
di dunia, akan mengantarkan mereka pada kehidupan, aspirasi, perjuangan dan
usaha, serta kegagalan dari kehidupan nyata manusia yang secara kontekstual
disesuaikan dengan tingkat kematangan berpikir mereka. Sehingga jika diuraikan, maka akan kita
dapatkan tiga hal berikut ini :
Ø Melalui sejarah diperoleh pemahaman yang mendalam
tentang masyarakat, perbedaan dan perubahan pola struktur keluarga, perbedaan
peran laki-laki dan perempuan, peran anak dan kehidupan masa kanak-kanak, dalam
berbagai kelompok yang bervariasi dan hubungan antara individu dengan
kelompoknya.
Ø Melalui sejarah siswa memperoleh pemahaman yang
mendalam tentang pola ilmiah untuk mencari pemahaman tentang dunia tempat
manusia hidup dan melakukan sesuatu dengan lebih baik / efisien; pemahaman
tentang apa yang telah diperoleh manusia termasuk perkembangan sain dan
teknologi yang menciptakan terjadinya perubahan.
Ø Melalui sejarah siswa mulai memahami iklim politik
yang berkembang dalam masyarakat lokal hingga kepada masyarakat dunia. Hal yang penting sebagai inti permasalahan
ini adalah memahami nilai-nilai demokrasi.
2.
Keterampilan
berpikir kesejarahan
Keterampilan berpikir
kesejarahan adalah kemampuan yang harus dikembangkan agar siswa dapat
membedakan waktu lampau, masa kini dan masa yang akan datang; melihat dan
mengevaluasi evidensi; membandingkan dan menganalisis antara cerita sejarah,
ilustrasi dan catatan dari masa lalu; menginterpretasikan catatan sejarah; dan
membangun suatu cerita sejarah berdasarkan pemahaman yang sesuai dengan tingkat
perkembangan berpikirnya. Sejarah dapat
membuka kesempatan bagi siswa untuk melakukan analisis dan mengembangkan
analisis terhadap aktivitas manusia dan hubungannya dengan sesama.
Agar dapat tercipta atmosfir
yang demikian, maka siswa harus dikondisikan untuk aktif bertanya dan belajar (active learning),
tidak hanya secara pasif menyerap informasi berupa fakta, nama dan angka tahun
sebagai suatu kebenaran. Terdapat 5
(lima) bentuk berpikir kesejarahan yang dapat mengembangkan kemampuan
keterampilan berpikir kesejarahan yakni :
Ø Chronological Thinking (berpikir kronologis), yaitu membangun tahap awal dari
pengertian atas waktu (masa lalu, sekarang dan masa datang), untuk dapat
mengidentifikasi urutan waktu atas setiap kejadian, mengukur waktu kalender,
menginterpretasikan dan menyusun garis waktu serta menjelaskan konsep
kesinambungan sejarah dan perubahannya.
Dalam kehidupan sehari-hari
kita sering mendengar istilah kronologi. Kronologi biasanya digunakan dalam
melihat suatu peristiwa. Misalkan
peristiwa kecelakaan. Untuk mengungkap
bagaimana kecelakaan itu terjadi, polisi akan menghubungkan berbagai fakta yang
ditemukan dan menganalisa hubungan sebab akibatnya. Fakta-fakta tersebut kemudian direkonstruksi
dalam bentuk kronologi kejadian. Dengan
cara seperti ini, maka polisi dapat menemukan apa yang menjadi penyebab
kecelakaan tersebut.
Begitu pula dengan kronologi
sejarah. Kronologi sejarah adalah catatan kejadian-kejadian atau peristiwa sejarah
yang diurutkan sesuai dengan waktu terjadinya. Kronologi dalam peristiwa sejarah dapat
membantu merekonstruksi kembali suatu peristiwa berdasarkan urutan waktu secara
tepat, selain itu dapat juga membantu untuk membandingkan kejadian sejarah
dalam waktu yang sama di tempat berbeda yang terkait peristiwanya.
Ciri-ciri
kronologi antara lain :
a. Dalam
urutan waktu
b. Terbatas
dalam ruang
Tujuan
dibuatnya kronologi dalam sejarah adalah :
a. Agar
penyusunan berbagai peristiwa sejarah dalam periodisasi tertentu tidak tumpang
tindih atau rancu dengan metode lainnya.
Kronologi sejarah berarti sesuai dengan urutan waktu kejadian dari
peristiwa sejarah tersebut sehingga tidak berlangsung secara
loncat-loncat. Walaupun demikian susunan
kejadian berdasarkan urutan waktu tersebut harus tetap berkesinambungan dan
menunjukkan kausalitas (sebab-akibat).
b. Sebagai dasar penyusunan cerita sejarah
Louis Gotsschalk (1983:149) menyimpulkan
“penyusunan data sejarah yang paling masuk akal adalah penyusunan secara
kronologis, yakni dalam periode-periode waktu.
Sebabnya karena kronologi
kiranya merupakan satu-satunya norma obyektif dan konstan yang harus
diperhitungkan oleh sejarawan.”
c. Mengetahui
peristiwa sejarah secara kronologis
Penyusunan cerita sejarah secara kronologis memudahkan kita dalam
mengetahui urut-urutan terjadinya suatu peristiwa.
Kronologi menghindarkan kita dari keharusan mengulangi
kisah mengenai peristiwa-peristiwa yang sama. Periodisasi
yang kronologis dapat mengungkapkan dan menjelaskan sebab-akibat suatu
peristiwa.
Ø Historical Comprehension, mencakup kemampuan untuk mendengar dan membaca
cerita dan narasi sejarah dengan penuh pengertian, untuk mengidentifikasi
elemen dasar dari suatu narasi atau struktur kisah dan untuk mengembangkan
kemampuan menggambarkan masa lalu berdasarkan pengalaman pelaku sejarah,
literatur sejarah, seni, artefak dan catatan-catatan sejarah dari masanya.
Ø Historical Analysis and
Interpretation, mencakup kemampuan untuk
membandingkan dan membedakan pengalaman-pengalaman, kepercayaan, motivasi,
tradisi, harapan-harapan dan ketakutan-ketakutan dari masyarakat yang
berbeda-beda secara kelompok maupun berdasarkan latarbelakangnya, pada kurun
waktu yang bervariasi.
Ø Historical Research
Capabilities, mencakup kemampuan untuk
memformulasikan pertanyaan-pertanyaan sejarah berdasarkan dokumen-dokumen
bersejarah, foto-foto, artefak, kunjungan ke situs bersejarah dan dari
kesaksian pelaku sejarah.
Ø Historical issues-analysis
and Decision Making, mencakup kemampuan
mengidentifikasi permasalahan yang dikonfrontasikan masyarakat terhadap suatu
literatur sejarah, komunitas lokal, negara bagian; untuk menganalisis
kepentingan dan motivasi yang bervariasi dari suatu masyarakat yang
terperangkap dalam situasi tersebut; untuk mengevaluasi alternatif pemecahan
masalah guna membangun keputusan dalam rangka menindaklanjutinya.
Kelima bentuk keterampilan
berpikir kesejarahan tersebut menjadikan pembelajaran sejarah lebih bermakna
daripada sekedar sebuah hafalan rangkaian fakta. Kunci untuk dapat merealisasikan pembelajaran
sejarah seperti dimaksud di atas terletak pada pendidik selaku “life-curriculum”. Perubahan paradigma pembelajaran yang
berbasis materi ke pembelajaran yang berbasis kompetensi merupakan suatu
keniscayaan. Penguasaan berbagai
pendekatan dan metode pembelajaran dari para pendidiknya sangat diperlukan
untuk memfasilitasi terjadinya pembelajaran yang bermakna (meaningful learning). Melalui pembelajaran yang bermakna tersebut
maka diharapkan para peserta didik dapat berkembang menjadi individu yang dapat
berperan penting sebagai individu, sebagai warga masyarakat dan sebagai warga
dunia.
BAB 3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Standar-standar dalam pembelajaran sejarah secara
eksplisit mempunyai tujuan umum yang memberikan kesempatan bagi semua siswa
untuk mencapainya. Dalam sejarah,
kemampuan standar yang harus dikuasai tersebut adalah Historical Thinking Skills dan Historical Understanding.
Historical Understanding mendasarkan pada suatu studi komparatif dalam sejarah
dunia yang tidak mengharuskan adanya pembuktian atau pun pemberian maaf atas
segala tragedi yang terjadi masyarakatnya sendiri ataupun masyarakat lainnya,
ataupun juga untuk mengingkari pentingnya pengujian kritis atas alternatif
sistem-sistem nilai dan dampaknya dalam mendukung atau menolak dasar-dasar
Hak-Hak Asasi Manusia serta keragaman aspirasi semua orang. Secara nyata, historical understanding
menuntut siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah sejarah, mendengar dan
membaca cerita-cerita sejarah, bernarasi dan berliteratur secara bermakna,
berfikir dalam hubungan kausal, mewawancarai para pelaku sejarah dalam
komunitasnya, menganalisis dokumen, foto, surat kabar yang bersejarah,
catatan-catatan sejarah di museum dan situs kesejarahan dan membangun garis
waktu serta narasi masing-masing sejarahnya.
Secara esensial, aktifitas-aktifitas tersebut di atas dikenal sebagai active learning.
Menurut kebijakan yang dikemukakan oleh Departemen
Pendidikan Colorado (Colorado Dept. of Education, 1995), struktur kurikulum
yang mengacu pada pemikiran standard-based
education adalah tujuan, premis dan yang termasuk dalam pengertian
standard based.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Kamarga, H. 2000. Advance Organizers: Sebuah
Model Pembelajaran dalam Mengembangkan Aspek Berpikir Kesejarahan di Sekolah
Dasar. Historia Jurnal Pendidikan Sejarah No.2, Vol.I, tahun 2000. Bandung:
Historia Utama Press.
2.
Gottschalk, L. 1983. Mengerti Sejarah. terj. Nugroho
Notosusanto. Jakarta: Universitas Indonesia.
3.
http://blosquad.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar