Rabu, 17 Desember 2014

TUGAS STRATEGI BELAJAR MENGAJAR BIDANG STUDI "PENGEMBANGAN BERPIKIR SEJARAH DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH"






Hasil gambar untuk unej



PENGEMBANGAN BERPIKIR SEJARAH
DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Stategi Belajar Mengajar
Bidang Studi
Dosen Pengampu Dr. Suranto, M.Pd


Oleh
Nuzulul Khoirunnisa’ (120210302103)
Kelas B



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014


BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Pembelajaran sejarah di tingkat pendidikan dasar dan menengah yang telah berlangsung hingga kurikulum 1994 mengindikasikan suatu bentuk penyampaian informasi seputar fakta-fakta seperti siapa, kapan dan di mana.  Hal tersebut menyebabkan pembelajaran dalam mata pelajaran sejarah kurang diminati para peserta didik pada level yang dimaksud.  Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004) dan Kurikulum Standar Isi (2006) merupakan suatu perubahan paradigma yang mendasar dalam pola pembelajaran, khususnya pembelajaran sejarah.  Kurikulum yang sebelumnya berbasis materi (content-base) berubah menjadi kurikulum yang berbasis kompetensi.  Hal ini menyebabkan proses pembelajaran yang teacher-center berubah menjadi student-center yang merupakan active learning process.
Pengembangan kurikulum merupakan proses pengembangan yang memperlihatkan bahwa pendidikan bersifat dinamis.  Antisipasi terhadap perubahan di masyarakat adalah merupakan tugas dari pengembang kurikulum.  Kurikulum yang dikembangkan biasanya mengacu kepada model yang sudah ada sebelumnya.  Rancangan baku kurikulum sejarah ini mencakup pandangan yang jelas mengenai tempat dan hal-hal penting tentang sejarah pada pendidikan umum bagi semua siswa di sekolah.  Tumbuh kembangnya dukungan bagi mata pelajaran sejarah yang lebih baik dimulai pada tingkatan-tingkatan atau pada kelas-kelas awal dari pendidikan dasar adalah salah satu pertanda yang membanggakan pada dekade ini.  Permasalahannya tidak sedikit, tetapi yang penting bagi masyarakat demokratis ini adalah “Pengetahuan Sejarah adalah prakondisi bagi kecerdasan berpolitik”.  Tanpa sejarah, seseorang ataupun suatu bangsa tidak dapat mengidentifikasi dan memecahkan segala permasalahan-permasalahan sosial, politik atau isu-isu moral di masyarakat, sehingga akan sulit berperan aktif dalam kehidupan bernegara yang demokratis seperti yang dicita-citakan.  Hal yang menarik dari standar nasional sejarah ini adalah diperkenalkannya dua konsep yang dikenal sebagai Historical Thinking dan Historical Understanding.  Kedua konsep tersebut dijabarkan ke dalam serangkaian kemampuan standar minimal yang bersifat umum di dalam lingkup kesejarahan yang harus dikuasai oleh siswa sekolah pada setiap tingkatan.  Sedangkan untuk implementasinya diserahkan kepada kebebasan dan otoritas guru selaku pengelola kelasnya masing-masing.

1.2.Rumusan Masalah
1.2.1.   Bagaimanakah konsep dasar standar?
1.2.2.   Bagaimanakah standar nasional bagi pelajaran sejarah?
1.2.3.   Bagaimanakah konsep dasar hystorical thinking?
1.2.4.   Apa saja struktur kurikulum yang mengacu pada pemikiran standar based education?

1.3.Tujuan
1.3.1.   Untuk mengetahui konsep dasar standar
1.3.2.   Untuk mengetahui bagaimanakah standar nasional bagi pelajaran sejarah
1.3.3.   Untuk mengetahui bagaimanakah konsep dasar hystorical thinking
1.3.4.   Untuk mengetahui apa saja struktur kurikulum yang mengacu pada pemikiran standar based learning

 
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar Standar
Standar-standar dalam pembelajaran sejarah secara eksplisit mempunyai tujuan umum yang memberikan kesempatan bagi semua siswa untuk mencapainya.
Dalam sejarah, kemampuan standar yang harus dikuasai tersebut adalah sebagai berikut :
1.   Historical Thinking Skills, kemampuan berpikir kesejarahan yang memungkinkan anak / siswa untuk membedakan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang; membangun pertanyaan; mencari dan mengevaluasi bukti-bukti; membandingkan dan menganalisis kisah-kisah sejarah, ilustrasi-ilustrasi dan catatan-catatan dari masa lalu; menginterpretasikan catatan-catatan sejarah dan mengkonstruksinarsi sejarah menurut versi masing-masing siswa.atau anak.
2.   Historical Understanding yang menetapkan bahwa siswa sebaiknya mengetahui sejarah keluarganya, komunitasnya, negara bagiannya, bangsa dan dunia.
Pengertian-pengertian ini dilukiskan berdasarkan catatan-catatan mengenai aspirasi-aspirasi kemanusiaan, perjuangannya, prestasi-prestasinya dan kegagalan-kegagalannya dalam sedikitnya lima ranah kegiatan manusia, seperti sosial, poliltik ilmu dan teknologi, ekonomi dan budaya (filosofi, religi dan estetika) yang dinilai tepat bagi anak / siswa.

2.2. Standar Nasional Pelajaran Sejarah
Siswa-siswa sekarang dari berbagai jenjang, lebih dari sebelumnya membutuhkan juga pengertian komprehensif mengenai Sejarah Dunia dan Masyarakat dari berbagai budaya dan peradaban yang telah mengembangkan ide-idenya, institusi-institusinya, serta pandangan hidup yang berbeda dengan yang dimiliki oleh para siswa.  Sehingga para siswa dapat mengapresiasi perbedaan budaya-budaya di dunia, rasa kemanusiaan dan permasalahan-permasalahan yang umum dialami manusia.  Dengan demikian, para siswa dapat melihat suatu permasalahan dari sudut pandang dan cara yang berbeda-beda dan menyadari bahwa dengan mempelajari sejarah bangsa lain, maka pengertian mengenai segala hal yang menyangkut sejarah bangsa para siswa dapat diperkuat lagi.
Historical Understanding mendasarkan pada suatu studi komparatif dalam sejarah dunia yang tidak mengharuskan adanya pembuktian atau pun pemberian maaf atas segala tragedi yang terjadi masyarakatnya sendiri ataupun masyarakat lainnya, ataupun juga untuk mengingkari pentingnya pengujian kritis atas alternatif sistem-sistem nilai dan dampaknya dalam mendukung atau menolak dasar-dasar Hak-Hak Asasi Manusia serta keragaman aspirasi semua orang.  Rangkaian pembelajaran ini secara langsung dan bersamaan memberikan kontribusinya baik bagi pendidikan masyarakat sebagai warga maupun pendidikan individual sebagai pribadi.  Memori kesejarahan merupakan kunci menuju identitas diri, untuk melihat posisi seseorang dalam suatu alur waktu dan keterhubungan seseorang dengan seluruh umat manusia.

2.3.   Konsep Dasar Hystorical Thinking
Sejarah, jika dikembangkan dengan secara lengkap pada anak usia awal sekolah dapat membuka kesempatan yang sangat luas baginya untuk menganalisis dan membangun apresiasi terhadap seluruh bidang kehidupan manusia secara seutuhnya dan terutama dalam hal interaksi di antara sesama manusia.  Untuk itu siswa dituntut untuk aktif bertanya dan belajar, serta bukan sekedar mendengarkan dan menyerap secara pasif segala pengetahuan seperti fakta-fakta, nama-nama dan tanggal-tanggal.  Secara nyata, historical understanding menuntut siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah sejarah, mendengar dan membaca cerita-cerita sejarah, bernarasi dan berliteratur secara bermakna, berfikir dalam hubungan kausal, mewawancarai para pelaku sejarah dalam komunitasnya, menganalisis dokumen, foto, surat kabar yang bersejarah, catatan-catatan sejarah di museum dan situs kesejarahan dan membangun garis waktu serta narasi masing-masing sejarahnya.  Secara esensial, aktifitas-aktifitas tersebut di atas dikenal sebagai active learning.

2.4.   Struktur Kurikulum yang Mengacu Pada Pemikiran Standar Based Education
Menurut kebijakan yang dikemukakan oleh Departemen Pendidikan Colorado (Colorado Dept. of Education, 1995), struktur kurikulum yang mengacu pada pemikiran standard-based education adalah sebagai berikut :
1.      Tujuan
Menentukan sistem pendidikan umum yang mempromosikan pencapaian akademik tingkat tinggi melalui content kurikulum yang berkualitas standar.
2.      Premis
Setiap siswa dapat mendemonstrasikan pencapaian tingkat tinggi dalam sistem pendidikan umum yang memperkenalkan ekspektasi dan keselarasan pengajaran, alternatif, ketepatan waktu dan penggunaan sumber-sumber yang relevan.
3.      Yang termasuk dalam pengertian standard based
Ø Kesepakatan di antara anggota masyarakat tentang kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang harus dicapai oleh siswa
Ø Setiap siswa harus mencapai standar performansi yang tinggi dalam matematika, sain, membaca, menulis, geografi, sejarah dan mata pelajaran lainnya
Ø Mempertahankan bentuk latihan (practice) yang terbaik
Ø Ekspektasi yang realistis dan kesempatan belajar yang selaras untuk setiap siswa
Atas dasar uraian di atas dapat dijelaskan bahwa standar-based education mengacu pada aspek mutu dan relevansi.  Menurut Hansiswany (1998), Konsep Mutu berbicara tentang manusia (Ekspektasi yang realistik dan kesempatan belajar yang selaras untuk setiap siswa) dan berbicara tentang berapa banyak daya serap seseorang terhadap disiplin ilmu yang dipelajarinya (setiap siswa harus mencapai standar performan yang tinggi dalam matematika, sain, membaca, menulis, geografi, sejarah dan mata pelajaran lainnya).  Sedangkan konsep relevansi, berbicara seberapa besar muatan pendidikan berisikan apa yang diinginkan oleh masyarakat dan apa yang berkembang dalam masyarakat.  Dengan demikian melalui standar-based education tercermin apa yang ada dalam ilmu dan apa yang diinginkan oleh masyarakat dijadikan standar sebagai apa yang ingin dicapai melalui pendidikan.
Dengan melihat aspek kesepakatan di antara masyarakat (apa yang berkembang dan diinginkan oleh masyarakat) maka dasar filosofi yang digunakan oleh standard-based education adalah filosofis pragmatis yang melihat bahwa manusia berada dalam lingkup keterhubungan dengan orang lain / alam / lingkungan, yang menimbulkan kebutuhan sehingga manusia bekerjasama untuk memperbaiki kehidupan dan lingkungan.  Oleh karena itu pendidikan dipandang tidak hanya berfungsi untuk pencapaian akademik tetapi juga kemanfaatannya dalam bermasyarakat.  Menurut Bettelheim (Nash, 1996 : 2) mempelajari sejarah adalah “rich food for their imagination, a sense of history, how the present situation come about”.  Sejarah akan memperluas pengalaman siswa, seperti dikatakan oleh Phenix (Nash, 1996:2) “a sense of personal involvement in exemplary lives and significant events, an appreciation of values and vision of greatness”.  Sejarah menghubungkan siswa dengan “akarnya” dan mengembangkan rasa memiliki (a sense of personal belonging).
Agar dapat mencapai apa yang dikemukakan oleh Bettelheim maupun Phenix maka materi sejarah yang akan diberikan kepada siswa dikembangkan berdasarkan 2 (dua) landasan utama, yaitu :
1.   Pemahaman sejarah
Pemahaman kesejarahan didefinisikan sebagai apa yang harus diketahui oleh siswa tentang sejarah (keluarga, masyarakat, negara dan dunia).  Pemahaman ini digambarkan dari catatan (aspirasi, usaha, perlakuan, kegagalan) aktivitas manusia dalam aspek sosial, politik, sain dan teknologi, ekonomi dan budaya yang diselaraskan dengan tingkat pemahaman siswa.  Memperkenalkan sejarah, seperti sejarah keluarga, sejarah masyarakat, sejarah nasional dan berbagai sejarah budaya bangsa-bangsa di dunia, akan mengantarkan mereka pada kehidupan, aspirasi, perjuangan dan usaha, serta kegagalan dari kehidupan nyata manusia yang secara kontekstual disesuaikan dengan tingkat kematangan berpikir mereka.  Sehingga jika diuraikan, maka akan kita dapatkan tiga hal berikut ini :
Ø Melalui sejarah diperoleh pemahaman yang mendalam tentang masyarakat, perbedaan dan perubahan pola struktur keluarga, perbedaan peran laki-laki dan perempuan, peran anak dan kehidupan masa kanak-kanak, dalam berbagai kelompok yang bervariasi dan hubungan antara individu dengan kelompoknya.
Ø Melalui sejarah siswa memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pola ilmiah untuk mencari pemahaman tentang dunia tempat manusia hidup dan melakukan sesuatu dengan lebih baik / efisien; pemahaman tentang apa yang telah diperoleh manusia termasuk perkembangan sain dan teknologi yang menciptakan terjadinya perubahan.
Ø Melalui sejarah siswa mulai memahami iklim politik yang berkembang dalam masyarakat lokal hingga kepada masyarakat dunia.  Hal yang penting sebagai inti permasalahan ini adalah memahami nilai-nilai demokrasi.
2.   Keterampilan berpikir kesejarahan
Keterampilan berpikir kesejarahan adalah kemampuan yang harus dikembangkan agar siswa dapat membedakan waktu lampau, masa kini dan masa yang akan datang; melihat dan mengevaluasi evidensi; membandingkan dan menganalisis antara cerita sejarah, ilustrasi dan catatan dari masa lalu; menginterpretasikan catatan sejarah; dan membangun suatu cerita sejarah berdasarkan pemahaman yang sesuai dengan tingkat perkembangan berpikirnya.  Sejarah dapat membuka kesempatan bagi siswa untuk melakukan analisis dan mengembangkan analisis terhadap aktivitas manusia dan hubungannya dengan sesama.
Agar dapat tercipta atmosfir yang demikian, maka siswa harus dikondisikan untuk aktif bertanya dan belajar (active learning), tidak hanya secara pasif menyerap informasi berupa fakta, nama dan angka tahun sebagai suatu kebenaran.  Terdapat 5 (lima) bentuk berpikir kesejarahan yang dapat mengembangkan kemampuan keterampilan berpikir kesejarahan yakni :
Ø  Chronological Thinking (berpikir kronologis), yaitu membangun tahap awal dari pengertian atas waktu (masa lalu, sekarang dan masa datang), untuk dapat mengidentifikasi urutan waktu atas setiap kejadian, mengukur waktu kalender, menginterpretasikan dan menyusun garis waktu serta menjelaskan konsep kesinambungan sejarah dan perubahannya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah kronologi.  Kronologi biasanya digunakan dalam melihat suatu peristiwa.  Misalkan peristiwa kecelakaan.  Untuk mengungkap bagaimana kecelakaan itu terjadi, polisi akan menghubungkan berbagai fakta yang ditemukan dan menganalisa hubungan sebab akibatnya.  Fakta-fakta tersebut kemudian direkonstruksi dalam bentuk kronologi kejadian.  Dengan cara seperti ini, maka polisi dapat menemukan apa yang menjadi penyebab kecelakaan tersebut.
Begitu pula dengan kronologi sejarah.  Kronologi sejarah adalah catatan kejadian-kejadian atau peristiwa sejarah yang diurutkan sesuai dengan waktu terjadinya.  Kronologi dalam peristiwa sejarah dapat membantu merekonstruksi kembali suatu peristiwa berdasarkan urutan waktu secara tepat, selain itu dapat juga membantu untuk membandingkan kejadian sejarah dalam waktu yang sama di tempat berbeda yang terkait peristiwanya.
Ciri-ciri kronologi antara lain :
a.    Dalam urutan waktu
b.   Terbatas dalam ruang
Tujuan dibuatnya kronologi dalam sejarah adalah :
a.    Agar penyusunan berbagai peristiwa sejarah dalam periodisasi tertentu tidak tumpang tindih atau rancu dengan metode lainnya.  Kronologi sejarah berarti sesuai dengan urutan waktu kejadian dari peristiwa sejarah tersebut sehingga tidak berlangsung secara loncat-loncat.  Walaupun demikian susunan kejadian berdasarkan urutan waktu tersebut harus tetap berkesinambungan dan menunjukkan kausalitas (sebab-akibat).
b.   Sebagai dasar penyusunan cerita sejarah
Louis Gotsschalk (1983:149) menyimpulkan “penyusunan data sejarah yang paling masuk akal adalah penyusunan secara kronologis, yakni dalam periode-periode waktu.  Sebabnya karena kronologi kiranya merupakan satu-satunya norma obyektif dan konstan yang harus diperhitungkan oleh sejarawan.”
c.    Mengetahui peristiwa sejarah secara kronologis
Penyusunan cerita sejarah secara kronologis memudahkan kita dalam mengetahui urut-urutan terjadinya suatu peristiwa.  Kronologi menghindarkan kita dari keharusan mengulangi kisah mengenai peristiwa-peristiwa yang sama.  Periodisasi yang kronologis dapat mengungkapkan dan menjelaskan sebab-akibat suatu peristiwa.
Ø  Historical Comprehension, mencakup kemampuan untuk mendengar dan membaca cerita dan narasi sejarah dengan penuh pengertian, untuk mengidentifikasi elemen dasar dari suatu narasi atau struktur kisah dan untuk mengembangkan kemampuan menggambarkan masa lalu berdasarkan pengalaman pelaku sejarah, literatur sejarah, seni, artefak dan catatan-catatan sejarah dari masanya.
Ø  Historical Analysis and Interpretation, mencakup kemampuan untuk membandingkan dan membedakan pengalaman-pengalaman, kepercayaan, motivasi, tradisi, harapan-harapan dan ketakutan-ketakutan dari masyarakat yang berbeda-beda secara kelompok maupun berdasarkan latarbelakangnya, pada kurun waktu yang bervariasi.
Ø  Historical Research Capabilities, mencakup kemampuan untuk memformulasikan pertanyaan-pertanyaan sejarah berdasarkan dokumen-dokumen bersejarah, foto-foto, artefak, kunjungan ke situs bersejarah dan dari kesaksian pelaku sejarah.
Ø  Historical issues-analysis and Decision Making, mencakup kemampuan mengidentifikasi permasalahan yang dikonfrontasikan masyarakat terhadap suatu literatur sejarah, komunitas lokal, negara bagian; untuk menganalisis kepentingan dan motivasi yang bervariasi dari suatu masyarakat yang terperangkap dalam situasi tersebut; untuk mengevaluasi alternatif pemecahan masalah guna membangun keputusan dalam rangka menindaklanjutinya.
Kelima bentuk keterampilan berpikir kesejarahan tersebut menjadikan pembelajaran sejarah lebih bermakna daripada sekedar sebuah hafalan rangkaian fakta.  Kunci untuk dapat merealisasikan pembelajaran sejarah seperti dimaksud di atas terletak pada pendidik selaku “life-curriculum”.  Perubahan paradigma pembelajaran yang berbasis materi ke pembelajaran yang berbasis kompetensi merupakan suatu keniscayaan.  Penguasaan berbagai pendekatan dan metode pembelajaran dari para pendidiknya sangat diperlukan untuk memfasilitasi terjadinya pembelajaran yang bermakna (meaningful learning).  Melalui pembelajaran yang bermakna tersebut maka diharapkan para peserta didik dapat berkembang menjadi individu yang dapat berperan penting sebagai individu, sebagai warga masyarakat dan sebagai warga dunia.
 

BAB 3 PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Standar-standar dalam pembelajaran sejarah secara eksplisit mempunyai tujuan umum yang memberikan kesempatan bagi semua siswa untuk mencapainya.  Dalam sejarah, kemampuan standar yang harus dikuasai tersebut adalah Historical Thinking Skills dan Historical Understanding.
Historical Understanding mendasarkan pada suatu studi komparatif dalam sejarah dunia yang tidak mengharuskan adanya pembuktian atau pun pemberian maaf atas segala tragedi yang terjadi masyarakatnya sendiri ataupun masyarakat lainnya, ataupun juga untuk mengingkari pentingnya pengujian kritis atas alternatif sistem-sistem nilai dan dampaknya dalam mendukung atau menolak dasar-dasar Hak-Hak Asasi Manusia serta keragaman aspirasi semua orang.  Secara nyata, historical understanding menuntut siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah sejarah, mendengar dan membaca cerita-cerita sejarah, bernarasi dan berliteratur secara bermakna, berfikir dalam hubungan kausal, mewawancarai para pelaku sejarah dalam komunitasnya, menganalisis dokumen, foto, surat kabar yang bersejarah, catatan-catatan sejarah di museum dan situs kesejarahan dan membangun garis waktu serta narasi masing-masing sejarahnya.  Secara esensial, aktifitas-aktifitas tersebut di atas dikenal sebagai active learning.
Menurut kebijakan yang dikemukakan oleh Departemen Pendidikan Colorado (Colorado Dept. of Education, 1995), struktur kurikulum yang mengacu pada pemikiran standard-based education adalah tujuan, premis dan yang termasuk dalam pengertian standard based.
 

DAFTAR PUSTAKA

1.      Kamarga, H. 2000. Advance Organizers: Sebuah Model Pembelajaran dalam Mengembangkan Aspek Berpikir Kesejarahan di Sekolah Dasar. Historia Jurnal Pendidikan Sejarah No.2, Vol.I, tahun 2000. Bandung: Historia Utama Press.
2.      Gottschalk, L. 1983. Mengerti Sejarah. terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta: Universitas Indonesia.
3.      http://blosquad.blogspot.com/










Tidak ada komentar:

Posting Komentar