PENGEMBANGAN KREATIVITAS PESERTA DIDIK
DALAM
PEMBELAJARAN SEJARAH
“Strategi Guru Untuk Mengembangkan Kreativitas
Peserta Didik
Dalam Pembelajaran Sejarah”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampu Dr. Suranto, M.Pd
Oleh
Nuzulul Khoirunnisa’ (120210302103)
Kelas B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Kreatifitas merupakan
kata yang mudah diucapkan, tetapi susah untuk diartikan, bahkan susah untuk
dijalankan dalam kehidupan sehari-hari bagi yang belum terbiasa dan yang masih
terbelenggu dengan pikiran bahwa kreativitas itu harus menghasilkan ciptaan
yang luar biasa hebat. Banyak orang
mengatakan bahwa kreativitas itu suatu cara berfikir untuk keluar dari masalah
hidup keseharian yang melingkupi dan membelitnya. Kreatifitas itu sikap dan pola pikir yang
dapat menciptakan sesuatu yang baru, baik baru menurut dirinya maupun baru
menurut orang lain. Kreativitas itu berhubungan
penciptaan sesuatu yang baru dan orisinal.
Kreatifitas berhubungan dengan pola pikir yang dapat menghubungkan suatu
masalah atau fenomena dengan unsur-unsur yang lain sehingga menjadi sesuatu
yang baru. Bahkan kreativitas dapat
diartikan sebagai pola pikir yang dapat menciptakan sesuatu yang baru. Uraian diatas merupakan pengertian
kreativitas bagi orang-orang yang belum memahami benar apa makna dari
kreativitas.
Kreativitas
memiliki karakteristik yang beragam dan teori yang beragam. Kreativitas itu sangatlah luas. Kreativitas memilik pola dsar IDEA yang
berarti dalam kreativitas didalamnya harus memuat Imajinasi, yang kemudian
setelah imajinasi tersebut didapatkan, dapat ditulis dan menjadi Data yang
kemudian data tersebut di Evaluasi dan dari hasil evaluasi tersebut mendapatkan
Aksi. Didalam melaksanakan kreativitas,
memang tidaklah mudah. Dalam
mengembangkan kretivitas masih terdapat adanya banyak kendala yang memang harus
disiasati. Untuk itu, dalam makalah ini
penulis menulis beberapa poin besar dalam kreativitas yaitu konsep dasar
kreativitas itu sendiri seperti apa, arti kreativitas menurut para ahli itu
sendiri seperti apa, apa sajakah jenis-jenis kreativitas itu dan bagaimana cara
guru mengembangkan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran secara umum dan
khususnya dalam pembelajaran sejarah.
1.2.
Rumusan
Masalah
1.2.1. Bagaimanakah
konsep dasar kreativitas itu?
1.2.2. Apa
sajakah jenis-jenis kreativitas itu?
1.2.3. Bagaimanakah
cara guru mengembangkan krativitas peserta didik dalam pembelajaran sejarah?
1.3.
Tujuan
1.3.1. Untuk
mengetahui konsep dasar kreativitas
1.3.2. Untuk
mengetahui apa sajakah jenis-jenis kreativitas itu
1.3.3. Untuk
mengetahui bagaimanakah langkah-langkah atau cara yang dilakukan guru dalam
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran sejarah
BAB
2 PEMBAHASAN
2.1. Konsep Dasar Kreativitas
Konsep dasar kreatifitas menurut
para ahli sangat beragam. Dibawah ini
definisi menurut para ahli mengenai pengertian kreatifitas antara lain :
a.
Menurut
Olson, kreativitas itu merupakan kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau
berkreasi. Setiap manusia diberikan akal
pikiran untuk dapat mencerna sesuatu hal-hal sehingga timbul suatu hasil yang
diciptakan dari pemikiran kreatif tersebut.
b.
Menurut
Churlock, kreativitas adalah proses menghasilkan sesuatu yang baru, baik
gagasan maupun objek dalam suatu bentuk susunan baru, menciptakan suatu ide
baru merupakan suatu tolak ukur konsep dasar kreativitas yang dimiliki
sesorang.
c.
Menurut
Evan, kreativitas itu adalah keterampilan untuk menemukan sesuatu yang
baru. Memandang subjek dari perspektif
yang baru dan membentuk kombinasi yang baru dari 2 atau lebih suatu konsep.
d.
Utami Munandar (1995 : 25)
kreativitas adalah suatu kemampuan umum untuk menciptakan suatu yang baru,
sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan
dalam pemecahan masalah atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan
baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.
e.
Imam Musbikin (2006 : 6) kreativitas
adalah kemampuan memulai ide, melihat hubungan yang baru atau tak diduga
sebelumnya, kemampuan memformulasikan konsep yang tak sekedar menghafal,
menciptakan jawaban baru untuk soal-soal yang ada dan mendapatkan pertanyaan
baru yang perlu di jawab.
f.
Mangunhardjana (1986 : 11) adalah
kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya berguna (useful), lebih enak,
lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik,
memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan
hasil lebih baik atau banyak.
g.
Sternberg
(1988),
kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis,
yaitu intelegensi, gaya kognitif dan kepribadian / motivasi.
h.
Baron (1969) yang menyatakan
kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang
baru.
i.
Supriyadi dalam Yeni Rachmawati
dan Euis Kurniati (2005 : 15) mengutarakan bahwa kreativitas adalah kemampuan
seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya
nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada. Selanjutnya ia menambahkan bahwa kreativitas
merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang mengimplikasikan terjadinya
eskalasi dalam kemampuan berpikir, ditandai oleh suksesi, diskontinuitas,
diverensiasi dan integrasi antara setiap tahap perkembangan.
j.
Clark Moustakis (1967), ahli psikologi
humanistic menyatakan bahwa kreativitas adalah pengalaman mengekspresikan dan
mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan
dengan diri sendiri, dengan alam dan dengan orang lain.
k.
Rhodes,
umumnya kreativitas didefinisikan sebagai Person, Process, Press, Product. Keempat P ini saling berkaitan, yaitu Pribadi
(Person) kreatif yang melibatkan diri dalam proses (Process) kreatif dan dengan
dorongan dan dukungan (Press) dari lingkungan, menghasilkan produk (Product)
kreatif.
l.
Hulbeck (1945), “ Creative
action is an imposing of one’s own whole personality on the environment in an
unique and characteristic way”. Dimana
tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi
dengan lingkungannya.
m.
Haefele (1962), kreativitas
adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna
social.
n.
Torrance (1988), kreativitas
adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang
kekurangan (masalah) ini, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian
mengubah dan mengujinya lagi dan akhirnya menyampaikan hasil-hasilnya.
Dari berbagai pengertian kreativitas yang dikemukakan oleh
para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan
menciptakan sesuatu yang baru, proses konstruksi ide yang dapat diterapkan
dalam menyelesaikan masalah serta suatu kegiatan yang bermanfaat.
Kreatifitas memiliki pola dasar yaitu IDEA. I = Imajinasi. Seseorang yang kreatif memiliki imajinasi
yang luas akan sesuatu. Dia tidak melihat
suatu hal dari sudut pandang yang sempit, tetapi dia bisa melihat nilai lebih
dari suatu hal yang bisa ia kembangkan.
Imajinasi hanyalah sekedar imajinasi jika tidak didasarkan pada D =
Data. Untuk mewujudkan imajinasi kita,
diperlukan data-data yang akurat mengenai hal tersebut agar kita mempunyai
pegangan dalam melaksanakan imajinasi kita.
Setelah kita mempunyai data, kita juga perlu untuk E = Evaluasi. Disini, kita menganalisis kesiapan kita dalam
menjalankan imajinasi kita. Apakah data
kita sudah cukup relevan, apakah persiapan kita sudah memenuhi, apakah media
yang kita gunakan sudah cukup kuat untuk mewujudkan imajinasi kita dan
lain sebagainya. Jika kita sudah
mengevaluasi persiapan kita, maka saatnya untuk A = Aksi.
Kreativitas didefinisikan tergantung
dari orang memandangnya. Hal ini karena
dua alasan, pertama karena kreativitas “konstruk hipotetis” dan yang kedua
definisi kreativitas tergantung pada dasar teori yang menjadi acuan pembuat
definisi. Berdasarkan penekanannya,
definisi kreativitas dibedakan ke dalam empat dimensi yaitu person, proses,
produk dan press. Rhodes (1961) menyebutnya
“the four p’s of creativity”.
Berdasarkan analisis factor, Guilford menemukan lima sifat yang
menjadi cirri kemampuan berpikir kreatif yaitu kelancaran (fluency), keluwesan
(flexibility), keaslian (originality), penguraian (elaboration) dan perumusan
kembali (redefinition).
Selain itu, definisi kreativitas juga
dibedakan ke dalam definisi konsensual dan konseptual. Definisi konsensual menekankan segi produk
kreatif yang dinilai derajat kreativitasnya oleh pengamat yang ahli. Menurut Amabile (1983: 33) mengemukakan bahwa
suatu produk atau respons seseorang dikatakan kreatif apabila menurut penilaian
orang yang ahli atau pengamat yang mempunyai kewenangan dalam bidang itu bahwa
itu kreatif. Dengan demikian,
kreativitas merupakan kualitas suatu produk atau respons yang dinilai kreatif
oleh pengamat yang ahli. Definisi
konsensual didasari asumsi-asumsi antara lain :
a. Produk
kreatif atau respons-respons yang dapat diamati merupakan manifestasi dari
puncak kreativitas
b. Kreativitas
adalah sesuatu yang dapat dikenali oleh pengamat luar dan mereka dapat sepakat
bahwa sesuatu itu adalah produk kreatif
c. Kreativitas
berbeda derajatnya dan para pengamat dapat sampai pada kesepakatan bahwa suatu
produk lebih kreatif dari pada yang lainnya
Definisi ini sering digunakan dalam
bidang keilmuan dan kesenian, baik yang menyangkut produk, orang, proses maupun
lingkungan tempat orang-orang kreatif mengembangkan kreativitasnya. Definisi konseptual bertolak dari konsep
tertentu tentang kreativitas yang dijabarkan ke dalam kriteria tentang apa yang
disebut kreatif. Walaupun sama-sama
menekankan pada produk, tetapi definisi ini tidak mengandalkan semata-mata pada
konsensus pengamat dalam menilai kreativitas, tetapi pada kriteria
tertentu. Menurut Amabile dalam Dedi
Supriadi (1994: 9), sesuatu produk dinilai kreatif apabila :
a. Produk
tersebut bersifat baru, unik, berguna, benar atau bernilai dilihat dari segi
kebutuhan tertentu
b. Lebih
bersifat heuristik, yaitu menampilkan metode yang masih belum pernah atau
jarang dilakukan oleh orang lain sebelumnya.
Jadi definisi ini lebih didasarkan atas
pertimbangan penilai yang biasanya lebih dari satu orang, dalam definisi ini
pertimbangan subyektif sangat besar.
Definisi kreativitas yang mewakili definisi konsensual dan definisi
konseptual dikemukakan oleh Stein (1967) yaitu “ The creative work is a novel work that is accepted as tenable or useful or satisfying
by a group in some point in time”. Dimensi
kreativitas menurut definisi ini tercermin pada kriteria kreativitas yaitu
novel, tenable, useful dan satisfying.
Di pihak lain, dimensi konsensual dinyatakan melalui kata-kata that is accepted by a group in some point in
time. Pengertian-pengertian
setiap istilah diuraikan sebagai berikut :
Kata novel (baru) berarti bahwa suatu
produk yang dinilai kreatif bersifat orisional.
Meskipun tidak baru, produk tersebut mencerminkan hasil kombinasi baru
atau reintegrasi dari hal-hal yang sudah ada, sehingga melahirkan sesuatu yang
baru. Kalimat that the creative work in
tenable or useful or satisfying mengandung arti bahwa suatu produk kreatif
harus berlaku, berguna dan memuaskan sejauh dinilai oleh orang lain. Ketiga istilah tersebut menekankan bahwa
hasil dari proses kreatif haruslah dikomunikasikan kepada orang lain, sehingga
produk tersebut mengalami validasi konsensual.
Oleh sebab itu, pengakuan orang lain khususnya para ahli sangatlah
penting.
Konsep Dasar Kreativitas Berdasar 4 P
Strategi 4P yaitu Pribadi, Pendorong, Proses dan Produk yang
menurut para ahli dapat membantu mengembangkan kreatifitas anak jika diterapkan
secara benar. Pada dasarnya setiap anak
memiliki kreativitas, hanya saja tidak semua anak bisa mengembangkan
kreatifitasnya dengan benar. Untuk itu
diperlukan peran orang tua dalam mengembangkan kreatifitas tersebut. Melalui strategi 4P ini diharapkan dapat
membantu orang tua dalam mengembangkan kreativitas anaknya.
Pribadi
Hal pertama yang harus orang tua ketahui dalam upaya
mengembangkan kreatifitas anak adalah dengan memahami pribadi mereka,
diantaranya dengan :
· Memahami
bahwa setiap anak memiliki pribadi berbeda, baik dari bakat, minat, maupun
keinginan.
· Menghargai
keunikan kreativitas yang dimiliki anak dan bukan mengharapkan hal-hal yang
sama antara satu anak dengan anak lainnya, karena setiap anak adalah pribadi
yang “unik” dan kreatifitas juga merupakan sesuatu yang unik.
· Jangan
membanding-bandingkan anak karena tiap anak memiliki minat, bakat, kelebihan
serta keterbatasannya masing-masing.
Pahamilah kekurangan anak dan kembangkanlah bakat dan kelebihan yang
dimilikinya.
Pendorong
Dorongan dan motivasi bagi anda sangat berguna bagi anak
dalam mengembangkan motivasi instrinsik mereka, dengan begitu mereka akan
sendirinya berkreasi tanpa merasa dipaksa dan dituntut ini itu, kita dapat
melakukan :
· Berilah
fasilitas dan sarana bagi mereka untuk berkreasi, misalnya melalui
mainan-mainan yang bisa merangsang daya kreativitas anak misalnya balok-balok
susun, lego, mainan alat dapur dan sebagainya.
Hindari memberikan mainan yang tinggal pencet tombol atau mainan
langsung jadi.
· Ciptakan
lingkungan keluarga yang mendukung kreatifitas anak dengan memberikan suasana
aman dan nyaman.
· Hindari
membatasi ruang gerak anak didalam rumah karena takut ada barang-barang yang
pecah atau rusak, karena cara ini justru bisa memasung kreativitas mereka,
alangkah lebih baik jika anda mau mengalah dengan menyimpan dahulu barang-barang
yang mudah pecah ketempat yang aman atau anda bisa meyediakan tempat khusus
bermain anak, dimana anak bebas berkreasi.
· Disiplin
tetap diperlukan agar ide-ide kreatif mereka bisa terwujud.
Proses
Proses berkreasi merupakan bagian paling penting dalam pengembangan
kreativitas dimana anak anda akan merasa mampu dan senang bersibuk diri secara
kreatif dengan aktifitas yang dilakukannya, baik melukis, menyusun balok,
merangkai bunga dan sebagainya. Beberapa
hal yang dapat dilakukan :
· Hargailah
kreasinya tanpa perlu berlebihan, karena secara intuisif anak akan tahu mana
pujian yang tulus dan mana yang hanya akan basa-basi.
· Hindari
memberi komentar negatif saat anak berkreasi, apalagi disertai dengan perintah
ini itu terhadap karya yang sedang dibuatnya, karena hal ini justru dapat
menyurutkan semangatnya berkreasi.
· Peliharalah
harga diri anak dengan mengungkapkan terlebih dahulu komentar anda secara
positif, sehingga anak akan merasa dirinya mampu dan dihargai lingkungannya.
Produk
Pada tahap ini anak sudah bisa menghasilkan produk kreatif
mereka, yang bisa dilakukan antara lain :
· Hargailah
hasil kreatifitas mereka meski hasilnya agak kurang memuaskan.
· Pajanglah
karya anak anda di kamar mereka atau tempat-tempat lain yang memungkinkan. Dengan demikian, anak akan merasa bangga
karena karyanya dihargai.
2.2.
Jenis-jenis Kreativitas
Berdasarkan penelitian, kreativitas
dapat diidentifikasikan menjadi tiga tipe kreativitas yang berbeda yaitu :
a.
Menciptakan
Menciptakan adalah proses, berupa
untuk mencari sesuatu dari tidak ada menjadi ada
b.
Memodifikasi
sesuatu
Dalam memodifikasi sesuatu, berupa
untuk mencari cara-cara membentuk fungsi-fungsi baru atau menjadikan sesuatu
menjadi berbeda penggunaannya oleh orang lain.
c.
Mengkombinasikan
Mengkombinasikan dua hal atau lebih
yang sebelumnya tidak saling berhubungan.
Contohnya seperti pesawat telepon yang diciptakan karena hasil sintesis
atau kombinasi.
Dengan berusaha lebih kreatif, peserta
didik akan menjadi lebih sadar akan ide-ide yang lebih produktif. Jika memilih dari
sejumlah ide-ide yang baik, maka peerta didik akan lebih siap mengambil resiko
yang perlu untuk melaksanakan ide-ide peserta didik yang kreatif. Jika peserta didik telah mengembangkan suatu
ide yang kreatif, mungkin resiko terlalu akan menyertai pelaksanaannya.
Kriteria
Kreativitas
Penentuan kreativitas menyangkut tiga
dimensi, yaitu dimensi proses, person dan produk kreatif. Proses kreatif sebagai kriteria kreativitas,
maka segala produk yang dihasilkan dari proses kreatif dianggap sebagai produk
kreatif dan orangnya disebut sebagai orang kreatif. Menurut Rothernberg (1976), proses kreatif
identik dengan berpikir Janusian (Dedi Supriadi, 1994), yaitu suatu tipe
berpikir divergen yang berusaha melihat berbagai dimensi yang beragam atau
bahkan bertentangan menjadi suatu pemikiran yang baru. Dimensi person sebagai kriteria kreativitas
identik dengan kepribadian kreatif (creative personality). Kepribadian kreatif menurut Guilford dalam
Dedi Supriadi (1994:13) meliputi kognitif dan non kognitif (minat, sikap,
kualitas temperamental). Orang kreatif
memiliki ciri-ciri kepribadian yang secara signifikan berbeda dengan
orang-orang yang tidak kreatif.
Karakteristik-karakteristik kepribadian ini menjadi kriteria untuk
mengidentifikasi orang-orang kreatif.
Produk kreatif yaitu menunjuk kepada hasil perbuatan, kinerja atau karya
seseorang dalam bentuk barang atau gagasan.
Kriteria ini merupakan paling eksplisit untuk menentukan kreativitas
seseorang, sehingga disebut sebagai kriteria puncak (the ultimate criteria)
bagi kreativitas.
Kriteria kreativitas pendapat lainnya
dibedakan atas dua jenis yaitu concurrent criteria yang didasarkan kepada
produk kreatif yang ditampilkan oleh seseorang selama hidupnya atau ketika ia
menyelesaikan suatu karya kreatif, kedua concurent criteria yang didasarkan
pada konsep atau definisi kreativitas yang dijabarkan ke dalam
indicator-indikator perilaku kreatif.
Asumsi
Tentang Kreativitas
Terdapat enam asumsi tentang kreativitas
yaitu :
a. Setiap
orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbeda-beda, tidak ada
orang yang sama sekali tidak memiliki kreativitas
b. Kreativitas
dinyatakan dalam bentuk produk-produk kreatif, baik berupa benda maupun gagasan
(creative ideas)
c. Aktualisasi
kreativitas merupakan hasil dari proses interaksi antara faktor-faktor
psikologis (internal) dengan lingkungan (eksternal)
d. Dalam
diri seseorang dan lingkungannya terdapat faktor-faktor yang dapat menunjang
atau menghambat perkembangan kreativitas
e. Kreativitas
seseorang tidak berlangsung dalam kevakuman, melainkan didahului oleh dan
merupakan perkembangan dari hasil-hasil kreativitas orang-orang yang berkarya
sebelumnya (kreativitas merupakan kemampuan seseorang dalam menciptakan
kombinasi-kombinasi baru dari nilai-nilai yang telah ada sehingga melahirkan
sesuatu yang baru).
Pengukuran
Kreativitas
Pengukuran-pengukuran kreativitas dapat
dibedakan atas pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk mengukurnya. Ada lima pendekatan yang lazim digunakan
untuk mengukur kreativitas, yaitu analisis obyektif terhadap perilaku kreatif,
pertimbangan subyektif, inventori kepribadian,
inventori biografis dan tes
kreativitas. Analisis Obyektif dimaksudkan untuk menilai secara langsung
kreativitas suatu produk berupa benda atau karya-karya kreatif lain yang dapat
diobservasi wujud fisiknya. Metode ini
tidak cukup memadai untuk digunakan sebagai metode yang obyektif untuk mengukur
kreativitas (Amabile dalam Dedi Supriadi, 1994: 24), karena sangat sulit
mendeskripsikan kualitas produk-produk yang beragam secara matematis untuk
menilai kualitas instrinsiknya.
Kelebihan metode ini adalah secara langsung menilai kreativitas yang
melekat pada obyeknya, yaitu karya kreatif.
Kelemahan metode ini yaitu hanya dapat digunakan terbatas pada
produk-produk yang dapat diukur kualitas instrinsiknya secara statistic dan
tidak mudah melukiskan kriteria suatu produk berdasarkan rincian yang
benar-benar bebas dari subyektivitas.
Pertimbangan
Subyektif ini dalam melakukan pengukurannya diarahkan kepada
orang atau produk kreatif. Cara
pengukurannya menggunakan pertimbangan-pertimbangan peneliti, seperti yang
dikemukakan Francis Galton, Castle, Cox, MacKinnon (Dedi Supriadi, 1994:
25). Prosedur pengukurannya ada yang
menggunakan catatan sejarah, biografi, antologi atau cara meminta pertimbangan
sekelompok pakar. Dasar epistemologis
dari pendekatan ini yaitu bahwa obyektivitas sesungguhnya adalah
intersubyektivitas, artinya meskipun prosedurnya subyektif, hasilnya
menggambarkan obyektivitas, karena sesungguhnya subyektivitas adalah dasar dari
obyektivitas.
Prosedur lain yang digunakan dalam
pendekatan pertimbangan subyektif yaitu dengan menggunakan kesepakatan umum,
hal tersebut apabila jumlah subyeknya terbatas.
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang praktis penggunaannya dan dapat
diterapkan pada berbagai bidang kegiatan kreatif, juga dapat menjaring
orang-orang, produk-produk yang sesuai dengan kriteria kreativitas yang
ditentukan oleh pengukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip. Pada akhirnya kreativitas sesuatu atau seseorang
ditentukan oleh apresiasi pengamat yang ahli.
Adapun kelemahannya yaitu setiap penimbang mempunyai persepsi yang
berbeda-beda terhadap yang disebut kreatif dan dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain.
Inventori
Kepribadian ditujukan untuk mengetahui
kecenderungan-kecenderungan kepribadian kreatif seseorang atau korelat-korelat
kepribadian yang berhubungan dengan kreativitas. Kepribadian kreatif meliputi sikap, motivasi,
minat, gaya berpikir dan kebiasaan-kebiasaan dalam berperilaku. Alat ukurnya bermacam-macam yang mana
alat-alat ukur ini dapat mengidentifikasi perbedaan-perbedaan karakteristik
orang-orang yang kreativitasnya tinggi dan orang-orang yang kreativitasnya
rendah. Item-itemnya biasanya
menggunakan forced choice (ya, tidak) atau skala likert (sangat setuju, setuju,
ragu-ragu dan tidak setuju).
Inventori
Biografis digunakan untuk mengungkapkan berbagai aspek
kehidupan orang-orang kreatif, meliputi identitas pribadinya, lingkungannya,
serta pengalaman-pengalaman kehidupannya.
Tes Kreativitas digunakan
untuk mengidentifikasi orang-orang kreatif yang ditunjukkan oleh kemampuannya
dalam berpikir kreatif. Hasil tesnya
dikonversikan ke dalam skala tertentu sehingga menghasilkan CQ (creative
quotient) yang analog dengan IQ (intellegence quotient) untuk inteligensi. Terdapat beberapa tes kreativitas yaitu
alternate uses, test of divergent thinking, creativity test for children
(Guilford, 1978), Torrance test of creative thinking (Torrance, 1974) ,
creativity assessment packet (Williams, 1980), tes kreativitas verbal
(Munandar, 1977). Bentuk soal tes ini
umumnya berupa gambar dan verbal.
Perbedaan tes inteligensi dengan tes creativitas yaitu pada kriteria
jawaban. Tes inteligensi menguji
kemampuan berpikir memusat (konvergen), karena itu ada jawaban benar dan salah,
sedangkan tes creativitas menguji berpikir menyebar (divergen) dan tidak ada
jawaban benar atau salah. Kedua proses
berpikir tersebut oleh Guilford (1967) digambarkan dalam sebuah model struktur
intelek dalam bentuk kubus yang dikelompokkan ke dalam tiga matra yaitu matra
operasi (proses) yang memuat lima proses berpikir yaitu kognisi, ingatan,
berpikir divergen, berpikir konvergen dan evaluasi. Kedua matra konten (materi), menunjukkan
bermacam-macam materi yang digunakan meliputi empat materi yaitu figural,
simbolik, sematik dan behavioral. Ketiga
matra produk, menunjukkan hasil dan proses tertentu yang diterapkan dalam
materi tertentu mencakup enam bentuk yaitu unit, kelas, hubungan, sistem, tranformasi
dan implikasi.
Dalam kehidupan ini kreativitas sangat
penting, karena kreativitas merupakan suatu kemampuan yang sangat berarti dalam
proses kehidupan manusia. Mengenai makna
dan posisi kreativitas, dikemukakan oleh banyak ilmuwan. Konsep kreativitas yang dikemukakan dalam
uraian terdahulu sangatlah beragam, terutama dalam definisinya. Namun tidak ada satupun yang diterima secara
universal. Hal ini karena kompleksitas
dari konsep kreativitas itu sendiri.
Tetapi hal ini tidak menjadi halangan untuk mendefinisikan kreativitas
karena konsep kreativitas dapat ditinjau dari berbagai aspek, yang walaupun
saling berkaitan namun mempunyai penekanan yang berbeda-beda.
Mengenai hubungan kreativitas dengan
inteligensi dapat diamati melalui hasil studi para ilmuwan psikologi. Torrance (1965) dalam temuan hasil
penelitiannya menjelaskan bahwa anak-anak yang tinggi kreativitasnya memiliki
taraf inteligensi (IQ) di bawah rata-rata IQ kelompok sebayanya. Dalam kaitannya dengan keberbakatan
(Giftedness), Torrance mengemukakan bahwa IQ tidak dapat dijadikan ukuran
satu-satunya sebagai kriteria untuk mengidentifikasi anak-anak berbakat. Apabila yang digunakan untuk menentukan
kriteria keberbakatan hanya IQ, diperkirakan 70% anak yang memiliki tingkat
kreativitas tinggi akan tersingkir dari penyaringan. Getzels dan Jackson (1962) melaporkan hasil
studinya bahwa pada tingkat IQ diatas 120, hampir tidak ada hubungan antara
kreativitas dengan inteligensi. Artinya,
orang-orang yang IQ nya tinggi mungkin kreativitasnya rendah atau sebaliknya.
Jadi dapat dikemukakan bahwa kreativitas
dan inteligensi merupakan dua ranah kemampuan manusia yang berbeda dalam sifat
dan orientasinya. Dalam konteks
keterkaitan, inteligensi tidak dapat dijadikan kriteria tunggal untuk mengidentifikasi
orang-orang yang kreatif. Mengembangkan
potensi kreatif anak supaya dapat diwujudkan dalam karya kreatif memerlukan
bimbingan yang intensif dan dorongan dari orang tua karena pola asuh dalam
keluarga dapat menunjang pengembangan potensi kreatif anak.
Ciri
Individu Kreatif
Ciri-ciri individu kreatif antara
lain :
a.
Bebas
dalam berfikir (selalu berfikir bebas tanpa batasan untuk melakukan sesuatu)
b.
Penuh
daya imajinasi (penuh gambaran-gambaran yang menarik dan baru)
c.
bersifat
selalu ingin tahu (setiap yang didapatkan mengingkan selalu hal yang lebih dari
yang di dapatkan)
d.
Suka
pengalaman baru (pengalaman yang menantang mengadu adrenalin akan membuat
ide-ide segar keluar untuk dikembangkan)
e.
Penuh
Inisiatif (mengakali kejadian yang kurang baik dengan hal yang lebih baik lagi)
f.
Bebas
dalam pendapat (berani mengeluarkan pendapat untuk mendapatkan hal yang menarik
dan rasa ingin tahu semakin meningkat)
g.
Tidak
pembosan (melakukannya dengan senang hati dan ulet)
h.
Punya
minat yang luas (memiliki keinginan maupun kesukaan yang tidak satu tetapi semua
ingin dicoba untuk menggali kreatifitas)
i.
Percaya
Diri (percaya diri dari hasil usaha yang
dibuat sendiri dan menghargai karya yang dibuat dengan usaha keras)
j.
Tidak
mudah menerima (maksud disini tidak mudah menerima pemberian dari orang lain
begitu saja tapi di cari tahu lebih dahulu dan usaha terlebih dahulu)
k.
Berani
mengambil resiko (keinginan yang kuat tidak akan menghalangi rasa takut
kegagalan yang akan di dapatkan)
l.
Senang
tugas majemuk (tugas ynag bermacam-macam bentuk membuatnya tertantang untuk megusahakannya
lebih baik lagi)
m.
Ulet
(selalu giat berlatih dan tidak putus asa)
n.
Berani
keluar dari koridor yang telah ada, memberanikan untuk berbeda dan muncul
dengan cara tersendiri
o.
Mengetahui
bila dia salah. Membuanya belajar dan
menyadari akan kesalahan tersebut dan berani bertanggung jawab
p.
Berani
mencoba. Kreatifitas akan berkembang
bila mencobanya secara langsung dan melakukannya dengan senang tanpa beban
Penyebab Rendahnya Kreatifitas
Penyebab rendahnya kreatifitas
antara lain :
a.
Terlalu
menekankan pada cara berfikir konfergen yang kurang berani keluar dari koridor
b.
Kurang
wawasan yang menyebabkan cara berfikir monoton dan tak pernah mau mengetahui
informasi terbaru membuat mati informasi
c.
Takut
mengebuah kebiasan
d.
Takut
salah karena takut yang dilakukan hal yang dilarang dan kurang berani mengambil
resiko yang berat
e.
Tidak
memiliki rasa humor menyebabkan hidup yang dilakukan kaku dan kurang berjalan
dengan baik
2.3.
Cara Mengembangkan Kreativitas Peserta Didik Dalam Pembelajaran Sejarah
2.3.1.
Cara Mengembangkan Kreativitas Peserta Didik Dalam Pembelajaran Secara Umum
Cara yang dilakukan guru untuk
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran secara umum antara
lain :
Ø Pertama-tama guru perlu memahami
diri sendiri, karena anak yang belajar tidak hanya dipengaruhi oleh apa yang
dilakukan guru, tapi juga bagaimana guru melakukannya. Mustahil mengharapkan seseorang dapat
memahami kebutuhan, perasaan dan perilaku orang lain, jika ia tidak mengenal
diri sendiri. Dalam menghadapi
siswa-siswanya, guru yang baik selalu menilai kemampuan, persepsi, motivasi dan
perasaan-perasaannya sendiri. Guru perlu
menyadari baik kekuatan-kekuatan maupun kelemahan-kelemahannya. Anak berbakat akan paling maju di bawah
bimbingan guru yang memiliki kecerdasan cukup tinggi, memiliki pengetahuan umum
yang luas, serta menguasai mata pelajaran yang diajarkannya secara cukup
mendalam. Jika guru pada saat-saat
tertentu tidak mengetahui sesuatu dan tidak dapat menjawab pertanyaan siswanya,
lebih baik mengatakan “Saya tidak tahu, marilah kita cari jawabannya
bersama-sama!” atau “Berilah saya waktu untuk memikirkannya!” Jawaban seperti
ini akan lebih mendapat penghargaan dan kepercayaan siswa daripada jika guru
menjawab asal saja. Mengapa? karena anak
berbakat sifat kritis mempunyai kemampuan penalaran yang tinggi dan suka
mempertanyakan segala sesuatu. Guru
perlu juga menguji perasaan-perasaannya terhadap anak berbakat. Sikap menguji atau mempertanyakan dari anak
berbakat dapat menjengkelkan guru yang bersifat otoriter. Penjelasan guru yang biasanya diterima begitu
saja oleh kebanyakan anak mungkin diragukan oleh anak berbakat. Jika guru menunjukkan perasaan tidak senang
oleh pertanyaan-pertanyaan anak berbakat, ia dapat mematikan rasa ingin tahu
anak, sedangkan guru yang terbuka terhadap gagasan dan pengalaman baru akan
meluaskan dimensi minat anak.
Ø Di samping memahami diri sendiri,
guru perlu memiliki pengertian tentang keberbakatan. Oleh karena itu, guru yang akan membina anak
berbakat perlu memperoleh informasi dan pengalaman mengenai keberbakatan,
tentang apa yang diartikan tentang keberbakatan, bagaimana ciri-ciri anak
berbakat dan dengan cara-cara apa saja kebutuhan pendidikan anak berbakat dapat
terpenuhi. Dengan mengetahui
kebutuhan-kebutuhan pendidikan anak berbakat, guru akan menyadari bahwa
anak-anak ini memerlukan pelayanan pendidikan khusus yang terletak di luar
jangkauan kurikulum biasa. Setelah anak
berbakat diidentifikasi, guru hendaknya mengusahakan suatu lingkungan belajar
sesuai dengan perkembangan yang unggul dari kemampuan-kemampuan anak. Sehubungan dengan ini guru hendaknya lebih
berfungsi sebagai fasilitator belajar
daripada sebagai instructor (pengajar) yang menentukan semuanya. Fungsi pendidik adalah mempersiapkan siswa
untuk belajar seumur hidup. Setiap anak
dilahirkan dengan rasa ingin tahu. Ia
terbuka terhadap pengalaman baru dan belajar dari pengalamannya sesuai dengan
kebutuhannya. Hanya sayang pada waktu
anak mulai masuk sekolah sering dorongan alamiah untuk belajar ini terkekang
karena kurikulum yang kaku dan program belajar yang tidak beragam
(berdiferensiasi), artinya tidak disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
Jika dorongan alamiah ini terhambat
di sekolah, rasa ingin tahu anak akan mati dan berganti menjadi sikap apatis,
acuh tak acuh, karena itu diperlukan motivasi eksternal (berupa dorongan,
pujian, teguran dari guru dan orang tua) dan system penghargaan (nilai-nilai
prestasi belajar, angka rapor) untuk menumbuhkan minat anak. Terutama anak yang cerdas dan berbakat dengan
rasa ingin tahu yang kuat dan minat yang luas akan merasa terhambat dengan
kurikulum yang hanya berorientasi pada mayoritas anak.
Barbe dan Renzulli (Munandar, 1999:
64) mengungkapkan beberapa saran untuk guru yang dapat diterapkan pada semua
anak, tetapi terutama penting demi peningkatan kebiasaan belajar seumur hidup
dari anak berbakat antara lain :
a. Bentuklah pengalaman belajar dengan
rasa ingin tahu alamiah anak dengan menghadapkan masalah-masalah yang relevan
dengan kebutuhan, tujuan dan minat anak.
b. Perkenankanlah anak untuk ikut serta
dalam menyusun dan merencanakan kegiatan-kegiatan belajar.
c. Berikanlah pengalaman dari kehidupan
nyata yang meminta peran serta aktif anak dan kembangkan kemampuan yang perlu
untuk itu.
d. Bertindaklah lebih sebagai sumber
belajar daripada sebagai penyampai infomasi, jangan paksakan pengetahuan yang
belum siap diterima anak.
e. Usahakan agar program belajar cukup
luwes untuk mendorong siswa melakukan penyelidikan, percobaan, (eksperimen) dan
penemuan sendiri.
f. Doronglah dan hargailah inisiatif,
keinginan mengetahui dan menguji, serta orisinalitas.
g. Biarkan anak belajar dari
kesalahannya dan menerima akibatnya (tentu saja selama tidak berbahaya dan
membahayakan).
Ø Guru harus dapat lebih banyak
memberikan tantangan daripada
tekanan. Prakarsa dan keuletan anak
berbakat membuatnya tertarik terhadap tantangan. Ia senang menguji kemampuan dan pengalamannya
terhadap tugas yang bermakna baginya. Ia
merasa tertantang untuk menjajaki hal yang sulit dan belum diketahui. Anak yang berbakat dan kreatif cepat bosan
dengan tugas-tugas rutin dan yang hanya mengulang-ulang.
Ø Guru tidak hanya memperhatikan
produk atau hasil belajar siswa, tetapi lebih-lebih proses belajar.
Ø Belajar bagaimana harus menyadari
bahwa belajar (learn) lebih penting daripada menguasai bahan pengetahuan
semata-mata. Anak yang tahu bagaimana
harus belajar untuk seumur hidupnya akan dapat menentukan sendiri apa yang
harus dipelajari.
Ø Pemecahan masalah dengan lebih
menekankan pada proses memperoleh jawaban daripada jawabannya sendiri.
Ø Guru dapat menugaskan kepada peserta
didik dengan melakukan proyek penelitian, sehingga peserta didik dapat
mengembangkan kreativitasnya dalam penelitian tersebut dan membuat peserta
didik merasa tertantang dengan tugas tersebut.
Ø Guru lebih baik memberikan
umpan-balik daripada penilaian pada peserta didik, karena dengan adanya umpan
balik, peserta didik akan memikirkan jawaban yang akan diberikan kepada guru
yang kemudian akan menalar jawabannya tersebut, sehingga membuat peserta didik
bersikap kritis.
Agar menjadi orang dewasa yang
mandiri dan percaya pada diri sendiri, anak harus belajar bagaimana menilai
pengalaman dan prestasi belajarnya. Anak
yang berbakat cukup mampu melakukan penilaian diri sejak mereka masuk
sekolah. Guru perlu memberi umpan-balik
dan model prilaku, namun seyogyanya anaklah yang menilai diri sendiri.
Peserta didik harus belajar menilai
pekerjaannya sendiri, tidak dalam angka tetapi dalam kaitan dengan kebutuhan
dan tujuannya. Penilaian oleh diri
sendiri ini disebut evaluasi
intrinsic, sedangkan penilaian dari luar (oleh orang lain) disebut evaluasi
ekstrinsik. Ini tidak berarti bahwa guru tidak boleh
menilai kemajuan dan prestasi anak. Hal
ini perlu agar guru dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan anak sebagai dasar
untuk membantu meningkatkan prestasinya.
Guru dapat memberikan umpan-balik dengan membuat catatan yang menyatakan
dimana letak kesalahan anak dan bagaimana ia sendiri dapat memperbaikinya. Jika nilai dalam bentuk angka harus
diberikan, maka sebaiknya dilengkapi dengan catatan penjelasan.
Ø Guru harus menyediakan beberapa
alternatif strategi belajar. Termasuk
salah satu hal penting yang perlu diketahui peserta didik ialah bahwa ada lebih
dari satu cara untuk mencapai sasaran atau tujuan, ada macam-macam kemungkinan
jawaban terhadap satu masalah, ada beberapa cara untuk mengelompokkan objek dan
ada beberapa sudut pandang dalam diskusi.
Sering guru menekankan bahwa suatu tujuan atau jawaban hanya dapat dicapai
dengan satu cara, bahwa hanya satu jawaban yang benar terhadap suatu
masalah. Hendaknya anak diperbolehkan
menjajaki beberapa cara atau jalan untuk mencapai tujuan. Kreativitas akan berkembang dalam suasana
yang memberikan kebebasan untuk menyelidiki.
Jika anak tidak dengan sendirinya melihat macam-macam jalan yang dapat
ditempuh, hendaknya guru mengarahkan sehingga ia dapat melihat adanya
macam-macam alternative strategi belajar.
Ø Guru hendaknya dapat menciptakan
suasana di dalam kelas yang menunjang rasa percaya diri anak serta dimana anak merasa aman dan berani mengambil resiko
dalam menentukan pendapat dan keputusan.
Hendaknya setiap anak merasa aman untuk mencoba cara-cara baru dan
menjajaki gagasan-gagasan baru di dalam kelas.
Banyak anak yang kreatif terlambat dalam ungkapan diri karena takut
mendapat kritik, takut gagal, takut membuat kesalahan, takut tidak disenangi
guru atau takut tidak memenuhi harapan orang tua. Dengan menciptakan suasana di dalam kelas
dimana setiap anak merasa dirinya diterima dan dihargai, serta guru menunjukkan
bahwa ia percaya akan kemampuan anak, maka akan terpupuk rasa harga diri anak.
Ø Guru juga harus dapat menghargai
kreativitas anak, bersikap terbuka terhadap gagasan-gagasan baru, mengakui dan
menghargai adanya perbedaan individual, menyediakan pengalaman belajar yang
berdiferensiasi. Guru juga cukup
memberikan struktur dalam mengajar sehingga anak tidak merasa ragu-ragu, tetapi
di lain pihak cukup luwes sehingga tidak menghambat pemikiran, sikap dan
perilaku kreatif anak. Setiap anak ikut
mengambil bagian dalam merencanakan pekerjaan sendiri dan pekerjaan kelompok.
Ø Guru tidak bersikap sebagai tokoh
yang “maha mengetahui” tetapi menyadari keterbatasannya sendiri, sehingga peran
guru sangat penting, tidak hanya dalam mempengaruhi belajar siswa selama di
sekolah, tetapi juga dalam mempengaruhi masa depan anak.
Ø Jadikan penjelajahan pikiran terbuka
dengan gagasan terus menerus. Maka tidak
akan ada habisnya ide yang didapatkan karena berani untuk mencoba.
Ø Kembangakan pertanyaan. Pertanyaan yang dimiliki di kepala jadikan,
kembangkan dan meluaskan akan membantu seseorang untuk mencari dan menggali
lebih dari biasanya.
Ø Kembangkan gagasan
sebanyak-banyaknya. Gagasan yang banyak
dan meluas akan membuat daya fikir akan semakin berkembang.
Ø Keluar dari zona nyaman. Berani merasakan sakit dan susahnya, karena
rasa ingin tahu dan menggali kreatifitas yang ada.
Ø Gunakan imajinasi. Membayangkan orang-orang sukses berhasil
karena usaha keras pula membayangkan hasil yang kita dapatkan dari usaha
kreatifitas yang akan di lakukan.
Ø Isilah sumber inspirasi. Dengan cara melihat tokoh inspirasi seseorang
maupun melihat dari kesuksesaan disekitar karena kreatif dan berani mencoba.
Ø Eksperimen kreatifitas dalam
pekerjaan dan kehidupan. Melakukan hal
yang baru di kehidupan dengan contoh membuat pernak-pernik dari bahan yang
tidak terpakai.
Ø Munculkan jiwa kekanak-kanakan. Memerlukan kembali masa kekanak-kanakan,
karena pada masa kanak-kanak banyak sekali ide cemerlang maupun hal yang
menarik di masa kanak-kanak tersebut.
Ø Hilangkan fikiran Logis, karena
pemikiran logis hanya akan mematikan kreatifitas dan hanya mengendalikan
kepemikiran koridornya.
Ø “Charge” pikiran dengan selalu
mengisi ide-ide yang baru tak lupa mengetahui bila otak perlu istirahat, lalu
dengan istirahat berarti memberikan waktu untuk otak supaya berkembang dengan
baik.
Ø Baca buku, lihat keluar. Dengan melihat buku akan menambah wawasan dan
melihat keluar akan menambah pengetahuan disekitar apa yang sedang di sukai dan
kurang disukai semua itu bisa jadi bahan yang baru.
Ø Memiliki kegiatan rutin. Membuat kegiatan dan menambah banyak orang
baru yang dikenal dan jaringan yang baru.
Ø Tuliskan ide yang muncul, karena
terkadang manusia tak luput dari lupa walupun otak mampu mengingatnya.
Ø Yakin dan selalu update terhadap
teknologi, karena orang kreatif tidak gagap akan teknologi.
Ø Ekspresikan kreatifitas dalam
pekerjaan dan kehidupan yang anda jalani
Ø mengusahakan iklim di kelas yang
dapat mengunggah kreatifitas siswa.
Selanjutnya guru harus menghargai keunikan pribadi dan potensi setiap
siswa dan tidak perlu selalu menuntut dilakukannya pada hal-hal yang sama. Pada waktu tertentu siswa diberi kebebasan
untuk melakukan sesuatu yang disenangi oleh siswa.
Lingkungan yang mendukung dengan
disediakannya kesempatan, contoh-contoh yang positif, bimbingan yang fektif
dapat mengembangkan dan mengarahkan anak yang kreatif menjadi anak yang
produktif. Tetapi dalam pengembangan
kreativitas itu harus ada hal-hal yang menjadi koridor yaitu etika dan
nilai-nilai yang ditanamkan kepada anak agar kreativitas itu tidak destruktif
atau liar.
Pak
Amril mengatakan bahwa ‘the best to get good ideas is to get a lot of
ideas’. Maksud dari pernyataan tersebut
adalah jika kita ingin sesuatu yang menarik, ide yang segar, maka cara terbaik
untuk menemukannya adalah dengan mencarinya sebanyak mungkin, karena dengan
banyaknya pilihan yang tersedia, maka kita bisa memilih dengan bebas mana yang
terbaik.
Sebenarnya
setiap manusia terlahir sebagai manusia yang kreatif, hanya saja daya
kreatifitas itu bisa melemah karena adanya rasa takut mengubah kebiasaan atau
takut berbuat salah dan kemudian ditertawakan dan tidak memiliki rasa
humor. Untuk meningkatkan hal ini
dibutuhkan kepercayaan diri untuk mendobrak mindset pikiran kita dengan cara
jelajahi pikiran kita dan terus bersikap terbuka terhadap gagasan baru. Kembangkan pertanyaan, karena dengan begitu
kita akan membentuk pola pikiran yang tidak biasa, kemudian kita juga
mengembangkan gagasan kita, mengembangkan cara baru untuk keluar dari zona aman
kita sehingga kita bisa melakukan inovasi-inovasi, yang terpenting adalah kita
tidak takut mengambil resiko.
2.3.2.
Mengembangkan Kreativitas Peserta Didik Dalam Pembelajaran Sejarah
Cara-cara yang dilakukan guru untuk
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran Sejarah antara lain
:
Ø Guru menerapkan metode pengajaran
yang tidak membosankan dan konvensional yang selama ini dipakai guru sejarah
yaitu Ceramah. Memang metode ini selalu
dipakai saat pengajaran sejarah, namun alangkah baiknya divariasikan dengan
metode pengajaran yang lain sehingga peserta didik tidak bosan dan selalu menghindar
saat pelajaran sejarah. Peserta didik
akan lebih tertarik pada metode pengajaran yang bersifat aktif, interaktif, menyenangkan
serta menghibur. Dengan durasi waktu 45
menit (1 jam pelajaran), menuntut guru sejarah untuk lebih kreatif menyusun
rencana pengajaran yang akan dilaksanakan.
Salah satu metode pengajaran yang diterapkan adalah metode belajar
sambil bermain yaitu permainan yel-yel sejarah.
Permainan ini merupakan permainan kelompok dan individu. Permainan kelompok adalah saat mereka
menampilkan yel-yel sejarah sesuai dengan materi yang dipersyaratkan dan penilaian individu
adalah saat peserta didik menjawab
pertanyaan.
Ø Guru
membangun kembali suasana kehidupan masa lalu dengan berdasarkan sumber yang
tersedia. Guru mencoba menginterpretasi
setiap sumber yang ada. Pada konteks
inilah imajinasi diperlukan. Imajinasi
sejarawan yang didasarkan data dan tentu saja dukungan ilmu-ilmu yang lain
digunakan untuk menghadirkan masa lalu yang kemudian dibuatkan deskripsinya dan
pada akhirnya peserta didik dapat mengerti seperti apa masa lalu di balik sisa-sisa
peninggalan tersebut. Realitas demikian
tentu membutuhkan kreatifitas dalam berpikir dan kreatifitas seperti itu bukan
merupakan monopoli sejarawan saja, melainkan bagi peserta didik yang
mempelajari sejarah. Memadukan antara
penggalan fakta yang satu dengan fakta lainnya membutuhkan daya analisa yang
membuat peserta didik dicerdaskan. Belum
lagi jika peserta didik juga turut mencoba mencari kemungkinan-kemungkinan yang
bisa saja terjadi namun belum diungkap oleh sejarawan penulisnya, pasti lebih
mengasyikkan dan hal seperti ini sangat dianjurkan dalam mempelajari sejarah. Sebab kebenaran sejarah itu tidak tunggal. Dengan imajinasi dan data yang tersedia, peserta
didik dapat menjawab berbagai hal dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tentu jawaban-jawaban yang ada adalah jawaban
spekulatif dan perlu pembuktian melalui berbagai argument pembanding dan tidak
kalah pentingnya adalah hal-hal yang bersifat akademis. Salah atau benar jawaban yang bisa dimunculkan
bukanlah hal terpenting, namun kemampuan membingkai serpihan menjadi sebuah
deskripsi yang bermakna menjadi lebih penting dan tentunya kreatifitas berpikir
menjadi terasah.
Ø Pengajaran sejarah hendaknya
diselenggarakan sebagai suatu avontuzir bersama dari pengajar maupun yang
diajar. Dalam konsepsi maka bukan
hafalan fakta melainkan riset bersama antara guru dan peserta didik menjadi
metode utama. Dengan jalan ini peserta
didik langsung dihadapkan dengan tantangan intelektual yang memang merupakan ciri
khas dari pada sejarah sebagai ilmu. Demikian
pula peserta didik dilibatkan langsung dalam suatu engagement baru dengan arti
sejarah untuk hari kini. Peserta didik
menjadi peserta pelaku dalam usaha penemuan diri bangsa kita sendiri. Dengan melibatkan secara langsung dalam proses mencari,
menelusuri, mengamati, menyeleksi serta mengkaji nilai-nilai kehidupan masa
lalu dari jejak-jejak kesejarahan yang ada, kemudian menyusunnya dalam bentuk
laporan cerita sebagai suatu cara untuk dapat memahami dan menghayati
sebenar-benarnya apa yang ingin dimengerti.
Sesudah mendapat pengertian dan penghayatan yang sebenar-benarnya
diharapkan peserta didik mampu mengembangkan nilai-nilai itu supaya relevan
untuk menghadapi permasalahan hidup di masa kini dan di masa datang. Mereka diharapkan tanggap atau peka dalam
melihat serta menghadapi problema sesuai dengan kondisi zaman yang pada
dasarnya selalu berubah. Peserta didik
ditantang untuk tidak sekedar mewarisi nilai-nilai dari masa lampau tetapi
dituntut untuk kreatif, kritis dan dapat mengembangkannya, sehingga dapat
berfungsi dalam kehidupannya.
Ø Untuk membantu meningkatkan
pemahaman dan penghayatan yang sebenar-benarnya terhadap nilai-nilai
kesejarahan serta gairah belajar, peserta didik dapat melakukan kegiatan
langsung di lapangan yaitu di lingkungannya sendiri untuk mengkaji jejak-jejak
kesejarahan dalam rangka mengumpulkan fakta sejarah. Dengan menempuh kegiatan ini, peserta didik
dalam proses pembelajaran tidak hanya menerima informasi guru serta inkuiri
kepustakaan, tetapi dapat memperoleh pengalaman secara langsung dalam menelusuru
jejak-jejak kesejarahan yang ada di lingkungannya. Termasuk di sini dapat melihat, mengamati,
mengkaji serta memperoleh informasi secara langsung dari tokoh masyarakat di
sekitar tempat itu yang mengetahui tentang peristiwa yang ada kaitannya dengan
jejak kesejarahan yang ada. Kegiatan ini
bisa dikembangkan dalam kaitannya dengan sejarah lokal, dimana setelah peserta
didik mengumpulkan fakta-fakta lalu mengkaji dan menyeleksi kemudian menyusunnya
dalam bentuk uraian cerita, sehingga dengan cara itu siswa dapat mendapatkan
keterampilan menyusun sejarah.
Ø Untuk mengarah ke proses
pembelajaran yang terpusat pada peserta didik di dalam kelas, untuk mengkaji
jejak-jejak kesejarahan bisa ditempuh dengan mengkaji kepustakaan dibantu
dengan alat-alat visual maupun audio visual yang antara lain berupa model,
maket, sketsa, photo, film, kaset dan lain-lain yang merupakan bagian dari
kelengkapan laboratorium sejarah yang dilengkapi dengan kepustakaan yang
menunjang, sehingga sebelum peserta didik mendapat kesempatan memperoleh
pengalaman secara langsung di lapangan sudah mendapat mengalaman buatan dengan
belajar dalam laboratorium sejarah. Dimana
peserta didik dapat belajar secara aktif mengamati, meneliti, dibantu dengan
sumber kepustakaan yang ada dalam mengkaji suatu permasalahan kemudian membuat
laporan. Supaya peserta didik dapat
belajar melalui pengalaman buatan harus ditunjang dengan sarana (fasilitas)
yang memadai. Sekolah harus memiliki
sarana sebagai sumber belajar berupa laboratorium sejarah yang memiliki
perpustakaan yang memadai. Di sinilah
biasanya timbul masalah, karena pada umumnya satuan pendidikan di Indonesia
memiliki sarana media serta perpustakaan yang terbatas. Peserta didik melihat secara langsung, aktif
mencari / meneliti aspek kehidupan masyarakat pembuatnya (pendukungnya) di masa
lalu serta nilai-nilai yang tercermin di dalamnya dapat dicari informasinya
dari sumber-sumber yang berasal dari masyarakat setempat, kemudian
menuliskannya dalam bentuk laporan.
Ø Untuk mencapai sasaran tersebut
diatas, hendaknya guru menggunakan pendekatan pembelajaran yang terpusat pada peserta
didik, pendekatan kontekstual dan pendekatan inkuiri, karena pendekatan ini
mampu meningkatkan usaha penangkapan makna masa lampau oleh peserta didik. Melalui aktivitas fisik-mental yang lebih
meningkat (termasuk kegiatan di luar kelas), peserta didik lebih terdorong
dalam keterampilan / kerativitas berpikir melalui proses inkuiri dan dalam
sentuhan pada makna / nilai pengalaman masa lampau sebagai unsur utama dan
pembelajaran sejarah.
BAB 3 PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Kreativitas merupakan usaha melibatkan diri pada proses
kreatif yang didasari oleh intelegensi, gaya kognitif dan kepribadian /
motivasi, juga merupakan kemampuan untuk menghasilkan atau mencipta sesuatu
yang baru. Strategi 4P yaitu Pribadi,
Pendorong, Proses, dan Produk yang menurut para ahli dapat membantu
mengembangkan kreatifitas anak jika diterapkan secara benar. Pada dasarnya setiap anak memiliki
kreativitas, hanya saja tidak semua anak bisa mengembangkan kreatifitasnya
dengan benar. Untuk itu diperlukan peran
orang tua dalam mengembangkan kreatifitas tersebut.
Dalam mengembangkan kreativitas peserta didik, cara yang
perlu diterapkan guru dalam pembelajaran yaitu guru harus dapat lebih banyak
memberikan tantangan daripada
tekanan, guru tidak hanya memperhatikan produk atau hasil belajar siswa, tetapi
lebih-lebih proses belajar, belajar bagaimana harus menyadari bahwa belajar
(learn) lebih penting daripada menguasai bahan pengetahuan semata-mata,
pemecahan masalah dengan lebih menekankan pada proses memperoleh jawaban
daripada jawabannya sendiri dan lain-lain.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Dedi Supriadi, (1994), Kreativitas, Kebudayaan & Perkembangan
Iptek, Alfabeta, Bandung.
2.
Munandar,Utami. 2004. “Pengembangan
Emosi dan Kreativitas”. Jakarta ; Rineka Cipta
7.
http://wirausahasmk.blogspot.com/2011/02/tipe-tipe-kreativitas.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar