Rabu, 17 Desember 2014

TUGAS STRATEGI BELAJAR MENGAJAR BIDANG STUDI "PENGEMBANGAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH"





Hasil gambar untuk unej
 



  

PENGEMBANGAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH



Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampu Dr. Suranto, M.Pd



Oleh
Nuzulul Khoirunnisa’ (120210302103)
Kelas B



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014


BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Saat ini kemampuan berpikir kritis sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, karena untuk mengembangkan kemampuan berpikir lainnya, seperti kemampuan untuk membuat keputusan dan menyelesaian masalah.  Banyak sekali fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang perlu dikritisi.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya.  Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam  pendidikan sejak 1942.  Penelitian dan berbagai pendapat tentang berpikir kritis telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini (Patrick, 2000:1).
Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan mengingat bahwa dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat dan memungkinkan siapa saja bisa memperolah informasi secara cepat dan mudah dengan melimpah dari berbagai sumber dan tempat manapun di dunia.  Hal ini mengakibatkan cepatnya perubahan tatanan hidup serta perubahan global dalam kehidupan.  Jika tidak dibekali dengan kemampuan berpikir kritis, maka tidak akan mampu mengolah, menilai dan mengambil informasi yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan tersebut.  Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang penting dalam kehidupan.
Berpikir kritis adalah suatu aktifitas kognitif yang berkaitan dengan penggunaan nalar.  Belajar untuk berpikir kritis berarti menggunakan proses-proses mental, seperti memperhatikan, mengkategorikan, seleksi dan menilai / memutuskan.  Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam berpikir dan bekerja dan membantu dalam menentukan keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya dengan lebih akurat.  Oleh sebab itu, kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah / pencarian solusi dan pengelolaan proyek.  Pengembangan kemampuan berpikir kritis merupakan integrasi beberapa bagian pengembangan kemampuan, seperti pengamatan (observasi), analisis, penalaran, penilaian, pengambilan keputusan dan persuasi
 
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1.      Bagaimanakah konsep dasar berpikir kritis itu?
1.2.2.      Apa sajakah ciri-ciri dan indicator berpikir kritis itu?
1.2.3.      Apa sajakah factor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis itu?
1.2.4.      Apa sajakah cara-cara pengembangan berpikir kritis itu?
1.2.5.      Bagaimanakah pengembangan berpikir kritis dalam pembelajaran sejarah itu?

1.3.Tujuan
1.3.1.      Untuk mengetahui konsep dasar berpikir kritis
1.3.2.      Untuk mengetahui ciri-ciri dan indicator berpikir kritis
1.3.3.      Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis
1.3.4.      Untuk mengetahui cara-cara pengembangan berpikir kritis
1.3.5.      Untuk mengetahui berpikir kritis dalam pengembangan pembelajaran sejarah

 
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar Berpikir Kritis
Dalam mendefiniskan mengenai berpikir ini, terdapat adanya beberapa macam pendapat, di antaranya ada yang menganggap berpikir sebagai suatu proses asosiasi saja, ada pula yang memandang berpikir sebagai proses penguatan hubungan antara stimulus dan respons, ada yang mengemukakan bahwa berpikir itu merupakan suatu kegiatan psikis untuk mencari hubungan antara dua objek atau lebih, bahkan ada pula yang mengatakan bahwa berpikir merupakan kegiatan kognitif tingkat tinggi (higher level cognitive), sering pula dikemukakan bahwa berpikir itu merupakan aktivitas psikis yang intensional.
Berpikir adalah serangkaian gagasan, idea atau konsepsi-konsepsi yang diarahkan kepada suatu pemecahan masalah.  Dikatakan sebagai proses karena sebelum berpikir kita tidak mempunyai gagasan maupun ide dan sewaktu berpikir itulah ide bisa datang sehingga melahirkan berbagai pemikiran, diantaranya adalah pemikiran kreatif.  Berpikir juga dapat diartikan dengan bertanya tentang sesuatu, karena disaat kita berpikir yang ada diotak kita adalah berbagai pertanyaan analisa diantaranya apa, mengapa, bagaimana, dan dimana.
Berpikir kristis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan.  Dibawah ini pengertian berpikir kritis menurut beberapa ahli diantaranya :
a.    Schafersman, S.D. (1991) : berpikir yang benar dalam rangka mengetahui secara relevan dan reliable tentang dunia.  Berpikir kritis adalah berpikir beralasan, mencerminkan, bertanggungjawab, kemampuan berpikir yang difokuskan pada pengambilan keputusan terhadap apa yang diyakini atau yang harus dilakukan.  Berpikir kritis adalah mengajukan pertanyaan yang sesuai, mengumpulkan informasi yang relevan, mengurutkan informasi secara efisien dan kreatif, menalar secara logis, hingga sampat pada kesimpulan yang reliable dan terpercaya.
b.   Halpen (1996) : berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan  atau strategi kognitif dalam   menentukan tujuan.  Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan dan mengacu langsung kepada sasaran merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.  Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi, mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan.  Berpikir kritis juga biasa disebut dengan directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju.
c.    Anggelo (1995:6) : berpikir  kritis adalah mengaplikasikan rasional kegiatan berpikir yang tinggi yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis,  mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan dan mengevaluasi.  Berpikir kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi analisis, sintesis, pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan dan penilaian.
d.   Scriven : berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis dan mengevaluasi.  Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan dan komunikasi yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan (Walker, 2001: 1).
e.    MCC General Education Iniatives : berpikir kritis ialah sebuah proses yang menekankan kepada sikap penentuan keputusan yang sementara, memberdayakan logika yang berdasarkan inkuiri dan pemecahan masalah yang menjadi dasar dalam menilai sebuah perbuatan atau pengambilan keputusan.
f.    Ennis (1985: 54), berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.
Sumadi Suryabrata (2002: 55) proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu :
a.    Pembentukan pengertian yaitu menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis, contohnya kita ambil manusia dari berbagai bangsa lalu kita analisis ciri-cirinya.  Salah satu contohnya adalah menganalisis manusia dari Eropa, Indonesia dan Cina.  Tahap selanjutnya yaitu membandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri mana yang sama dan yang tidak sama.  Langkah berikutnya, mengabstraksikan yaitu menyisihkan, membuang ciri-ciri yang tidak hakiki dan menangkap ciri-ciri yang hakiki.
b.   Pembentukan pendapat yaitu meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih.  Pendapat yang dinyatakan dalan bentuk kalimat yang terdiri dari subyek dan predikat.  Misalnya rumah itu baru, rumah adalah subyek dan baru adalah predikat.  Pendapat itu sendiri dibedakan tiga macam yaitu pendapat positif, negatif dan kebarangkalian.
c.    Pembentukan keputusan atau penarikan kesimpulan yaitu hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada.  Ada tiga macam keputusan, yaitu keputusan induktif, keputusan deduktif dan keputusan analogis.  Misalkan dari keputusan deduktif ditarik dari hal yang umum ke hal yang khusus, semua logam kalau dipanaskan memuai, tembaga adalah logam.  Jadi (kesimpulan), tembaga kalau dipanaskan memuai.

2.2. Ciri-ciri dan Indikator Berpikir Kritis
Ciri-ciri berpikir kritis
Ciri-ciri berpikir kritis antara lain :
a.    Menanggapi atau memberikan komentar terhadap sesuatu dengan penuh pertimbangan
b.   Bersedia memperbaiki kesalahan atau kekeliruan
c.    Dapat menelaah dan menganalisa sesuatu yang datang kepadanya secara sistematis
d.   Berani menyampaikan kebenaran meskipun berat dirasakan
e.    Bersikap cermat, jujur dan ikhas karena Allah, baik dalam mengerjakan pekerjaan yang bertalian  dengan agama Allah maupun dengan urusan duniawi
f.    Adil dalam memberikan kesaksikan tanpa melihat siapa orangnya walaupun akan merugikan diri sendiri, sahabat dan kerabat
Ennis (Arief Achmad, 2007) menyebutkan beberapa kriteria yang dapat dijadikan standar dalam proses berpikir kritis, yaitu :
a.    Clarity (Kejelasan)
Kejelasan merujuk kepada pertanyaan : "Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci sampai tuntas?"; "Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?"; "Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!".  Kejelasan merupakan pondasi standardisasi.  Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat membedakan apakah sesuatu itu akurat atau relevan.  Apabila terdapat pernyataan yang demikian, maka kita tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami pernyataan tersebut.Contoh pertanyaan berikut tidak jelas : "Apa yang harus dikerjakan pendidik dalam sistem pendidikan di Indonesia?" Agar pertanyaan itu menjadi jelas, maka kita harus memahami betul apa yang dipikirkan dalam masalah itu.  Agar menjadi jelas, pertanyaan itu harus diubah menjadi, "Apa yang harus dikerjakan oleh pendidik untuk memastikan bahwa siswanya benar-benar telah mempelajari berbagai keterampilan dan kemampuan untuk membantu berbagai hal agar mereka berhasil dalam pekerjaannya dan mampu membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari?".
b.   Accuracy (keakuratan, ketelitian, kesaksamaan)
Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan : "Apakah pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?"; "Bagaimana cara mengecek kebenarannya?"; "Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?" Pernyataan dapat saja jelas, tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan berikut, "Pada umumnya anjing berbobot lebih dari 300 pon".
c.    Precision (ketepatan)
Ketepatan mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat mendetail.  Pertanyaan ini dapat dijadikan panduan untuk mengecek ketepatan sebuah pernyataan.  "Apakah pernyataan yang diungkapkan sudah sangat terurai?"; "Apakah pernyataan itu telah cukup spesifik?".  Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya "Aming sangat berat" (kita tidak mengetahui berapa berat Aming).
d.   Relevance (relevansi, keterkaitan)
Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan.  Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan pertanyaan berikut : "Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan pertanyaan?"; "Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?".  Permasalahan dapat saja jelas, teliti dan tepat, tetapi tidak relevan dengan permasalahan.  Contohnya : siswa sering berpikir, usaha apa yang harus dilakukan dalam belajar untuk meningkatkan kemampuannya.  Bagaimana pun usaha tidak dapat mengukur kualitas belajar siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak relevan dengan ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
e.    Depth (kedalaman)
Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada pertanyaan dengan kompleks.  Apakah permasalahan dalam pertanyaan diuraikan sedemikian rupa? Apakah telah dihubungkan dengan faktor-faktor yang signifikan terhadap pemecahan masalah? Sebuah pernyataan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan dari dalam).  Misalnya terdapat ungkapan "Katakan tidak".  Ungkapan tersebut biasa digunakan para remaja dalam rangka penolakan terhadap obat-obatan terlarang (narkoba).  Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat, relevan, tetapi sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan bermacam-macam.
f.    Breadth (keluasaan)
Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini.  Apakah pernyataan itu telah ditinjau dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan atau teori lain dalam merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti apakah pernyataan tersebut menurut... Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup luas.  Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang diajukan.
g.   Logic (logika)
Logika bertemali dengan hal-hal berikut : Apakah pengertian telah disusun dengan konsep yang benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya? Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya, bagaimana kedua hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita akan dibawa kepada bermacam-macam pemikiran satu sama lain.  Ketika kita berpikir dengan berbagai kombinasi, satu sama lain saling menunjang dan mendukung perumusan pernyataan dengan benar, maka kita berpikir logis.  Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung atau bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis.
Indikator Berpikir Kritis 
Indikator-indikator keterampilan berpikir kritis menurut Modul of teaching for creative thinking for three stage (Lawson, 1979) antara lain :
Tahap I : Menguatkan antisipasi dan harapan
  1. Menghadapi ambiguitas dan ketidakpercayaan
  2. Menanyakan harapan dan antisipasi yang kuat
  3.  Membuat kesadaran untuk memecahkan masalah, kebutuhan  mungkin di masa depan atau menghadapi kesulitan
  4. Membangun ilmu pengetahuan yang ada terhadap peserta didik
  5. Menguatkan perhatian tentang masalah atau kebutuhan masa depan
  6. Merangsang keingintahuan dan hasrat untuk mengetahui
  7. Mengenali hal yang aneh
  8. Membebaskan dari set yang terhambat
  9. Melihat informasi yang sama dari sudut pandang yang berbeda
  10. Merangsang pertanyaan untuk membuat peserta didik berpikit tentang informasi dalam cara yang baru
  11. Memprediksi dari informasi yang terbatas
  12. Tujuan pelajaran dibuat jelas, menunjukkan hubungan pembelajaran yang diharapkan dan masalah yang ada sekarang dan masa depan
  13. Hanya stuktur yang tepat yang diberi kata kunci dan petunjuk
  14. Mengambil langkah selanjutnya diluar dari apa yang diketahui
  15. Kesiapan jasmani untuk informasi yang akan dipresentasikan
Tahap II : Menggali permasalahan, memperoleh informasi lebih, mengenal harapan yang sebelumnya tidak diharapkan, terus-menerus memupuk harapan baru
  1. Mengutamakan kesadaran terhadap masalah dan kesulitan
  2. Menerima keterbatasan dengan membangun sebagai tantangan daripada kesinisan, meningkatkan dengan yang sesuai
  3. Mendorong karakteristik pribadi atau kecenderungan yang kreatif
  4. Melatih proses pemecahan masalah yang kreatif dalam cara yang sistematis dalam menghadapi masalah dan informasi
  5. Mengolaborasikan berdasarkan informasi yang disajikan secara bebas dan sistematis
  6. Menampilkan informasi sebagai pertanyaan yang tidak lengkap dan dimiliki peserta didik untuk mengisi kekosongan
  7. Mendekatkan elemen nyata yang tidak jelas
  8. Mengeksplorasi dan mempelajari masalah dan mencoba menyelesaikannya
  9. Memelihara keterbukaan
  10. Membuat hasil yang diprediksi tidak lengkap
  11. Memprediksi dari informasi yang terbatas
  12. Menyakinkan untuk kejujuran dan realisme
  13. Mengidentifikasi dan memberanikan diri menambah kemampuan baru untuk menemukan informasi
  14. Menguatkan dan mengkolaborasikan menggunakan hal yang mengherankan
  15. Memberi visualisasi
Tahap III : Melakukan sesuatu dengan informasi baru yang sedang dan akan dicari
  1. Bermain dengan keambiguan
  2. Kesadaran yang dalam terhadap masalah, kesulitan atau informasi yang berbeda
  3. Mengetahui keunikan masing2 siswa secara potensial
  4. Meningkatkan kepedulian terhadap masalah
  5. Menjawab tantangan dari respon yang membangun atau solusi
  6. Melihat hubungan yang jelas antara informasi baru dengan karir di masa depan
  7. Melihat koneksi yang jelas antara informasi baru dengan karir di masa depan
  8. Menerima batasan secara kreatif dan membangun
  9. Menggali lebih dalam lagi, menuju ke bawah secara jelas dan dapat diterima
  10. Membuat pemikiran yang divergen (menyebar) secara sah
  11. Merinci informasi yang diberikan
  12. Berani membuat solusi yang baik, solusi dari benturan konflik, misteri yang tidak dapat dipecahkan
  13. Membutuhkan percobaan
  14. Membuat yang umumnya dikenal aneh
  15. Menguji daya khayal untuk menemukan solusi dari masalah yang nyata
  16. Berani membuat proyeksi ke depan
  17. Menampilkan ketidakmungkinan
  18. Menciptakan kelucuan dan melihat humor dari informasi yang ditampilkan
  19. Berani mengungkapkan pertimbangan yang ditunda dan kegunaan dari beberapa prosedur yang tertib dari pemecahan masalah
  20. Menghubungkan informasi terhadap informasi dalam berbagai disiplin
  21. Mencari informasi yang sama dalam cara yang berbeda
  22. Mendorong manipulasi dari ide dan atau objek
  23. Mendorong banyak hipotesis
  24. Menghadapi dan menguji paradoks

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berpikir Kritis
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berpikir kritis, diantaranya :
a.   Kondisi fisik : menurut Maslow dalam Siti Mariyam (2006:4) kondisi fisik adalah kebutuhan fisiologi yang paling dasar bagi manusia untuk menjalani kehidupan.  Ketika kondisi fisik  terganggu, sementara ia dihadapkan pada situasi yag menuntut pemikiran yang matang untuk memecahkan suatu masalah, maka kondisi seperti ini sangat mempengaruhi pikirannya.  Ia tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir cepat karena tubuhnya tidak memungkinkan untuk bereaksi terhadap respon yanga ada.
b.   Motivasi : Kort (1987) mengatakan motivasi merupakan hasil faktor internal dan eksternal.  Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga seseorang agar mau berbuat sesuatu atau memperlihatkan perilaku tertentu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.  Menciptakan minat adalah cara yang sangat baik untuk memberi motivasi pada diri demi mencapai tujuan.  Motivasi yang tinggi terlihat dari kemampuan atau kapasitas atau daya serap dalam belajar, mengambil resiko, menjawab pertanyaan, menentang kondisi yang tidak mau berubah kearah yang lebih baik, mempergunakan kesalahan sebagai kesimpulan belajar, semakin cepat memperoleh tujuan dan kepuasan, memperlihatkan tekad diri, sikap kontruktif, memperlihatkan hasrat dan keingintahuan, serta kesediaan untuk menyetujui hasil perilaku.
c.    Kecemasan : keadaan emosional yang ditandai dengan kegelisahan dan ketakutan terhadap kemungkinan bahaya.  Menurut Frued dalam Riasmini (2000), kecemasan timbul secara otomatis jika individu menerima stimulus berlebih yang melampaui untuk menanganinya (internal, eksternal).  Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat; a) konstruktif, memotivasi individu untuk belajar dan mengadakan perubahan terutama perubahan perasaan tidak nyaman, serta terfokus pada kelangsungan hidup; b) destruktif, menimbulkan tingkah laku maladaptif dan disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik serta dapat membatasi seseorang dalam berpikir.
d.   Perkembangan intelektual : intelektual atau kecerdasan merupakan kemampuan mental seseorang untuk merespon dan menyelesaikan suatu persoalan, menghubungkan satu hal dengan yang lain dan dapat merespon dengan baik setiap stimulus.  Perkembangan intelektual tiap orang berbeda-beda disesuaikan dengan usia dan tingkah perkembanganya.  Menurut Piaget dalam Purwanto (1999) semakin bertambah umur anak, semakin tampak jelas kecenderungan dalam kematangan proses.

2.4. Cara Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis
Kemampuan berpikir kritis dapat ditingkatkan melalui latihan.  Berikut ini diberikan delapan langkah yang dapat membantu siswa atau orang yang ingin meningkatkan kemampuannya dalam berpikir kritis, yaitu :
a.    Menentukan masalah atau isu nyata, proyek atau keputusan yang betul-betul dipertimbangkan untuk dikritisi
b.   Menentukan poin-poin yang menjadi pandangan
c.    Memberikan alasan mengapa poin-poin itu dipertimbangkan untuk dikritisi
d.   Membuat asumsi-asumsi yang diperlukan
e.    Bahasa yang digunakan harus jelas
f.    Membuat alasan yang mendasari dalam fakta-fakta yang meyakinkan
g.   Mengajukan kesimpulan; dan
h.   Menentukan implikasi dari kesimpulan tersebut
Kemampuan berpikir terutama kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam mengajarkan pemecahan masalah pada siswa, karena salah satu indikasi adanya transfer belajar adalah kemampuan menggunakan informasi dan ketrampilan dalam memecahkan masalah.  Melalui pemecahan masalah-masalah itu siswa dilatih berpikir kritis melalui latihan.  Kesulitan yang umumnya ditemukan pada siswa dalam memecahkan masalah adalah dalam hal memperjelas masalah atau merumuskan masalah yang akan dipecahkan (Slavin, 1997).

2.5. Pengembangan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Sejarah
Kember (1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar tentang berpikir kritis menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau melakukan penilaian keterampilan berpikir pada siswa.  Seringkali pengajaran berpikir kritis diartikan sebagai problem solving, meskipun kemampuan memecahkan masalah merupakan sebagian dari kemampuan berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).
Faktor yang menentukan keberhasilan program pengajaran keterampilan berpikir adalah pelatihan untuk para pengajar.  Pelatihan saja tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan berpikir jika penerapannya tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan, tidak disertai dukungan administrasi yang memadai, serta program yang dijalankan tidak sesuai dengan populasi siswa (Cotton K., 1991).
Secara umum pembelajaran IPS harus mengikuti aturan yang ada dalam Standar Isi, salah satunya berpikir kritis.  Namun, dalam materi sejarah strategi pembelajaran berpikir kritis ini dapat dilakukan melalui sajian sejumlah fakta yang didapat dari bacaan atau sumber lainnya.  Anak didik dilatih menginterpretasikan untuk membangun suatu struktur proses perubahaan peristiwa.  Dalam hal ini secara langsung telah dilatih anak didik memahami bahwa suatu peristiwa memiliki proses perubahan.  Ini salah satu ciri khas yang tidak diperoleh anak didik melalui pembelajaran lainnya.
Setelah terbentuk pola perubahan, anak dilatih berpikir kritis pada setiap perubahan.  Latihan pertama, adalah anak disuruh mencari fakta, membuat konsep dan menemukan sebab-akibat dari setiap proses perubahan dalam peristiwa sejarah.  Latihan pertama, anak didik ditantang untuk membuktikan terjadi perubahan melalui fakta (kejadian) masing-masing proses perubahan (how), kapan terjadinya perubahan (when), dimana terjadinya (where) dan siapa pelakunya (Who).  Latihan kedua, peserta didik dilatih menginterpretasi untuk menentukan konsep setiap fakta (kejadian) dengan memunculkan pertanyaan ‘apa namanya itu’ (What)? Terakhir, peserta didik dilatih mencari penyebab dari masing-masing perubahan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan mengapa terjadi perubahan (Why)? Demikian selanjutnya untuk perkembangan setiap perubahan dalam peristiwa sejarah latihan berulang ini akan membentuk keterampilan berpikir kritis seperti yang dimuat dalam kurikulum 2006.  Salah satu contohnya yaitu Kerajaan Samudera Pasai mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1297–1326 M? apa penyebabnya? Siapa rajanya? bagaimana pemerintahannya? mengapa ia mencapai puncak kejayaan? kapan terjadinya?
Strategi tersebut membuktikan dua hal dalam pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, yaitu :
1.   Dengan menggunakan konteks yang relevan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis sekaligus meningkatkan prestasi akademisnya
2.   Cara penilaian yang memerlukan telaah yang lebih dalam mendorong siswa untuk belajar secara lebih bermakna daripada sekedar belajar untuk menghapal
Pertanyaan diberikan setelah memperoleh fakta-fakta dari setiap peristiwa sejarah yang akan dipelajari.  Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang diberikan telah disusun oleh pendidik dengan konsep yang jelas sehingga tidak memberikan pengalaman bagi siswa untuk menentukan informasi yang diperlukan untuk membangun konsep sendiri.  Salah satu karakter seorang yang berpikir kritis adalah self regulatory, sehingga pengajaran tersebut dapat dikombinasikan dengan strategi lain agar siswa dapat menentukan informasi secara mandiri.  Sehingga setiap siswa memperoleh kesempatan untuk menyampaikan argumentasi dari jawaban pertanyaan yang diberikan.  Pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir kritis dapat dimasukkan ke dalam study guide sebagai salah satu sumber belajar.
Pembelajaran kolaboratif melalui diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan sebagai strategi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990; Rimiene V.2002; Gokhale A.A. 2005).  Dengan berdiskusi siswa mendapat kesempatan untuk mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa lain, mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan, membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan menyampaikan kritik dengan cara yang santun.


BAB 3 PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berpikir kristis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan.  Ciri-ciri berpikir kritis antara lain menanggapi atau memberikan komentar terhadap sesuatu dengan penuh pertimbangan, bersedia memperbaiki kesalahan atau kekeliruan, dapat menelaah dan menganalisa sesuatu yang datang kepadanya secara sistematis, berani menyampaikan kebenaran meskipun berat dirasakan.  Indikator-indikator berpikir kritis antara lain menguatkan antisipasi dan harapan, menggali permasalahan, terus-menerus memupuk harapan baru dan melakukan sesuatu dengan informasi baru yang sedang dan akan dicari.
Faktor yang mempengaruhi berpikir kritis diantaranya kondisi fisik, motivasi, kecemasan dan perkembangan intelektual.  Cara mengembangkan kemampuan berpikir kritis antara lain menentukan masalah atau isu nyata, proyek atau keputusan yang betul-betul dipertimbangkan untuk dikritisi, membuat asumsi-asumsi yang diperlukan, mengajukan kesimpulan dan menentukan implikasi dari kesimpulan tersebut.  Pengembangan berpikir kritis dalam pembelajaran sejarah antara lain dengan menggunakan konteks yang relevan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis sekaligus meningkatkan prestasi akademisnya dan cara penilaian yang memerlukan telaah yang lebih dalam mendorong siswa untuk belajar secara lebih bermakna daripada sekedar belajar untuk menghapal.
 

DAFTAR PUSTAKA

1.      Ralingson J.G, 1997, Berfikir Kreatif dan Brain Storming, Jakarta : Erlangga
4.      http://jurnaldiakronikafisunp.blogspot.com/2012/05/berpikir-kritis-pembelajaran-sejarah.html
5.      http://bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/05/02/kemampuan-berpikir-kritis/
6.      http://asrimulyani90.blogspot.com/2013/04/konsep-berpikir-kritis.html
7.      http://evisapinatulbahriah.wordpress.com/2011/06/30/indikator-berpikir-kritis-dan-kreatif/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar