PENGEMBANGAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMBELAJARAN
SEJARAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampu Dr. Suranto, M.Pd
Oleh
Nuzulul Khoirunnisa’ (120210302103)
Kelas B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Saat
ini kemampuan berpikir kritis sangat penting dalam kehidupan sehari-hari,
karena untuk mengembangkan kemampuan berpikir lainnya, seperti kemampuan untuk
membuat keputusan dan menyelesaian masalah.
Banyak sekali fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang perlu dikritisi.
Kemampuan
berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan,
pekerjaan dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan
pokok dalam pendidikan sejak 1942.
Penelitian dan berbagai pendapat tentang berpikir kritis telah menjadi
topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini (Patrick, 2000:1).
Kemampuan
berpikir kritis sangat diperlukan mengingat bahwa dewasa ini ilmu pengetahuan
dan teknologi berkembang sangat pesat dan memungkinkan siapa saja bisa
memperolah informasi secara cepat dan mudah dengan melimpah dari berbagai sumber
dan tempat manapun di dunia. Hal ini
mengakibatkan cepatnya perubahan tatanan hidup serta perubahan global dalam
kehidupan. Jika tidak dibekali dengan
kemampuan berpikir kritis, maka tidak akan mampu mengolah, menilai dan
mengambil informasi yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan tersebut. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis
merupakan kemampuan yang penting dalam kehidupan.
Berpikir kritis
adalah suatu aktifitas kognitif yang berkaitan dengan penggunaan nalar. Belajar untuk
berpikir kritis berarti menggunakan proses-proses mental, seperti
memperhatikan, mengkategorikan, seleksi dan menilai / memutuskan. Kemampuan dalam berpikir kritis
memberikan arahan yang tepat dalam berpikir dan bekerja dan membantu dalam
menentukan keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya dengan lebih akurat.
Oleh sebab itu, kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan dalam
pemecahan masalah / pencarian solusi dan pengelolaan proyek.
Pengembangan kemampuan berpikir kritis merupakan
integrasi beberapa bagian pengembangan kemampuan, seperti pengamatan
(observasi), analisis, penalaran, penilaian, pengambilan keputusan dan persuasi
1.2.Rumusan
Masalah
1.2.1. Bagaimanakah
konsep dasar berpikir kritis itu?
1.2.2. Apa
sajakah ciri-ciri dan indicator berpikir kritis itu?
1.2.3. Apa
sajakah factor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis itu?
1.2.4. Apa
sajakah cara-cara pengembangan berpikir kritis itu?
1.2.5. Bagaimanakah
pengembangan berpikir kritis dalam pembelajaran sejarah itu?
1.3.Tujuan
1.3.1. Untuk
mengetahui konsep dasar berpikir kritis
1.3.2. Untuk
mengetahui ciri-ciri dan indicator berpikir kritis
1.3.3. Untuk
mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis
1.3.4. Untuk
mengetahui cara-cara pengembangan berpikir kritis
1.3.5. Untuk
mengetahui berpikir kritis dalam pengembangan pembelajaran sejarah
BAB
2 PEMBAHASAN
2.1.
Konsep Dasar Berpikir Kritis
Dalam
mendefiniskan mengenai berpikir ini, terdapat adanya beberapa macam pendapat,
di antaranya ada yang menganggap berpikir sebagai suatu proses asosiasi saja,
ada pula yang memandang berpikir sebagai proses penguatan hubungan antara
stimulus dan respons, ada yang mengemukakan bahwa berpikir itu merupakan suatu
kegiatan psikis untuk mencari hubungan antara dua objek atau lebih, bahkan ada
pula yang mengatakan bahwa berpikir merupakan kegiatan kognitif tingkat tinggi
(higher level cognitive), sering pula dikemukakan bahwa berpikir itu merupakan
aktivitas psikis yang intensional.
Berpikir
adalah serangkaian gagasan, idea atau konsepsi-konsepsi yang diarahkan kepada
suatu pemecahan masalah. Dikatakan
sebagai proses karena sebelum berpikir kita tidak mempunyai gagasan maupun ide
dan sewaktu berpikir itulah ide bisa datang sehingga melahirkan berbagai
pemikiran, diantaranya adalah pemikiran kreatif. Berpikir juga dapat diartikan dengan bertanya
tentang sesuatu, karena disaat kita berpikir yang ada diotak kita adalah
berbagai pertanyaan analisa diantaranya apa, mengapa, bagaimana, dan dimana.
Berpikir
kristis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan
pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Dibawah ini pengertian berpikir kritis
menurut beberapa ahli diantaranya :
a.
Schafersman, S.D. (1991) : berpikir yang
benar dalam rangka mengetahui secara relevan dan reliable tentang dunia. Berpikir kritis adalah berpikir beralasan,
mencerminkan, bertanggungjawab, kemampuan berpikir yang difokuskan pada
pengambilan keputusan terhadap apa yang diyakini atau yang harus
dilakukan. Berpikir kritis adalah
mengajukan pertanyaan yang sesuai, mengumpulkan informasi yang relevan,
mengurutkan informasi secara efisien dan kreatif, menalar secara logis, hingga
sampat pada kesimpulan yang reliable dan terpercaya.
b.
Halpen (1996) : berpikir kritis adalah
memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam
menentukan tujuan. Proses tersebut
dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan dan mengacu langsung kepada
sasaran merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka
memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan dan
membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif
dalam konteks dan tipe yang tepat.
Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi, mempertimbangkan
kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung
untuk membuat keputusan. Berpikir kritis
juga biasa disebut dengan directed thinking, sebab berpikir langsung kepada
fokus yang akan dituju.
c.
Anggelo (1995:6) : berpikir kritis
adalah mengaplikasikan rasional kegiatan berpikir yang tinggi yang meliputi
kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan
pemecahannya, menyimpulkan dan mengevaluasi.
Berpikir kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang
meliputi analisis, sintesis, pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan
dan penilaian.
d.
Scriven : berpikir kritis yaitu proses
intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat pengertian
atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis dan
mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut
berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan dan komunikasi
yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan (Walker, 2001: 1).
e.
MCC General Education Iniatives :
berpikir kritis ialah sebuah proses yang menekankan kepada sikap penentuan
keputusan yang sementara, memberdayakan logika yang berdasarkan inkuiri dan
pemecahan masalah yang menjadi dasar dalam menilai sebuah perbuatan atau
pengambilan keputusan.
f.
Ennis (1985: 54), berpikir kritis adalah
cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan
untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.
Sumadi
Suryabrata (2002: 55) proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga
langkah, yaitu :
a.
Pembentukan pengertian yaitu
menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis, contohnya kita ambil
manusia dari berbagai bangsa lalu kita analisis ciri-cirinya. Salah satu contohnya adalah menganalisis
manusia dari Eropa, Indonesia dan Cina.
Tahap selanjutnya yaitu membandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan
ciri-ciri mana yang sama dan yang tidak sama.
Langkah berikutnya, mengabstraksikan yaitu menyisihkan, membuang
ciri-ciri yang tidak hakiki dan menangkap ciri-ciri yang hakiki.
b.
Pembentukan pendapat yaitu meletakkan
hubungan antara dua buah pengertian atau lebih.
Pendapat yang dinyatakan dalan bentuk kalimat yang terdiri dari subyek
dan predikat. Misalnya rumah itu baru,
rumah adalah subyek dan baru adalah predikat.
Pendapat itu sendiri dibedakan tiga macam yaitu pendapat positif,
negatif dan kebarangkalian.
c.
Pembentukan keputusan atau penarikan
kesimpulan yaitu hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan
pendapat-pendapat yang telah ada. Ada
tiga macam keputusan, yaitu keputusan induktif, keputusan deduktif dan
keputusan analogis. Misalkan dari
keputusan deduktif ditarik dari hal yang umum ke hal yang khusus, semua logam
kalau dipanaskan memuai, tembaga adalah logam.
Jadi (kesimpulan), tembaga kalau dipanaskan memuai.
2.2.
Ciri-ciri dan Indikator Berpikir Kritis
Ciri-ciri
berpikir kritis
Ciri-ciri
berpikir kritis antara lain :
a.
Menanggapi atau memberikan komentar
terhadap sesuatu dengan penuh pertimbangan
b.
Bersedia memperbaiki kesalahan atau
kekeliruan
c.
Dapat menelaah dan menganalisa sesuatu
yang datang kepadanya secara sistematis
d.
Berani menyampaikan kebenaran meskipun
berat dirasakan
e.
Bersikap cermat, jujur dan ikhas karena
Allah, baik dalam mengerjakan pekerjaan yang bertalian dengan agama Allah
maupun dengan urusan duniawi
f.
Adil dalam memberikan kesaksikan tanpa
melihat siapa orangnya walaupun akan merugikan diri sendiri, sahabat dan
kerabat
Ennis
(Arief Achmad, 2007) menyebutkan beberapa kriteria yang dapat dijadikan standar
dalam proses berpikir kritis, yaitu :
a.
Clarity (Kejelasan)
Kejelasan
merujuk kepada pertanyaan : "Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci
sampai tuntas?"; "Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara
yang lain?"; "Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!". Kejelasan merupakan pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat
membedakan apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang demikian,
maka kita tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami
pernyataan tersebut.Contoh pertanyaan berikut tidak jelas : "Apa yang harus dikerjakan
pendidik dalam sistem pendidikan di Indonesia?" Agar pertanyaan itu
menjadi jelas, maka kita harus memahami betul apa yang dipikirkan dalam masalah
itu. Agar menjadi jelas, pertanyaan itu
harus diubah menjadi, "Apa yang harus dikerjakan oleh pendidik untuk
memastikan bahwa siswanya benar-benar telah mempelajari berbagai keterampilan
dan kemampuan untuk membantu berbagai hal agar mereka berhasil dalam
pekerjaannya dan mampu membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari?".
b.
Accuracy (keakuratan, ketelitian,
kesaksamaan)
Ketelitian
atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan :
"Apakah pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?";
"Bagaimana cara mengecek kebenarannya?"; "Bagaimana menemukan
kebenaran tersebut?" Pernyataan dapat saja jelas, tetapi tidak akurat,
seperti dalam penyataan berikut, "Pada umumnya anjing berbobot lebih dari
300 pon".
c.
Precision (ketepatan)
Ketepatan
mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat mendetail. Pertanyaan ini dapat dijadikan panduan untuk
mengecek ketepatan sebuah pernyataan.
"Apakah pernyataan yang diungkapkan sudah sangat terurai?";
"Apakah pernyataan itu telah cukup spesifik?". Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai
kejelasan dan ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya "Aming sangat berat"
(kita tidak mengetahui berapa berat Aming).
d.
Relevance (relevansi, keterkaitan)
Relevansi
bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan
pertanyaan yang diajukan. Penelusuran
keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan pertanyaan berikut :
"Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan pertanyaan?";
"Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?". Permasalahan dapat saja jelas, teliti dan
tepat, tetapi tidak relevan dengan permasalahan. Contohnya : siswa sering berpikir, usaha apa
yang harus dilakukan dalam belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha tidak dapat mengukur
kualitas belajar siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak relevan dengan
ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
e.
Depth (kedalaman)
Makna
kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada pertanyaan
dengan kompleks. Apakah permasalahan
dalam pertanyaan diuraikan sedemikian rupa? Apakah telah dihubungkan dengan
faktor-faktor yang signifikan terhadap pemecahan masalah? Sebuah pernyataan
dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi,
tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan dari dalam). Misalnya terdapat ungkapan "Katakan
tidak". Ungkapan tersebut biasa digunakan
para remaja dalam rangka penolakan terhadap obat-obatan terlarang
(narkoba). Pernyataan tersebut cukup
jelas, akurat, tepat, relevan, tetapi sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut
dapat ditafsirkan dengan bermacam-macam.
f.
Breadth (keluasaan)
Keluasan
sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah pernyataan itu telah ditinjau dari
berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan atau teori lain dalam
merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti apakah
pernyataan tersebut menurut... Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi
persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi
tidak cukup luas. Seperti halnya kita
mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut pandangan seseorang tetapi
hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang diajukan.
g.
Logic (logika)
Logika
bertemali dengan hal-hal berikut : Apakah pengertian telah disusun dengan
konsep yang benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak
lanjutnya? Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan
sesudahnya, bagaimana kedua hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir,
kita akan dibawa kepada bermacam-macam pemikiran satu sama lain. Ketika kita berpikir dengan berbagai
kombinasi, satu sama lain saling menunjang dan mendukung perumusan pernyataan
dengan benar, maka kita berpikir logis.
Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak
saling mendukung atau bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis.
Indikator Berpikir Kritis
Indikator-indikator keterampilan
berpikir kritis menurut Modul of teaching for creative thinking for three stage
(Lawson, 1979) antara lain :
Tahap I : Menguatkan antisipasi dan
harapan
- Menghadapi ambiguitas dan ketidakpercayaan
- Menanyakan harapan dan antisipasi yang kuat
- Membuat kesadaran untuk memecahkan masalah, kebutuhan mungkin di masa depan atau menghadapi kesulitan
- Membangun ilmu pengetahuan yang ada terhadap peserta didik
- Menguatkan perhatian tentang masalah atau kebutuhan masa depan
- Merangsang keingintahuan dan hasrat untuk mengetahui
- Mengenali hal yang aneh
- Membebaskan dari set yang terhambat
- Melihat informasi yang sama dari sudut pandang yang berbeda
- Merangsang pertanyaan untuk membuat peserta didik berpikit tentang informasi dalam cara yang baru
- Memprediksi dari informasi yang terbatas
- Tujuan pelajaran dibuat jelas, menunjukkan hubungan pembelajaran yang diharapkan dan masalah yang ada sekarang dan masa depan
- Hanya stuktur yang tepat yang diberi kata kunci dan petunjuk
- Mengambil langkah selanjutnya diluar dari apa yang diketahui
- Kesiapan jasmani untuk informasi yang akan dipresentasikan
Tahap II : Menggali permasalahan,
memperoleh informasi lebih, mengenal harapan yang sebelumnya tidak diharapkan,
terus-menerus memupuk harapan baru
- Mengutamakan kesadaran terhadap masalah dan kesulitan
- Menerima keterbatasan dengan membangun sebagai tantangan daripada kesinisan, meningkatkan dengan yang sesuai
- Mendorong karakteristik pribadi atau kecenderungan yang kreatif
- Melatih proses pemecahan masalah yang kreatif dalam cara yang sistematis dalam menghadapi masalah dan informasi
- Mengolaborasikan berdasarkan informasi yang disajikan secara bebas dan sistematis
- Menampilkan informasi sebagai pertanyaan yang tidak lengkap dan dimiliki peserta didik untuk mengisi kekosongan
- Mendekatkan elemen nyata yang tidak jelas
- Mengeksplorasi dan mempelajari masalah dan mencoba menyelesaikannya
- Memelihara keterbukaan
- Membuat hasil yang diprediksi tidak lengkap
- Memprediksi dari informasi yang terbatas
- Menyakinkan untuk kejujuran dan realisme
- Mengidentifikasi dan memberanikan diri menambah kemampuan baru untuk menemukan informasi
- Menguatkan dan mengkolaborasikan menggunakan hal yang mengherankan
- Memberi visualisasi
Tahap III : Melakukan sesuatu dengan
informasi baru yang sedang dan akan dicari
- Bermain dengan keambiguan
- Kesadaran yang dalam terhadap masalah, kesulitan atau informasi yang berbeda
- Mengetahui keunikan masing2 siswa secara potensial
- Meningkatkan kepedulian terhadap masalah
- Menjawab tantangan dari respon yang membangun atau solusi
- Melihat hubungan yang jelas antara informasi baru dengan karir di masa depan
- Melihat koneksi yang jelas antara informasi baru dengan karir di masa depan
- Menerima batasan secara kreatif dan membangun
- Menggali lebih dalam lagi, menuju ke bawah secara jelas dan dapat diterima
- Membuat pemikiran yang divergen (menyebar) secara sah
- Merinci informasi yang diberikan
- Berani membuat solusi yang baik, solusi dari benturan konflik, misteri yang tidak dapat dipecahkan
- Membutuhkan percobaan
- Membuat yang umumnya dikenal aneh
- Menguji daya khayal untuk menemukan solusi dari masalah yang nyata
- Berani membuat proyeksi ke depan
- Menampilkan ketidakmungkinan
- Menciptakan kelucuan dan melihat humor dari informasi yang ditampilkan
- Berani mengungkapkan pertimbangan yang ditunda dan kegunaan dari beberapa prosedur yang tertib dari pemecahan masalah
- Menghubungkan informasi terhadap informasi dalam berbagai disiplin
- Mencari informasi yang sama dalam cara yang berbeda
- Mendorong manipulasi dari ide dan atau objek
- Mendorong banyak hipotesis
- Menghadapi dan menguji paradoks
2.3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berpikir Kritis
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berpikir
kritis, diantaranya :
a. Kondisi fisik :
menurut Maslow dalam Siti Mariyam (2006:4) kondisi fisik adalah kebutuhan
fisiologi yang paling dasar bagi manusia untuk menjalani kehidupan. Ketika kondisi fisik terganggu, sementara ia dihadapkan pada
situasi yag menuntut pemikiran yang matang untuk memecahkan suatu masalah, maka
kondisi seperti ini sangat mempengaruhi pikirannya. Ia tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir cepat
karena tubuhnya tidak memungkinkan untuk bereaksi terhadap respon yanga ada.
b. Motivasi : Kort (1987) mengatakan motivasi merupakan hasil
faktor internal dan eksternal. Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun
pembangkit tenaga seseorang agar mau berbuat sesuatu atau memperlihatkan
perilaku tertentu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Menciptakan minat adalah cara yang sangat baik
untuk memberi motivasi pada diri demi mencapai tujuan. Motivasi yang tinggi terlihat dari kemampuan atau
kapasitas atau daya serap dalam belajar, mengambil resiko, menjawab pertanyaan,
menentang kondisi yang tidak mau berubah kearah yang lebih baik, mempergunakan
kesalahan sebagai kesimpulan belajar, semakin cepat memperoleh tujuan dan
kepuasan, memperlihatkan tekad diri, sikap kontruktif, memperlihatkan hasrat
dan keingintahuan, serta kesediaan untuk menyetujui hasil perilaku.
c. Kecemasan : keadaan emosional yang ditandai dengan
kegelisahan dan ketakutan terhadap kemungkinan bahaya. Menurut Frued dalam Riasmini (2000),
kecemasan timbul secara otomatis jika individu menerima stimulus berlebih yang
melampaui untuk menanganinya (internal, eksternal). Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat; a)
konstruktif, memotivasi individu untuk belajar dan mengadakan perubahan
terutama perubahan perasaan tidak nyaman, serta terfokus pada kelangsungan
hidup; b) destruktif, menimbulkan tingkah laku maladaptif dan disfungsi yang
menyangkut kecemasan berat atau panik serta dapat membatasi seseorang dalam
berpikir.
d. Perkembangan intelektual :
intelektual atau kecerdasan merupakan kemampuan mental seseorang untuk merespon
dan menyelesaikan suatu persoalan, menghubungkan satu hal dengan yang lain dan
dapat merespon dengan baik setiap stimulus. Perkembangan intelektual tiap orang berbeda-beda disesuaikan dengan usia
dan tingkah perkembanganya. Menurut Piaget dalam Purwanto (1999) semakin bertambah umur anak, semakin
tampak jelas kecenderungan dalam kematangan proses.
2.4.
Cara Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis
Kemampuan berpikir
kritis dapat ditingkatkan melalui latihan.
Berikut ini diberikan delapan langkah yang dapat membantu siswa atau
orang yang ingin meningkatkan kemampuannya dalam berpikir kritis, yaitu :
a. Menentukan masalah atau
isu nyata, proyek atau keputusan yang betul-betul dipertimbangkan untuk
dikritisi
b. Menentukan poin-poin
yang menjadi pandangan
c. Memberikan alasan
mengapa poin-poin itu dipertimbangkan untuk dikritisi
d. Membuat asumsi-asumsi
yang diperlukan
e. Bahasa yang digunakan
harus jelas
f. Membuat alasan yang
mendasari dalam fakta-fakta yang meyakinkan
g. Mengajukan kesimpulan;
dan
h. Menentukan implikasi
dari kesimpulan tersebut
Kemampuan berpikir
terutama kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam mengajarkan
pemecahan masalah pada siswa, karena salah satu indikasi adanya transfer
belajar adalah kemampuan menggunakan informasi dan ketrampilan dalam memecahkan
masalah. Melalui pemecahan
masalah-masalah itu siswa dilatih berpikir kritis melalui latihan. Kesulitan yang umumnya ditemukan pada siswa
dalam memecahkan masalah adalah dalam hal memperjelas masalah atau merumuskan
masalah yang akan dipecahkan (Slavin, 1997).
2.5.
Pengembangan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Sejarah
Kember (1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar tentang
berpikir kritis menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau
melakukan penilaian keterampilan berpikir pada siswa. Seringkali
pengajaran berpikir kritis diartikan sebagai problem solving, meskipun
kemampuan memecahkan masalah merupakan sebagian dari kemampuan berpikir kritis
(Pithers RT, Soden R., 2000).
Faktor yang menentukan keberhasilan program pengajaran keterampilan berpikir
adalah pelatihan untuk para pengajar. Pelatihan saja
tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan berpikir jika
penerapannya tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan, tidak disertai
dukungan administrasi yang memadai, serta program yang dijalankan tidak sesuai
dengan populasi siswa (Cotton K., 1991).
Secara umum
pembelajaran IPS harus mengikuti aturan yang ada dalam Standar Isi, salah
satunya berpikir kritis. Namun, dalam
materi sejarah strategi pembelajaran berpikir kritis ini dapat dilakukan
melalui sajian sejumlah fakta yang didapat dari bacaan atau sumber lainnya.
Anak didik dilatih menginterpretasikan untuk membangun
suatu struktur proses perubahaan peristiwa. Dalam hal ini secara langsung telah
dilatih anak didik memahami bahwa suatu peristiwa memiliki proses perubahan. Ini salah satu ciri khas yang tidak
diperoleh anak didik melalui pembelajaran lainnya.
Setelah
terbentuk pola perubahan, anak dilatih berpikir kritis pada setiap perubahan. Latihan pertama, adalah anak disuruh
mencari fakta, membuat konsep dan menemukan sebab-akibat dari setiap proses
perubahan dalam peristiwa sejarah. Latihan
pertama, anak didik ditantang untuk membuktikan terjadi perubahan melalui fakta
(kejadian) masing-masing proses perubahan (how), kapan terjadinya perubahan
(when), dimana terjadinya (where) dan siapa pelakunya (Who). Latihan kedua, peserta didik dilatih
menginterpretasi untuk menentukan konsep setiap fakta (kejadian) dengan
memunculkan pertanyaan ‘apa namanya itu’ (What)? Terakhir, peserta didik
dilatih mencari penyebab dari masing-masing perubahan dengan
menggunakan pertanyaan-pertanyaan mengapa terjadi perubahan (Why)? Demikian
selanjutnya untuk perkembangan setiap perubahan dalam peristiwa sejarah latihan
berulang ini akan membentuk keterampilan berpikir kritis seperti yang dimuat
dalam kurikulum 2006. Salah satu contohnya yaitu Kerajaan
Samudera Pasai mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1297–1326 M? apa
penyebabnya? Siapa rajanya? bagaimana pemerintahannya? mengapa ia mencapai
puncak kejayaan? kapan terjadinya?
Strategi tersebut membuktikan dua hal dalam pengajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, yaitu :
1.
Dengan
menggunakan konteks yang relevan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
sekaligus meningkatkan prestasi akademisnya
2.
Cara penilaian
yang memerlukan telaah yang lebih dalam mendorong siswa untuk belajar secara
lebih bermakna daripada sekedar belajar untuk menghapal
Pertanyaan diberikan setelah memperoleh fakta-fakta dari setiap peristiwa
sejarah yang akan dipelajari. Hal ini
menunjukkan bahwa informasi yang diberikan telah disusun oleh pendidik dengan
konsep yang jelas sehingga tidak memberikan pengalaman bagi siswa untuk
menentukan informasi yang diperlukan untuk membangun konsep sendiri. Salah satu
karakter seorang yang berpikir kritis adalah self regulatory, sehingga
pengajaran tersebut dapat dikombinasikan dengan strategi lain agar siswa dapat
menentukan informasi secara mandiri. Sehingga setiap
siswa memperoleh kesempatan untuk menyampaikan argumentasi dari jawaban
pertanyaan yang diberikan. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir kritis dapat
dimasukkan ke dalam study guide
sebagai salah satu sumber belajar.
Pembelajaran kolaboratif melalui diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan
sebagai strategi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L.,
1990; Rimiene V.2002; Gokhale A.A. 2005). Dengan berdiskusi siswa mendapat kesempatan untuk mengklarifikasi
pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa lain, mengobservasi strategi
berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan, membantu siswa lain yang
kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan motivasi, serta membentuk sikap
yang diperlukan seperti menerima kritik dan menyampaikan kritik dengan cara
yang santun.
BAB 3 PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Berpikir
kristis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan
pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Ciri-ciri berpikir kritis antara lain
menanggapi atau memberikan komentar terhadap sesuatu dengan penuh pertimbangan,
bersedia memperbaiki kesalahan atau kekeliruan, dapat menelaah dan menganalisa
sesuatu yang datang kepadanya secara sistematis, berani menyampaikan kebenaran
meskipun berat dirasakan. Indikator-indikator berpikir kritis
antara lain menguatkan antisipasi dan harapan, menggali permasalahan, terus-menerus
memupuk harapan baru dan melakukan sesuatu dengan informasi baru yang sedang dan akan
dicari.
Faktor
yang mempengaruhi berpikir kritis diantaranya kondisi fisik, motivasi, kecemasan
dan perkembangan
intelektual. Cara
mengembangkan kemampuan berpikir kritis antara lain menentukan masalah atau
isu nyata, proyek atau keputusan yang betul-betul dipertimbangkan untuk
dikritisi, membuat asumsi-asumsi yang diperlukan,
mengajukan kesimpulan
dan
menentukan implikasi dari
kesimpulan tersebut. Pengembangan
berpikir kritis dalam pembelajaran sejarah antara lain
dengan menggunakan konteks yang relevan dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis sekaligus meningkatkan prestasi akademisnya
dan cara penilaian yang memerlukan telaah yang lebih dalam mendorong siswa untuk
belajar secara lebih bermakna daripada sekedar belajar untuk menghapal.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ralingson
J.G, 1997, Berfikir Kreatif dan Brain Storming, Jakarta : Erlangga
4.
http://jurnaldiakronikafisunp.blogspot.com/2012/05/berpikir-kritis-pembelajaran-sejarah.html
5.
http://bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/05/02/kemampuan-berpikir-kritis/
6.
http://asrimulyani90.blogspot.com/2013/04/konsep-berpikir-kritis.html
7.
http://evisapinatulbahriah.wordpress.com/2011/06/30/indikator-berpikir-kritis-dan-kreatif/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar