LIBERALISME
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampu Dr. Suranto, M.Pd
Oleh
Nuzulul Khoirunnisa’ (120210302103)
Kelas B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Liberalisme adalah suatu paham
yang menghendaki adanya kebebasan individu, baik dalam kehidupan politik,
ekonomi dan kebudayaan. Paham
liberalisme muncul karena kekuasaan raja sangat mutlak atau absolut yaitu tidak
memberikan kebebasan pada rakyatnya. Pada
masa itu dalam kegiatan ekonomi berkembang paham merkhantilisme, yaitu segala
kegiatan ekonomi dan perdagangan harus memberikan keuntungan yang besar pada
kerajaan. Hal ini menimbulkan reaksi
yaitu munculnya gerakan liberalisme di bidang ekonomi, gerakan tersebut
akhirnya meningkat menjadi gerakan politik yang meletus lewat Revolusi Perancis
1978. Melalui kekuasaan Napoleon I,
faham liberal disebarkan ke negara Eropa melalui semboyan “ Liberty, Egality,
Fraternity “ / Kebebasan, Persamaan , Persaudaraan.
Liberalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan. Ada dua macam Liberalisme, yakni Liberalisme
Klasik dan Liberallisme Modern. Liberalisme
Klasik timbul pada awal abad ke 16. Sedangkan
Liberalisme Modern mulai muncul sejak abad ke-20. Namun, bukan berarti setelah ada Liberalisme
Modern, Liberalisme Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan oleh
Liberalisme Modern, karena hingga kini, nilai-nilai dari Liberalisme Klasik itu
masih ada. Liberalisme Modern tidak
mengubah hal-hal yang mendasar ; hanya mengubah hal-hal lainnya atau
dengan kata lain nilai intinya (core
values) tidak berubah hanya ada tambahan-tambahan saja dalam versi yang baru.
Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan
individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan.
Setiap individu memiliki kebebasan berpikir masing-masing yang akan
menghasilkan paham baru. Ada dua paham
yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi). Meskipun begitu,
bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah kebebasan yang
mutlak, karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus dipertanggungjawabkan.
Jadi, tetap ada keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan kata lain, bukan bebas yang
sebebas-bebasnya.
Oleh
karena itu, dalam makalah ini penulis akan menulis tentang apakah liberalism
itu, bagaimanakah konsep dasar liberalism itu, bagaimanakah perkembangan
nasionalisme di Eropa dan Indonesia dan setujukah atau tidak setujukah penulis
mengenai liberalisme ini.
1.2.
Rumusan
Masalah
1.2.1. Bagaimanakah
konsep dasar liberalisme itu?
1.2.2. Bagaimanakah
perkembangan liberalisme di Eropa?
1.2.3. Bagaimanakah
perkembangan liberalisme di Indonesia?
1.2.4. Bagaimanakah
pendapat penulis mengenai liberalism? Setujukah atau tidakkah?
1.3.Tujuan
1.3.1. Untuk
mengetahui konsep dasar liberalisme
1.3.2. Untuk
mengetahui perkembangan liberalisme di Eropa
1.3.3. Untuk
mengetahui perkembangan liberalisme di Indonesia
1.3.4. Untuk
mengetahui pendapat penulis mengenai liberalisme
BAB
2 PEMBAHASAN
2.1.
Konsep Dasar Liberalisme
Secara etimologis liberalisme berasal dari
kata atau bahasa latin yang berati
free selanjutnya liberal
berati nonrestricted, tidak
dibatasi atau independent in opinion;
bebas dalam berpendapat. Liberalisme
adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat dan tradisi politik yang didasarkan
pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan
suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para
individu. Paham liberalisme menolak
adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya pertukaran
gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private
enterprise) yang relatif bebas dan suatu sistem pemerintahan yang transparan
dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu.
Liberalisme berasal dari bahasa Spanyol “liberals” yang artinya nama partai
politik. Liberales sebagai partai
politik mulai berkembang di Spayol pada awal abad ke-20 dalam rangka
memperjuangkan pemerintah yang berdasarkan konstitusi. Pengertian
liberalisme adalah suatu paham yang mengutamakan kemerdekaan individu
yang merupakan pokok utama paham ini.
Liberalisme melahirkan konsep pentingnya kebebasan hidup dalam berpikir,
bertindak dan berkarya. Dalam paham
liberalisme, Negara harus tetap menjamin kebebasan
individu dan untuk itu manusia secara bersama-sama mengatur negara. Dalam paham ini, kebebasan individu merupakan
dasar dari demokrasi.
Perkembangan
liberalisme sangat
dipengaruhi oleh Revolusi Amerika (1776) yang melahirkan Declaration of Independence (pernyataan
kemerdekaan) yang isinya menyebutkan bahwa tidak ada kekuasaan adil tanpa
persetujuan rakyat. Liberalisme di Eropa
semakin meluas setelah Revolusi Prancis
(1789). Liberalisme berkembang
sangat pesat di kota-kota besar Eropa.
Para pendukung utamanya adalah kaum Borjuis dan kaum terpelajar
kota. Basis pendukungnya tidak hanya
berasal dari satu daerah atau satu bangsa tetapi sangat luas di berbagai kota
besar Eropa, sehingga aliran liberalisme tidak memiliki ikatan kuat. Unsur fanatisme kekeluargaan atau adat
istiadat daerah melebur dalam kelompok.
Kehidupan kota yang bebas dan keras mendorong mereka untuk memikirkan
keperluan sendiri dan bersaing secara ketat satu dengan lainnya.
Secara universal, paham liberalisme berkembang sangat
menonjol dalam bidang politik, ekonomi, agama dan pers. Dalam bidang politik, paham liberal
berpengaruh terhadap perkembangan paham demokrasi dan nasionalisme. Masyarakat yang terdiri dari
individu-individu mempunyai hak untuk menentukan segala kepentingan
masyarakat. Hak menentukan ini
diwujudkan dalam sistem demokrasi liberal dan akhirnya melahirkan parlemen
sebagai lembaga pemerintah rakyat. Untuk
memilih para anggota parlemen diadakan pemilu.
Dalam pemilu setiap orang memberikan satu suara. Dalam pemilu terjadi persaingan kekuasaan
politik. Dengan menjadi anggota parlemen
seorang anggota mempunyai pengaruh dalam menetapkan undang-undang atau jatuh
bangunnya sebuah kabinet yang sedang memerintah.
Liberalisme adalah sebuah ideologi,
pandangan filsafat
dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan
dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan
suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para
individu. Paham liberalisme menolak
adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam masyarakat modern, liberalisme akan
dapat tumbuh dalam sistem demokrasi,
hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan mayoritas.
Sejarah
liberalisme termasuk juga liberalisme agama adalah tonggak baru bagi sejarah
kehidupan masyarakat Barat dan karena itu disebut dengan periode
pencerahan. Perjuangan
untuk kebebasan mulai dihidupkan kembali di zaman Renaissance di Italia. Paham ini muncul ketika terjadi konflik
antara pendukung-pendukung negara kota yang bebas melawan pendukung Paus. Liberalisme lahir dari sistem kekuasaan sosial
dan politik sebelum masa Revolusi Prancis berupa sistem merkantilisme,
feodalisme dan gereja roman Katolik.
Liberalisme pada umumnya meminimalkan campur tangan negara dalam
kehidupan sosial. Sebagai satu ideologi,
liberalisme bisa dikatakan berasal dari falsafah humanisme yang mempersoalkan
kekuasaan gereja di zaman Renaissance dan juga dari golongan Whings semasa
Revolusi Inggris yang menginginkan hak untuk memilih raja dan membatasi
kekuasaan raja. Mereka menentang sistem
merkantilisme dan bentuk-bentuk agama kuno dan berpaderi.
Prinsip dasar
liberalisme adalah keabsolutan dan kebebasan yang tidak terbatas dalam
pemikiran, agama, suara hati, keyakinan, ucapan, pers dan politik. Di samping itu, liberalisme juga membawa
dampak yang besar bagi sistem masyarakat Barat, di antaranya adalah
mengesampingkan hak Tuhan dan setiap kekuasaan yang berasal dari Tuhan;
pemindahan agama dari ruang publik menjadi sekedar urusan individu; pengabaian
total terhadap agama Kristen dan gereja atas statusnya sebagai lembaga publik,
lembaga legal dan lembaga sosial.
Dalam
liberalisme budaya, paham ini menekankan hak-hak pribadi yang berkaitan dengan
cara hidup dan perasaan hati.
Liberalisme budaya secara umum menentang keras campur tangan pemerintah
yang mengatur sastra, seni, akademis, perjudian, seks, pelacuran, aborsi,
keluarga berencana, alkohol, ganja dan barang-barang yang dikontrol
lainnya. Belanda dari segi liberalisme
budaya, mungkin negara yang paling liberal di dunia.
Liberalisme
tidak diciptakan oleh golongan pedagang dan industri, melainkan diciptakan oleh
golongan intelektual yang digerakkan oleh keresahan ilmiah dan artistik umum
pada zaman itu. Keresahan intelektual
tersebut disambut oleh golongan pedagang dan industri, bahkan hal itu digunakan
untuk membenarkan tuntutan politik yang membatasi kekuasaan bangsawan, gereja
dan gilde-gilde. Mereka tidak bertujuan
semata-mata untuk dapat menjalankan kegiatan ekonomi secara bebas, tetapi juga
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
Masyarakat yang terbaik (rezim terbaik) menurut paham liberal adalah
yang memungkinkan individu mengembangkan kemampuan-kemampuan individu
sepenuhnya. Dalam masyarakat yang baik,
semua individu harus dapat mengembangkan pikiran dan bakat-bakatnya. Hal ini mengharuskan para individu untuk
bertanggung jawab pada segala tindakannya baik itu merupakan sesuatu untuknya
atau seseorang. Seseorang yang bertindak
atas tanggung jawab sendiri dapat mengembangkan kemampuan bertindak. Menurut asumsi liberalisme inilah John Stuart
Mill mengajukan argumen yang lebih mendukung pemerintahan berdasarkan demokrasi
liberal. Dia mengemukakan tujuan utama
politik ialah mendorong setiap anggota masyarakat untuk bertanggung jawab dan
menjadi dewasa. Hal ini hanya dapat
terjadi manakala mereka ikut serta dalam pembuatan keputusan yang menyangkut
hidup mereka. Oleh karena itu, walaupun
seorang raja yang bijaksana dan baik hati, mungkin dapat membuat putusan yang
lebih baik atas nama rakyat dari pada rakyat itu sendiri, bagaimana pun juga
demokrasi jauh lebih baik karena dalam demokrasi rakyat membuat sendiri
keputusan bagi diri mereka, terlepas dari baik buruknya keputusan
tersebut. Jadi, ciri-ciri ideologi
liberal antara lain :
a.
Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan
yang lebih baik
b.
Anggota masyarakat memiliki kebebasan
intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan
kebebasan pers
c.
Pemerintah hanya mengatur kehidupan
masyarakat secara terbatas. Keputusan
yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat
keputusan untuk diri sendiri
d.
Kekuasaan dari seseorang terhadap orang
lain merupakan hal yang buruk. Oleh
karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan
kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata,
kekuasaan dicurigai sebagai hal yang cenderung disalahgunakan dan karena itu
sejauh mungkin dibatasi
e.
Suatu masyarakat dikatakan berbahagia
apabila setiap individu atau sebagian besar individu berbahagia. Walau masyarakat secara keseluruhan berbahagia,
kebahagian sebagian besar individu belum tentu maksimal. Dengan demikian, kebaikan suatu masyarakat
atau rezim diukur dari seberapa tinggi individu berhasil mengembangkan
kemampuan-kemampuan dan bakat-bakatnya.
Ideologi liberalisme ini dianut di Inggris dan koloni-koloninya termasuk
Amerika Serikat.
Prinsip dasar liberalisme adalah
keabsolutan dan kebebasan yang tidak terbatas dalam pemikiran, agama, suara
hati, keyakinan, ucapan, pers dan politik.
Di samping itu, liberalisme juga membawa dampak yang besar bagi sistem
masyarakat Barat di antaranya adalah mengesampingkan hak Tuhan dan setiap
kekuasaan yang berasal dari Tuhan; pemindahan agama dari ruang publik menjadi
sekedar urusan individu; pengabaian total terhadap agama Kristen dan gereja
atas statusnya sebagai lembaga publik, lembaga legal dan lembaga social.
Sistem Politik Liberalisme
Sistem politik liberalisme sangat menekankan
kebebasan atau kemerdekaan individu sesuai dengan arti liberalisme itu sendiri
yang berasal dari kata libre yang berarti bebas daripada perbudakan, perkosaan
dan penganiayaan. Sistem politik
liberalisme saangat menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia yang utama yaitu
hak hidup, hak mengejar kebahagiaan dan hak kemerdekaan, dimana di dalamnya
terdapat pula hak berbicara, hak untuk mengemukakan pendapat, hak untuk
beragama ataupun membawa pemikiran-pemikiran sendiri tentang
konsep Tuhan dan agama.
Liberalisme sangat menjunjung tinggi hak-hak
asasi manusia, maka didalam sistem pemerintahannya selalu mengadakan pembagian
kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Hal ini sebagai reaksi keras terhadap
absolutisme mengingat didalam sistem politik absolutisme, hak-hak asasi manusia
selalu diperkosa atau manusia-manusia itu selalu diperbudak. Itulah sebabnya dalam Revolusi Prancis
sebagai reaksi keras terhadap pemerintahan absolut daripada Raja Louis XVI
mengumandangkan suara-suara yang cukup menggetarkan seluruh dunia yaitu Liberte,
Egalite dan Fraternite.
Sistem politik liberalisme menganggap bahwa
sistem politik yang paling tepat untuk suatu negara agar hak-hak asasi manusia
itu terlindungi ialah sistem demokrasi.
Itulah sebabnya sebagai contoh Amerika Serikat menentukan garis
kebijaksanan didalam memberikan bantuan terhadap negara-negara yang sedang
berkembang dikaitkan dengan hak-hak asasi manusia, pemerintah negara-negara di
dunia harus menggunakan sistem demokrasi.
Sistem politik liberalisme karena menekankan
terhadap perlindungan hak-hak asasi manusia, maka infrastruktur atau struktur
masyarakat atau struktur sosial selalu berusaha untuk mewujudkan tegaknya
demokrasi dan tumbangnya sistem kediktatoran.
Jhon Lock mengemukan bahwa manusia
itu dijamin oleh konstitusi dan dilindungi oleh pemerintah. Pemerintah harus memakai system
perwakilan, jadi harus dalam rangka demokratis.
Dengan dianutnya paham liberal, negara-negara kerajaan yang bersifat
feodal dan bertumpu pada kesetiaan terhadap raja dan keluarnya telah berubah. Prinsip dasar liberalisme adalah keabsolutan
dan kebebasan yang tidak terbatas dalam pemikiran, agama, suara hati,
keyakinan, ucapan, pers dan politik. Di
samping itu, liberalisme juga membawa dampak yang besar bagi sistem masyarakat
Barat, di antaranya adalah mengesampingkan hak Tuhan dan setiap kekuasaan yang
berasal dari Tuhan; pemindahan agama dari ruang publik menjadi sekedar urusan
individu; pengabaian total terhadap agama Kristen dan gereja atas statusnya
sebagai lembaga publik, lembaga legal dan lembaga sosial. Sedangkan liberalisme ekonomi mendukung
kepemilikan harta pribadi dan menentang peraturan-peraturan pemerintah yang
membatasi hak-hak terhadap harta pribadi.
Paham ini bermuara pada kapitalisme melalui pasar bebas.
Ciri-ciri
sistem politik liberalism antara lain :
a. Sangat
menekankan kebebasan / kemerdekaan individu
b.Sangat
menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia yang utama seperti hak hidup, hak
kemerdekaan, hak mengejar kebahagiaan dan lain-lain
c. Dalam
sistem pemerintahan terbagi atas beberapa kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif
d. Menganggap
sistem demokrasi sebagai sistem politik yang paling tepat untuk suatu negara
karena hak-hak asasi manusia itu terlindungi
e. Infra
struktur / struktur sosial selalu berusaha untuk mewujudkan tegaknya demokrasi
dan tumbangnya sistem kediktatoran
f. Adanya
homo seksual dan lesbianisme yang disebabkan penekanan kepada kebebasan
individu
g.Melahirkan
sekularisme (paham yang
memisahkan antara negara dengan agama).
Menurut pemahaman mereka, agama adalah urusan masyarakat sedangkan
negara adalah urusan pemerintah. Oleh
karena itu, pemerintah tidak boleh turut campur dalam hal agama
h.Menentang
ajaran komunisme yang menganut sistem kediktatoran sehingga hak-hak asasi
manusia banyak dirampas dan diperkosa
i. Melahirkan
kelas ekonomi yang terdiri dari kelas ekonomi kuat dan lemah. Saat ini sedang diusahakan dalam sistem
politik liberalisme modern untuk menghilangkan jurang pemisah antara golongan
kaya dan golongan miskin
j. Berusaha
dengan keras untuk mewujudkan kesejahteraan terhadap seluruh anggota masyarakat
atau seluruh warga negara. Mengingat
penderitaan dan kesengsaraan dapat menyebabkan perbuatan-perbuatan yang
bertentang dengan konstitusi Negara
k.Adanya
budaya yang tinggi dengan menjunjung tinggi kreatifitas, produktifitas,
efektifitas dan inovasitas warga negaranya
l. Mengusahakan
di dalam negaranya suatu pemilihan umum yang berasas luber sehingga pergantian
pemerintahan berjalan secara normal
m. Menentang
sistem politik kediktatoran karena meniadakan Hak Asasi Manusia
Pokok-pokok Liberalisme
Ada tiga hal yang mendasar dari
ideologi liberalisme yakni kehidupan, kebebasan dan hak milik (life, liberty and property). Dibawah ini adalah nilai-nilai pokok yang
bersumber dari tiga nilai dasar liberalisme antara lain :
a.
Kesempatan
yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being)
Bahwa manusia mempunyai kesempatan
yang sama di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam
menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada
kemampuannya masing-masing. Terlepas
dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak
dari demokrasi.
b.
Dengan
adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak
yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian
masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi,
kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan
persetujuan, dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme
individu. (Treat the Others Reason Equally).
c.
Pemerintah
harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak menurut
kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat. (Government
by the Consent of The People or The Governed).
d.
Berjalannya
hukum (The Rule of Law).
Fungsi Negara adalah untuk membela
dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hak
asasi manusia yang merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum
dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan
terhadap hukum tertinggi (undang-undang), persamaan dimuka umum dan persamaan sosial.
e.
Pemusatan
kepentingan adalah individu. (The Emphasis of Individual)
f.
Negara
hanyalah alat (The State is
Instrument).
Negara itu sebagai suatu mekanisme
yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu
sendiri. Didalam ajaran liberal klasik,
ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap dapat memenuhi dirinya
sendiri dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang
secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.
g.
Dalam
liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism). Hal
ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu
didasarkan pada pengalaman. Dalam
pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.
2.2. Perkembangan Liberalisme di Eropa
Paham liberalisme yang berkembang di Eropa pada abad
ke-19 mencakup bidang ekonomi dan politik.
Dalam bidang ekonomi menghendaki agar pemerintah tidak campur tangan di
bidang usaha dan perdagangan. Paham ini
menentang proteksi maupun monopoli.
Dalam bidang politik, liberalisme memperjuangkan hapusnya hak istimewa
suatu golongan. Paham ini berjuang agar
kekuasaan raja dibatasi oleh undang-undang.
Juga menghendaki kebebasan beragama, kebebasan mengeluarkan pendapat dan
kebebasan pers.
Paham liberalisme di bidang ekonomi bersamaan
munculnya dengan revolusi industri di Inggris pada abad ke-18. Dari Inggris paham liberalisme tersebar
meluas ke negara-negara di daratan Eropa sejak abad ke-19, karena pada abad
tersebut negara-negara Eropa Barat mulai membangun industrinya seperti Belgia,
Perancis, Belanda, Jerman dan Italia. Politik perdagangan bebas dan liberalisme
ekonomi diterima dan dipertahankan oleh pemerintah Inggris sampai tahun 1932.
Pada abad ke-20, masa kejayaan
liberalisme di Eropa menurun sejalan mundurnya kedudukan kaum liberal. Seperti yang terjadi di Inggris kedudukan
partai liberal digantikan oleh partai buruh.
Demikian halnya di negara-negara Eropa lainnya, pengaruh partai liberal
menurun. Penyebab lain adalah karena
paham liberal mengalami perkembangan sesuai perubahan jaman. Umumnya negara-negara industri merasa perlu
kembali melindungi industri dalam negeri sehingga menimbulkan perdagangan
bebas. Juga karena makin banyak terjadi
persaingan di antara negara-negara industri maju. Liberalisme ekonomi tidak dapat
dipertahankan. Dengan demikian
liberalisme ekonomi tidak dapat bertahan dalam abad ke-20, sedang liberalisme
dalam bidang politik nampak mengalami perkembangan dengan melahirkan paham demokrasi dan nasionalisme.
Paham
liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan
agama. Liberalisme menghendaki adanya
pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi
(private enterprise) yang relatif bebas dan suatu sistem pemerintahan yang
transparan dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Di zaman pencerahan, kaum intelektual dan
politisi Eropa menggunakan istilah liberal untuk membedakan diri mereka dari
kelompok lain. Sebagai adjektif, kata
liberal dipakai untuk menunjuk sikap anti feodal, anti kemapanan, rasional,
bebas merdeka (independent), berpikiran luas lagi terbuka (open-minded) dan
oleh karena itu hebat (magnanimous).
Dalam
politik, liberalisme dimaknai sebagai sistem dan kecenderungan yang berlawanan
dengan menentang sentralisasi dan absolutisme kekuasaan. Dibidang ekonomi, liberalisme merujuk pada
sistem pasar bebas dimana intervensi pemerintah dalam perekonomian dibatasi
atau bahkan tidak diperbolehkan sama sekali.
Dalam hal ini dan pada batasan tertentu liberalisme identik dengan
kapitalisme. Di wilayah sosial,
liberalisme berarti kebebasan menganut, meyakini dan megamalkan apa saja sesuai
kecenderungan, kehendak dan selera masing-masing. Bahkan lebih jauh dari itu liberalisme
mereduksi agama menjadi urusan privat.
Sebagaimana
diungkapan oleh H. Gruber, prinsip liberalisme yang paling mendasar ialah
pernyataan bahwa tunduk kepada otoritas apapun namanya adalah bertentangan
dengan hak asasi, kebebasan dan harga diri manusia yakni otoritas yang akarnya,
aturannya, ukurannya dan ketetapan ada diluar dirinya.
Pada
awalnya liberalisme berkembang di kalangan Protestan saja. Namun belakangan wabah liberalisme menyebar
di kalangan Khatolik juga. Tokoh-tokoh
liberal seperti Benjamin Constant antara lain menginginkan agar
pola hubungan antara institusi gereja, pemerintah dan masyarakat ditinjau ulang
dan diatur lagi. Mereka juga menuntut
reformasi terhadap doktrin-doktrin dan disiplin yang dibuat oleh gereja Katholik
di Roma, agar disesuaikan dengan semangat zaman yang sedang dan terus berubah,
agar sejalan dengan prinsip-prinsip liberal dan tidak bertentangan dengan sains
yang meskipun anti Tuhan namun dianggap benar. Dalam
liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism). Hal
ini disebabkan karena pandangan filsafat
dari John Locke
(1632–1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah
berubah.
Sebagai
aksi dan reaksi penentangan komunisme, Eropa membuat
suatu paham yang berterminologi politis (termasuk "sosialisme" dan
" demokrasi sosial"). Tapi,
mereka tidak bisa memilih AS dengan pahamnya tersebut, dikarenakan pada saat
itu Eropa belum begitu mengenal liberalisme yang dianut oleh AS. Namun beberapa tahun kemudian barulah Eropa
menyadari bahwa liberalisme yang dianut oleh AS. Hal itu mendorong Eropa ke suatu kebebasan
individu tersendiri yang akhirnya memperbaiki keadaan ekonomi mereka
tersendiri. Liberalisme di Eropa
mempunyai suatu tradisi yang kuat. Di
negara-negara Eropa, kaum liberal cenderung menyebut diri mereka sendiri
sebagai kaum liberal atau sebagai radical
centrists yang democratic.
Perkembangan paham-paham di Eropa
semakin hari semakin mengalami kemajuan yang pesat. Liberalisme mempunyai makna positif dan
negative tergantung dalam kontek apa menempatkannya. Perkembangan Liberalisme di Prancis dan
Inggris tidaklah sama, masing-masing dengan konteks historisme
sendiri-sendiri. Dalam bidang sosial
(menyangkut individu), liberalisme klasik menciptakan masyrakat yang atomistis
yang terdiri dari individu-individu yang tidak mempunyai hubungan satu dengan
yang lain. Dalam bidang ekonomi,
Liberalisme klasik menciptakan pengusaha dan perusahaan raksasa. Keahlian berkembang menjadi semacam ideology,
sehingga amat menentukan kehidupan Negara.
Dalam perkembangannya liberalisme
klasik menuai badai yang ditaburkannya, prakteknya kontra produktif, kebebasan
individu yang ingin dilindungi justru digerogoti sendiri. Sejarah akhirnya memaksa liberalisme klasik
harus dibongkar menjadi liberalisme demokratis yaitu liberalisme yang mampu
melindungi individualitas setiap orang dan memanusiakan manusia.
Negara-negara
penganut paham liberal yakni diantaranya adalah Albania, Armenia, Austria,
Belgia, Bulgaria, Kroasia, Cyprus, Republik Cekoslovakia, Denmark, Estonia,
Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Islandia, Italia, Latvia,
Lithuania, Luxembourg, Macedonia, Moldova, Belanda, Norwegia, Polandia,
Portugal, Romania, Rusia, Serbia, Montenegro, Slovakia, Slovenia, Spanyol,
Swedia, Switzerland, Ukraina dan United Kingdom. Negara penganut paham liberal lainnya adalah Andorra,
Belarusia, Bosnia-Herzegovina, Kepulauan Faroe, Georgia, Irlandia dan San
Marino.
2.3.
Perkembangan
Liberalisme di Indonesia
Perkembangan
zaman dan globalisasi sebagai salah satu pengaruh yang menyebabkan perkembangan
liberalisme masuk yang mampu mempengaruhi sektor-sektor yang ada di
Indonesia. Hal ini memiliki unsur yang
berkaitan dengan penjajahan dan kolonialisme.
Terlebih lagi hal-hal itu juga berkaitan dengan adanya perang dunia maka
terjadinya paham baru yang bernama liberalisme juga ada unsur berkaitan dengan
perang dunia. Kemajuan paham-paham yang
ada di dunia ini merupakan salah satu bukti pemikiran manusia yang kadang
tertekan dengan paham atau aliran yang telah ada lebih dulu di banding dengan
aliran baru ini. Aliran liberalisme
merupakan aliran yang tumbuh akibat dari tekanan dari dogma agama yang
senantiasa mempengaruhi masyarakat pada masa itu. Masyarakat mulai tidak nyaman dengan adanya
peraturan yang mengutamakan agama dan gereja padahal jika di telaah namanya
juga kehidupan dan itu akan membuahkan pemikiran-pemikiran yang baru. Munculnya banyak filsuf juga salah satu bukti
akan memunculan paham liberalisme ini.
Liberalisme adalah aliran yang lahir dari tekanan dogma agama dan
geraja. “Liberalisme aliran Adam Smith
ialah satu-satunya tugas negara yakni memelihara ketertiban umum dan menegakkan
hukum agar kehidupan ekonomi bisa berjalan dengan lancar” (Notosusanto. 2010:
374).
Pengaruh
liberalisme juga sedikit banyak telah berkembang di Indonesia bahkan itu
terjadi pada masa kolonialisme. Hal ini
terlihat dari beberapa bidang yang dijadikan sentral dalam masa kolonialisme
tersebut. Banyak kegiatan-kegiatan
bidang tertentu yang telah mengarahkan kondisi Indonesia pada asas yang
menekankan aliran liberalisme. Terlebih
lagi jika dilihat dari sejarah negara Belanda, Belanda merupakan salah satu
negara yang menerapkan asas liberalisme dalam kehidupannya. Itu yang menjadi pengaruh besar terhadap
perkembangan liberalisme di Indonesia.
Perkembangan liberalisme di mulai sejak masa kolonialisme. Apalagi ditambah dengan politik baru yang
diterapkan di Indonesia yakni demokratis juga memberikan warna baru dalam
berkembangnya liberalisme. Dalam
(Notosusanto. 2010: 371) mengatakan bahwa “sistem ekonomi kolonial antara
tahun-tahun 1870 dan 1900 pada umumnya disebut sistem liberalisme, maksudnya
pada masa tersebut untuk pertama kalinya sejarah kolonial paham liberalisme di
terapkan dalam bidang ekonomi dalam sektor permodalan dan perkebunan”.
Dalam Bidang Ekonomi
Belanda
pertama datang ke Indonesia pada tahun
1596 yang diawali dengan ekspedisi yang dilakukan oleh Cornelis de Hotman
dengan tujuan mencari rempah-rempah dan melakukan penjelajahan. Kolonisasi yang dilakukan bangsa Belanda di
Indonesia dimulai sejak VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799, wilayah
jajahan VOC diambil oleh pemerintah kolonial Belanda. Sehingga untuk
menjalankan roda pemerintahan di Indonesia, pemerintah Perancis (yang waktu itu
menguasai Belanda) mengirimkan Deandles di Indonesia dengan tugas
mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris, memperbaiki pemerintahan di
Indonesia. Untuk merealisasi tugas
tersebut Deandeles melakukan langkah antara lain untuk pertahanan pulau Jawa dibuat jalan Anyer-Panarukan
dengan menggerakkan kerja paksa, dibangun pabrik persenjataan di Gresik
(Surabaya) dan Semarang, dibangun pangkalan angkatan laut di Ujungkulon,
melanjutkan pelaksanaan contingenten
(pajak in natural) dan sistem penyerahan tanah wajib kopi di Periangan,
penjualan tanah yang luas kepada partikuler, dikeluarkannya uang kertas. Daendles
pada “masa pemerintahannya dikenal sebagai penguasa
pemerintahan yang sangat disiplin, keras dan kejam. Oleh karena itu, ia disebut sebagai gubernur
jendral bertangan besi. Akan tetapi
dalam tugas perintahnya Daendles melakukan kesalahan, menjual tanah milik
negara kepada pengusaha asing dimana dia tanpa sengaja telah melanggar
undang-undang negara. Oleh karena itu,
pemerintah Belanda memanggil kembali Daendles ke negeri Belanda. Daendles berkuasa di Indonesia pada tahun
1808-1811”(Suwanto,
dkk, 1997: 25).
Dalam
paham liberalisme merupakan salah satu aliran yang dijadikan suatu acuan dalam
mengembangkan sektor ekonomi secara individu tanpa campur tangan atau kaitan
dengan pemerintah. “Liberalisme atau Liberal
adalah sebuah ideologi,
pandangan filsafat
dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan
dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama” (Ensiklopedia bebas). Secara umum, liberalisme mencita-citakan
suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para
individu. Paham liberalisme menolak
adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam masyarakat modern, liberalisme akan
dapat tumbuh dalam sistem demokrasi,
hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan
mayoritas. Liberalisme terlihat jelas
dalam masa pemerintahan Belanda terutama pada sektor ekonomi yang berkembang.
Sesuai
dengan tuntutan kaum liberal, maka pemerintah kolonial segera memberikan
peluang kepada usaha dan modal swasta untuk sepenuhnya menanamkan modal mereka
dalam berbagai usaha dan kegiatan di Indonesia, terutama di daerah perkebunan
besar di Jawa maupun di luar Jawa.
“Dengan dikeluarkannya Undang-undang Agraria tahun 1870, Indonesia
memasuki zaman penjajahan baru. Sejak
tahun 1870 di Indonesia telah diterapkan opendeur politiek yaitu politik pintu
terbuka terhadap modal-modal swasta asing.
Selama periode tahun 1870 dan 1900 Indonesia terbuka bagi modal swasta
Barat, karena itulah maka masa ini sering disebut zaman liberalisme” (Marwati
Djoened. 1993). Hal itu berarti
Indonesia dijadikan tempat untuk berbagai kepentingan, antara lain tempat
mendapatkan bahan mentah atau bahan baku industri di Eropa, tempat mendapatkan
tenaga kerja yang murah, menjadi tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa,
menjadi tempat penanaman modal asing.
Di
samping modal swasta Belanda sendiri, modal swasta asing lain juga masuk ke
Indonesia, misalnya modal dari Inggris, Amerika, Jepang dan Belgia. Modal-modal asing tersebut tertanam pada
sector-sektor pertanian dan pertambangan antara lain karet, teh, kopi,
tembakau, tebu, timah dan minyak. Akibatnya
perkebunan-perkebunan dibangun secara luas dan meningkat pesat. Misalnya “perkebunan tebu sejak tahun 1870
mengalami perluasan dan kenaikan produksi yang pesat, khususnya di Jawa. Demikian pula perkebunan teh dan tembakau
mengalami perkembangan yang pesat. Sejak
semula tembakau telah ditanam di daerah Yogyakarta dan Surakarta. Sejak tahun 1870 perkebunan itu diperluas
sampai ke daerah Besuki (Jawa Timur) dan daerah Deli (Sumatra Timur). Hasil-hasil bumi penting yang lainnya adalah
kina, kakao, kapas, minyak sawit, gambir, minyak serai, karet, dll, lalu dibuka
pula pertambangan mas, timah, dan minyak” (Pane, Sanusi. 1980).
Selama
perang Jawa berlangsung pihak Belanda memikirkan berbagai rencana. Semuanya memiliki sasaran umum yaitu
bagaimana Belanda memperoleh keuntungan dari daerah tropis dalam jumlah dan
harga yang tepat. Pemikiran orang
Belanda sejak pemikirannya ketika akan melakukan pelayaran. Dengan sistem azas liberal yang telah di
miliki oleh Belanda dengan mudah menempatkan koloninya dengan azas yang sama
pula. “Pada tahun tahun 1829 Johannes
van den Bosch (1780-1844) menyampaikan kepada raja Belanda mengenai
usulan-usulan yang dikenal dengan sistem culture stelsel (sistem
penanaman). Bulan Januari 1830 Van de
Bosch tiba di Jawa sebagai Gubernur Jenderal yang baru. Rencana Van de Bosch bahwa setiap desa harus
menyisihkan sebagian dari tanahnya guna komoditi ekspor untuk dijual kepada
pemerintah kolonial dengan harga yang pasti dan menguntungkan bagi kolonial”
(Ricklefs. 1981). Dalam teorinya setiap
pihak akan memperoleh keuntungan dari sistem ini. Desa masih memiliki tanah yang cukup luas
untuk kegunaannya sendiri dan akan mendapatkan penghasilan dalam bentuk tunai.
Dampak
cultuur stelsel terhadap orang-orang Jawa dan Sunda di seluruh Jawa sangat
beraneka ragam, sedangkan bagi kaum elit bangsawan di seluruh Jawa zaman ini
benar-benar menguntungkan. Kedudukan
mereka menjadi aman dan penggantian secara turun temurun untuk jabatan-jabatan
resmi menjadi norma, tetapi mereka tergantung secara langsung kepada kekuasan
Belanda untuk kedudukan dan penghasilan mereka.
Upaya menentang Cultuur stelsel kini muncul di negeri Belanda. Pemerintah mulai menjadi bimbang apakah
sisitem ini masih dapat dipertahankan lebih lama lagi. Pada tahun 1848 untuk pertama kalinya
konstitusi liberal memberikan parlemen Belanda (Staten-Generaal) peranan yang
berpengaruh dalam urusan-urusan penjajahan.
Mereka mendesak di adakannya suatu pembaharuan liberal seperti
pengurangan peranan pemerintah dalam perekonomian kolonial secara drastis,
pembebasan terhadap pembatasan-pembatasan perusahaan swasta di Jawa dan
Sunda. Pada tahun 1860 Eduard Douwes
Dekker menerbitkan buku berjudul Max Havelaar.
Akan tetapi, kaum Liberal menghadapi suatu dilema, mereka ingin
dibebaskan dari cultuur stelsel tetapi bukan dari keuntungan-keuntungan yang di
peroleh bangsa Belanda dari Jawa.
Akhirnya diputuskan untuk dihapuskannya cultuur stelsel dari sedikit
demi sedikit. Penghapusan di mulai dari
komuditi yang paling sedikit mendatangkan keuntungan yaitu lada, kemudian
cengkih, nila, teh dan seterusnya.
Dalam Bidang Politik
Penjajahan
merupakan salah satu awal munculnya aliran atau paham baru yang ada di
Indonesia. Hal itu di bawa secara paksa
melalui kolonialisme khususnya oleh pemerintah kolonial Belanda. “Prinsip negara telah muncul dalam UUD
(undang-undang dasar) Belanda pada tahun 1855 ayat 119 yang menyatakan bahwa
pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak memihak satu atau
bahkan mencampuri urusan agama itu sendiri.
Hal ini juga di kenal dengan paham sekular yang menjadi akar kemunculan
paham liberalisme” (Noer. 1991). Bahkan
prinsip dari sekular itu dapat dilihat melalui rekomendasi Snouck Hurgronje
kepada pemerintah kolonial melalui Islam
Politik, yakni kebijakan pemerintah kolonial dalam menangani masalah
Islam di Indonesia. “Kebijakan ini
menindas Islam sebagai ekspresi politik.
Inti Islam politik” (Pieor. 1924 dalam Suhelmi 2007) ialah dalam
bidang ibadah murni pemerintah hendaknya memberikan kebebasan sepanjang tidak
menganggu kekuasaan pemerintah Belanda, dalam bidang kemasyarakatan
pemerintah hendaknya memanfaatkan adat istiadat atau kebiasaan rakyat
agar rakyat bisa mendekati Belanda, dalam bidang politik atau kenegaraan,
pemerintah harus mencegah setiap upaya yang akan membawa rakyat pada fanatisme.
Dengan
berjalannya politik etis di Indonesia yang di laksanakan oleh pemerintah
kolonial Belanda di awal abad XX semakin menekankan liberalisme di
Indonesia. “Salah satu bentuk kebijakan
yang di terapkan oleh kolonial Belanda ialah unifikasi, upaya mengikat negeri jajahan atau koloninya dengan
penjajahnya, jadi bisa di pastikan negara koloni itu terikat oleh negara
jajahan dengan menyampaikan kebudayaan Barat kepada orang Indonesia. Pendidikan, sebagaimana menjadi cara yang tepat
agar rakyat Indonesia dengan pemikiran penjajah memiliki perspektif yang
cenderung sama” (Noer. 1991: 183).
Bahkan dengan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 seharusnya menjadi
momentum yang tepat untuk menghapus penjajahan secara total, termasuk mancabut
pemikiran sekular-liberal yang ditanamkan oleh penjajah. Namun entah kenapa kemerdekaan ini hanya di
jadikan sebagai pergantian rezim yang berkuasa, bukan mengganti sistem atau
ideologi penjajah itu sendiri.
Pemerintahan memang berganti, tapi ideologi tetap sekular-liberal.
“Ketersesatan
sejarah Indonesia itu terjadi karena saat menjelang proklamasi (seperti dalam
sidang BPUPKI), kelompok sekular dengan tokohnya Soekarno, Hatta, Ahmad
Soebarjoe dan M. Yamin telah menangkan kompetensi politik melawan kelompok
Islam dengan tokoh Abdul Kahar Muzakhir, H. Agus Salim, Abdul Wahid Hasyim dan
Abikoesno Tjokrosoejoso” (Anshari. 1997: 42).
Hal ini yang berdampak terhadap perkembangan bidang-bidang di Indonesia
selanjutnya. Kemenangan yang diciptakan
oleh para tokoh merupakan awal dari salah satu perkenalan paham liberal setelah
Indonesia selesai di jajah oleh para kolonialisme. Kejadian itu semakin membuat politik
Indonesia lebih bersifat liberal. “Dalam
politik, liberalisme ini nampak dalam sistem demokrasi liberal yang memisahkan
agama dari negara sebagai titik tolak pandangan dan selalu mengagungkan
kebebasan individu itu sendiri” (Audi. 2002 dalam Suhelmi 2007).
Pelaksanaan
politik liberal membawa akibat sebagai berikut :
a.
Bagi Belanda
Ø Memberikan
keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah kolonial
Belanda
Ø Hasil-hasil
produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke negeri Belanda
Ø Negeri
Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.
b.
Bagi rakyat Indonesia
Ø Kemerosotan
tingkat kesejahteraan penduduk.
Pendapatan penduduk Jawa pada awal abad ke-20 setiap keluarga untuk satu
tahun sebesar 80 gulden. Dari jumlah
tersebut masih dikurangi untuk membayar pajak kepada pemerintah sebesar 16
gulden. Penduduk hidup dalam kemiskinan.
Ø Krisis
perkebunan tahun 1885 akibat jatuhnya harga kopi dan gula berakibat buruk bagi
penduduk. Krisis ini juga mengakibatkan
perusahaan-perusahaan mengadakan penghematan, misalnya dengan jalan menekan
uang sewa tanah dan upah kerja di perkebunan dan pabrik-pabrik.
Ø Sistem
perpajakan yang sangat memberatkan penduduk.
Ø Dalam
mengurusi pemerintahan di daerah luar Jawa selama abad ke 19, pemerintah
Belanda mengerahkan beban dan keuangannya dari daerah Jawa, sehingga tidak
secara langsung Jawa harus menanggung beban kekurangan untuk pembiayaan
pemerintah Belanda terutama dalam perang-perang kolonial untuk menguasai daerah
tersebut.
Ø Adanya
pertambahan penduduk yang meningkatnya dalam abad ke 19. Sementara itu jumlah produksi pertanian
menurun.
Ø Menurunnya
usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan banyak barang-barang impor
dari Eropa.
Ø Pengangkutan
dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya kereta api.
Ø Rakyat
menderita akibat diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman berat (Poenale
Sanctie).
2.4. Pendapat Penulis Mengenai
Liberalisme (Setuju atau Tidak Setuju)
Saya kurang setuju dengan
liberalisme dengan alasan :
1.
Liberalisme
sulit
melakukan pemerataan pendapatan dikarenakan persaingan bersifat bebas,
pendapatan jatuh kepada pemilik modal atau majikan. Sedangkan golongan pekerja hanya menerima
sebagian kecil dari pendapatan
2.
Pemilik sumber daya produksi
mengeksploitasi golongan pekerja, sehingga yang kaya makin kaya, yang miskin
makin miskin
3.
Sering muncul monopoli yang merugikan
masyarakat
4.
Sering terjadi gejolak dalam
perekonomian karena kesalahan alokasi budaya oleh individu yang sering terjadi
5.
Dikarenakan penyelenggaraan pers
dilakukan oleh pihak swasta, pemerintah sulit untuk mengadakan dan memberikan
kontrol. Sehingga pers sebagai media
komunikasi dan media massa sangat efektif menciptakan image dimasyarakat sesuai
misi kepentingan mereka
6.
Terjadinya
persaingan bebas yang tidak sehat bilamana birokratnya korup
7.
Banyak
terjadinya monopoli masyarakat
8.
Banyak
terjadinya gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasi sumber daya oleh
individu
9.
Pemerataan
pendapatan sulit dilakukan karena persaingan bebas tersebut
BAB
3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Liberalisme adalah suatu paham
yang menghendaki adanya kebebasan individu, baik dalam kehidupan politik,
ekonomi dan kebudayaan. Paham
liberalisme muncul karena kekuasaan raja sangat mutlak atau absolut yaitu tidak
memberikan kebebasan pada rakyatnya. Liberalisme sangat menjunjung tinggi hak-hak
asasi manusia, maka didalam sistem pemerintahannya selalu mengadakan pembagian
kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Hal ini sebagai reaksi keras terhadap
absolutisme mengingat didalam sistem politik absolutisme, hak-hak asasi manusia
selalu diperkosa atau manusia-manusia itu selalu diperbudak. Sistem politik liberalisme menganggap bahwa sistem politik yang paling
tepat untuk suatu negara agar hak-hak asasi manusia itu terlindungi ialah
sistem demokrasi.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Drs. Sukarna. Sistem Politik 2 : PT.
Citra Aditya Bakti . Bandung. 1990
2.
Adams, Ian. 2004. Ideologi Politik Mutakhir (Political
Ideology Today), Penerjemah Ali Noerzaman. Yogyakarta : Penerbit Qalam
7.
http://ilmu-ngawortepak.blogspot.com/2013/03/perkembangan-liberalisme-di-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar